DI UJUNG PRAHARA

Nuraini Mufidah
Chapter #16

#15 Berkenalan dengan Novi Novelia

Tiga bulan sudah Danang bekerja di percetakan Bapaknya Dadang; Percetakan Manisne namanya. Sudah tiga bulan pula Danang berdomisili di Kota Bandung, kota yang dingin, yang di jaman tempo doeloe terkenal dengan sebutan Parijs van Java. Tiga bulan pula Danang menempati rumah kos. Danang memang menolak—secara halus—tawaran dari Pak Asep agar ia menempati kamar yang ada di bagian belakang Percetakan Manisne, karena lima kamar yang ada di sana dipakai rame-rame, satu kamar bisa ditempati tiga empat orang, belum lagi kalau ada pekerjaan lembur dan pas ada karyawan yang malas pulang ke rumah, pasti numpang tidur di kamar itu. Sehingga kebebasan privasi tak ada. 

    Begitu juga tawaran Dadang agar Danang mau tinggal di rumahnya, tidur satu kamar dengan Dadang juga ditolaknya. Bagaimana mungkin Danang mau menerimanya, sedamg ia telah menolak tawaran dari Pak Asep yang notabene Bapakya Dadang itu? Tidak pantas. Sungguh sangat tidak pantas. Maka saat ini, kos memang pilihan yang paling tepat untuk Danang. Karena dengan kos ia punya kebebasan privasi yang utuh, kebebasan privasi yang benar-benar terjaga.      

    Seperti malam ini...

    Entah mengapa, Danang rindu, begitu rindu dengan Bundanya. Apakah karena siang tadi ia telah menerima surat dari tempat kerjanya yang isinya menyatakan: ia telah resmi diangkat sebagai karyawan tetap; karena selama tiga bulan bekerja ia telah menunjukkan prestasi dan dedikasi yang bagus untuk perusahaan. Danang gembira, sangat gembira dan tiba-tiba saja timbul kerinduannya pada Bunda. Ia ingin berbagi rasa suka ini dengan Bunda.

    Maka setelah shalat isak, ia pergi ke Gramedia untuk membeli kertas surat dan amplop. Selesai membeli keperluannya, Danang tidak langsung pulang, tapi mampir dulu di counter yang menjual buku. Karena memang tidak berniat membeli buku, ia hanya melihat-lihat saja. Puas melihat-lihat buku tentang masalah agama, ia pindah ke buku anak-anak, pindah lagi ke buku-buku novel dan ketika ia pindah ke rak yang menjual buku psikologi, matanya membentur satu sosok cewek yang sering ia lihat, karena setiap hendak berangkat kerja Danang selalu melewati rumah cewek itu. Maklumlah tempat kos Danang memang sedikit masuk gang (gang yang cukup besar yang masih bisa dilewati oleh mobil), sehingga ia harus melewati gang itu sebelum sampai di jalan raya. Dan bila kebetulan bentrok, cewek itu suka menggoda: “Hei cowok, godain kita dong...” Tapi sejauh ini Danang hanya membalasnya dengan senyuman. Dan sekarang, ia berjumpa dengan sang cewek di Gramedia, di rak buku psikologi. Maka timbul keberanian Danang untuk balik menggoda cewek itu.

    “Halo cewek, godain kita dong...,” suaranya lembut, pelan, tapi hal itu membuat cewek itu menggeragap, sedikit kaget, lalu segera ia menoleh ke sumber suara. Dan ketika tahu siapa sosok cowok yang ada di hadapannya, cewek itu tersenyum. Duh senyumnya, manis sekali. Ada lesung pipit di kedua pipinya.

    Mendapat respon positif, Danang langsung mengulurkan tangan dan menyebut namanya: “Danang Danuarto.”  

    Sang cewek menyambutnya dengn hangat dan menyebut nama: “Novi Novelia.” Duh suaranya, lembut sekali...            

Lihat selengkapnya