Setengah tahun kemudian, saat kontrak kerjanya di Arab Saudi habis, Danang tidak lagi memperpanjangnya. Ia pulang, balik ke Indonesia, balik ke Bandung, di mana kini Bunda dan kedua adiknya, Didit dan Dian berdomisili, walau harus menempati sebuah rumah yang kecil di gang yang sempit dan pemukiman yang padat penduduknya pula. Rumah itu dibeli dengan sisa-sisa kekayaan yang ada, setelah semua harta benda yang mereka miliki disita oleh negara. Melihat kenyataan seperti itu Danang sedih, hatinya terenyuh. Dan ia merasa, kepulangannya ke Indonesia adalah pilihan yang tepat. Sangat tepat. Maka Danang mulai bebenah untuk memperbaiki keluarganya dari keterpurukan.
Langkah pertama, Danang membeli sebuah rumah yang lebih layak untuk dihuni. Setelah itu ia memboyong Bunda dan kedua adiknya, Didit dan Dian untuk pindah menghuni rumah itu. Dan di rumah inilah Danang mengajak Bunda dan kedua adiknya, Didit dan Dian untuk lebih mendekatkan diri pada Allah, lebih taat dalam menjalankan perintah agama, karena hanya dengan cara itu ketentraman hidup akan dapat terjaga. Toh hidup ini hanya sementara. Dan semua yang ada di dunia ini adalah fana yang suatu saat pasti akan kita tinggalkan...
Pada sang Ayah, Nugroho Prakoso, Danang mengajak hal yang serupa. Dan hasilnya sangat positif; Nugroho lebih ikhlas dalam menjalani masa tahanannya dan tidak pernah lagi berulah yang macam macam.
Langkah berikutnya, Danang mulai mendirikan usaha percetakan. Ia pun mulai sibuk dengan usaha percetakannya itu. Tapi di tengah kesibukkannya yang baru itu ia tidak melupakan refreshing. Dan bagi Danang, refreshing yang paling menyenangkan adalah saat ia bertandang ke rumah Dini.
Seperti malam Minggu ini...
Setelah bincang-bincang sebentar, kemudian Danang berkata:
“Din, main ke rumahku, yuk..”
“Nggak mau ah, masak cewek main ke rumah cowok? Nggak pantas...,” tolak Dini tapi sambil tersenyum.
“Nggak pantas itu, kalau nggak ada perlu apa-pa, tiba-tiba, ujug-ujug, kamu datang ke rumah cowok,” ucap Danang lagi. “Lha kalau sang cowok yang ngajak, pantas dong. Apalagi kamu juga sudah kenal baik dengan keluargaku.”
Dini diam, tidak segera memberi jawaban.
“Mau ya?” rayu Danang.
Dini membisu.
“Ayolah Din, please...,” pinta Danang penuh harap.