DI UJUNG PRAHARA

Nuraini Mufidah
Chapter #20

#19 Ditinggal Novi untuk Selamanya...

Di Arab Saudi Danang bekerja dengan penuh gairah. Impiannya hanya satu, ingin mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, setelah kaya ia akan balik ke Indonesia, ke Bandung, lalu mempersunting pujaan hatinya, Novi. Memang hanya Novi dan Novi, selalu Novi pujaan yang ada di hatinya. Karena itu paling lambat satu bulan sekali suratnya hadir di rumah Novi. Eh bukan, bukan di rumah Novi—karena takut disensor oleh Doni, Papanya Novi—tapi surat itu selalu Danang layangkan lewat alamat kampusnya Novi. Dan selalu kabar gembira yang ia ceritakan. Bagaimana nyamannya suasana di tempat kerjanya di Arab Saudi. Betapa senangnya ia bisa menerima gaji yang beberapa kali lipat lebih besar dari gaji yang biasa ia terima di Indonesia, di Bandung. Dan seperti tekadnya, uang itu pun sebagian besar mulai ia tabung; tapi tak lupa ia juga mengirimi Novi uang, untuk tambahan uang saku, katanya. Novi telah meminta, agar Mas Danang nggak usah mengiriminya uang, agar uang yang jatah untuk Novi itu juga ditabungkan saja. Tapi Danang tidak menghiraukan permintaan Novi itu, sebulan sekali Danang tetap mengirimi Novi uang. Karena Novi merasa uang saku pemberian dari Papanya setiap bulan sudah bisa memenuhi kebutuhannya, maka uang kiriman dari Mas Danang selalu ia tabung. Dan kalau suatu saat nanti Mas Danang pulang ke Indonesia, pulang ke Bandung, ia akan tunjukkan uang tabungan hasil dari pemberian Mas Danang itu. Pasti ini akan jadi kejutan untuk Mas Danang...   

    Danang juga mengabarkan, bahwa ia sudah dua kali melaksanakan ibadah umroh, bahkan ia juga sudah melaksanakan ibadah haji. Danang juga menceritakan, bahwa ia berangan-angan, kalau suatu saat nanti Novi telah menjadi istrinya, ia ingin bisa melaksanakan ibadah haji bersama Novi. Oh, betapa indah dan mulianya cita-cita itu...

    Hal ini tentu saja melambungkan angan-angan Novi jauh ke awan. Ia juga jadi membayangkan, kalau suatu saat nanti resmi menjadi istrinya Mas Danang, oh...betapa indahnya hidup ini. Betapa tidak. Mas Danang itu ganteng, pekerja keras, penuh perhatian dan alim pula. Tentu nantinya Mas Danang akan jadi suami dan pemimpin rumah tangga yang ideal. Oh! Dan Novi tak lupa menceritakan dan membagikan semua rasa bahagianya itu pada Dini, sahabat kentalnya. Dan Dini ikut merasa senang dan ikut merasa bahagia mendengarnya. Tak lupa Dini juga mendoakan, agar jalinan cinta kasih Novi dan Mas Danang bisa langgeng sampai memasuki jenjang pernikahan...

   Tapi Danang bukan hanya berbagi rasa sukanya di Arab Saudi dengan kekasihnya, Novi; ia juga tak lupa menulis surat untuk Bundanya di Jakarta. Karena sepenuh hati Danang yakin, apa yang telah diraihnya saat ini, tentu berkad bantuan doa dari Bundanya juga.

    Di Jakarta, sang Bunda , Tika tentu ikut merasa senang dengan semua capaian yang telah diraih oleh putra sulungnya, Danang. Tapi rasa senang itu hanya ia simpan di hati, tak mungkin ia berbagi dengan Nugroho, suaminya, yang telah mengusir Danang dari rumah itu. Pun tak ingin Tika berbagi rasa senang ini dengan kedua anaknya yang lain yang masih tinggal di rumah, Didit dan Dian. Karena kalau hal ini ia lakukan, tentu nantinya Didit dan Dian akan bercerita pada Ayahnya, Nugroho. Dan kalau kebencian Nugroho pada Danang masih meluap-luap, tentu Nugroho tetap akan mencemooh semua capain keberhasilan yang telah diraih oleh Danang itu. Dan sang Bunda Tika, tak ingin hal itu kembali terjadi. Tika tak ingin Danang selalu dan terus-menerus dijelek-jelekan. Maka, hanya pada Allah Yang Maha Pemberi saja Tika berbagi rasa senang ini, dengan mengucap syukur atas karunia yang terus dilimpahkan pada si anak yang malang, Danang...    

***

     Hari ini Danang gelisah, sangat gelisah, karena sudah hampir tiga minggu surat yang ia layangkan ke Indonesia, ke Bandung, ke Novi, belum ada balasan. Padahal biasanya, paling lambat dua minggu surat balasan itu pasti sudah sampai di tangannya. Ada apa dengan Novi? Ada apa...? hati Danang bertanya-tanya. Melalui sambungan internasional ingin sekali ia menelpon ke rumah Novi di Bandung, tapi hatinya ragu, takut kalau yang menerima Papanya Novi dan ujungnya nanti Novi didamprat oleh Papapnya—yang sampai detik ini memang masih keukeuh melarang Novi berhubugan dengan Danang.  

    Tapi semakin hari kegelisahan Danang makin memuncak, sehingga ia pun bertekad akan menelpon ke rumah Novi dan apa pun yang akan terjadi nantinya ia sudah tidak peduli. Tapi saat ia tengah mencari-cari waktu yang tepat untuk menelpon ke Indonesia, ke Bandung, ke rumah Novi dari Arab Saudi, tiba-tiba muncul surat dari Indonesia, Bandung, namun yang berkirim surat bukan Novi, melainkan sahabatnya Novi, Dini. Apa apa ini? Ada Apa...? hati Danang kembali bertanya-tanya. Ia pun penasaran, sangat penasaran. Maka segera ia baca surat dari Dini itu.  

    Assalamualaikum Wr. Wb.

Lihat selengkapnya