Untuk menghindari kemurkaan Papanya Novi—Doni—backstreet, memadu asmara dengan sembunyi-sembunyi, itulah akhirnya yang dilakoni oleh Danang dan Novi. Lama. Cukup lama juga Danang dan Novi melakukan backstreet, sampai akhirnya datang kabar gembira, tapi dampaknya menjadi dilema bagi hubungan cinta keduanya.
Danang mendapat tawaran kerja kontrak ke Arab Saudi, karena kaligrafi-kaligrafi karya Danang banyak digemari di sana. Percetakan mitra kerja Pak Asep yang ada di Arab Saudi telah mengajukan permohonan pada Pak Asep, untuk bisa mengontrak Danang bekerja di sana. Karena ini termasuk “pembajakan” karyawan, tentu saja kalau Danang bersedia menerima tawaran itu, maka Pak Asep akan mendapat fee yang cukup besar dari percetakan mitra kerjanya yang ada di Arab Saudi itu. Dengan demikian Pak Asep pun tanpa ragu memberi tahu Danang masalah penawaran dari percetakan mitra kerjanya yang ada di Arab Saudi itu. Karena kontrak gajinya perbulan juga menggiurkan, tentu saja Danang senang mendapatkan kabar ini. Tapi segera terpikir olehnya, bagaimana dengan kuliahnya di seni rupa yang masih empat semester? Bagaimana dengan jalinan cinta kasihnya dengan Novi? Mungkinkah Novi merelakan ia bekerja di luar negeri saat ini? Mungkinkah? Hati Danang masih dilibat kebimbangan. Maka dengan santun ia berkata:
“Pak Asep, saya senang dengan penawaran ini, tapi beri saya waktu untuk mempertimbangkannya.”
“Boleh, boleh, memang harus kamu pertimbangkan baik-baik,” kata Pak Asep . “Tapi saya minta, jangan terlalu lama, supaya saya bisa segera memberi kepastian pada percetakan mitra kerja saya yang ada di Arab Saudi itu.”
“Baik, Pak Asep,,” Danang mengangguk.
***
Langkah pertama, malam itu juga Danang bertandang ke rumah sahabatnya, Dadang; lalu mengajak Dadang keluar rumah.
“Erek naon, mau ada perlu apa? “ tanya Dadang. “Aku lagi malas keluar rumah, nih.”
“Aku mau minta pertimbangan kamu, masalah yang ada hungannya dengan pekerjaan,” kata Danang. “Kalau ngomong di rumahmu, aku merasa nggak enak dengan Bapakmu.”
“O, gitu,” Dadang mengangguk.
Kemudian kedua anak muda itu sepakat ke rumah makan cepat saji. Dan sambil makan Danang menuturkan penawaran kerja kontrak di Arab Saudi yang siang tadi disodorkan oleh Bapaknya Dadang, Pak Asep.
“Wah ini surprise, Bapakku belum ngomong masalah ini ke aku,” komentar Dadang.
“Menurut kamu, sebaiknya kesempatan ini diambil apa nggak ya, Dang?” tanya Danang sambil tetap makan.
Dadang menelan nasi yang ada di mulutnya dulu, baru kemudian berkata: “Ambil, ambil, lebar, sayang. Kesempatan emas jangan disia-siakan.”
“Persoalannya Dang, bagaimana dengan kuliahku yang masih 4 semester, juga bagaimana dengan hubungan cintaku dengan Novi?” tanya Danang setelah menelan suapan nasi yang terakhir.
Dadang yang sudah selesai makan tidak segera menjawab, ia melap dulu mulutnya dengan tisu.
“Gampang itu mah,” kata Dadang kemudian. “Masalah kuliah, kamu bisa ambil cuti dulu dan kamu bisa meneruskan kuliah kalau kamu sudah balik dari Arab Saudi.”
“Kalau masalah Novi, Dang?” sela Danang tak sabar.
“Lebih gampang lagi,” lanjut Dadang. “Katakan pada Novi, kamu akan cari duit sebanyak-banyaknya, agar kamu jadi jelema benghar, jadi orang kaya. Dan katakan juga , kalau sudah kaya, kamu akan segera meminangnya. Pasti Novi setuju. Pasti pinanganmu nggak akan ditolak oleh Papanya Novi. Jelema benghar tea...,” Dadang tersenyum lebar.
“He-eh, betul sekali...,” Danang mengacungkan dua jempolnya. “Terima kasih ya Dang, atas sarannya.” Danang juga tersenyum lebar.
***
Sejak hubungan cinta Danang dan Novi dilakukan secara backstreet, acara date, wakuncar keduanya selalu dilakukan setiap Sabtu sore, tempatnya berpindah-pindah sesuai janjian sebelumnya.
Sabtu sore ini keduanya janjian bertemu di Alun-alun Kota Bandung, tepatnya di teras Masjid Raya Bandung. Dan kebetulan sekali Sabtu sore ini keduanya sampai di tempat janjian itu secara bersamaan. Dan hal itu membuat keduanya tertawa bersama. Tapi tawa itu tidak lama, karena keduanya segera sadar, saat ini sedang berada di sekitaran masjid.
“Kamu udah shalat ashar?” tanya Danang.