Tak mau menunda, keesokan harinya, di sela-sela kerja Nugroho meluangkan waktu, datang ke SMP tempat sekolah Danang, meski liburan sekolah belum berakhir. Untungnya hari itu ada salah seorang pegawai tata usaha yang masuk, sehingga kedatangan Nugroho ke sekolah itu tidak sia-sia.
“Ada perlu apa ya, Pak?” tanya pegawai tata usaha itu—Tiwi—ramah.
Nugroho pun mengatakan keperluannya.
“Wah, untuk urusan pindah sekolah bukan bagian tata usaha yang berwenang menyetujui,” kata Tiwi lagi. “ Tapi ini wewenang Kepala Sekolah dan mungkin perlu juga diketahui oleh wali kelas.”
“Bapak Kepala Sekolahnya ada, Dik?” tanya Nugroho yang memanggil Tiwi dengan sebutan Dik, karena Tiwi tampak masih sangat muda. Usia Tiwi memang baru 23 tahun dan ia adalah pegawai tata usaha yang baru di SMP itu.
“Wah, nggak ada, Pak,” sahut Tiwi. “Kan masih libur sekolah.”
Nugroho diam sebentar, berpikir. Lalu: “Adik tahu alamat rumahnya Bapak Kepala Sekolah?”
“Tahu, Pak,” ucap Tiwi lagi. “Tapi saya nggak berani memberitahukannya pada Bapak, tanpa seijin belau.”
Mendengar jawaban ini Nugroho sedikit kesal, hampir ia meradang, tapi untung tiba-tiba ada orang yang melintas melewati ruang kerja bagian tata usaha itu. Dan setelah orang itu berlalu, Tiwi berkata:
“Bapak beruntung,” senyumnya. “Yang baru melintas itu Bapak Kepala Sekolah.”
Nugroho menghela nafas lega. Dan beberapa saat kemudian ia minta ijin pada Tiwi untuk menemui Bapak Kepala Sekolah. Tiwi mengangguk, mengijinkan. Nugroho pun segera beranjak ke ruang kerja Bapak Kepala Sekolah.
Di hadapan Bapak Kepala Sekolah, Nugroho mengemukakan maksud kedatangannya yang hendak memindahkan anaknya, Danang sekolah di pesantren dan ia kemukakan juga alasan-alasan yang kuat, kenapa anak sulungnya itu akan ia pindahkan sekolah di pesantren. Maka Bapak Kepala Sekolah pun tidak mempersulit keinginan Nugroho itu. Sepenuh hati Bapak Kepala Sekolah menyadari, setiap orangtua berhak menyekolahkan anaknya di sekolah mana pun.
Kembali Nugroho menghela nafas lega. Rencananya untuk memindahkan sekolah Danang ke pesantren berjalan dengan lancar.
***
Satu hari menjelang liburan sekolah berakhir, Tika menyuruh ketiga anaknya, Danang, Didit dan Dian untuk mempersiapkan semua kelengkapan sekolah yang akan dibawa esok pagi. Ketiga anak itu pun menuruti perintah Bundanya. Dan saat ketiga anaknya mulai berkemas-kemas, hati Tika terenyuh, karena mulai besok anak sulungnya, Danang, tidak ada di rumah lagi. Danang akan pindah sekolah dengan mondok di pesantren. Yang membuat hati Tika teriris, sampai detik ini Danang belum tahu akan hal itu dan Tika tidak sampai hati untuk menyampaikan perihal ini pada anak sulungnya itu.
Tapi pada malam harinya, saat satu keluarga itu sedang santai nonton TV, tiba-tiba dengan suara tegas sang Ayah, Nugroho berkata: “Danang, mulai besok, kamu harus pindah sekolah.”