“Kak Rusma baru saja melahirkan, tapi dia tidak menginginkan bayinya. ‘Jauhkan bayi itu!’ Dia bahkan menepis tubuh tante saat mendekatkan bayi itu. Jangankan menyusui, melihat saja enggan, benci sekali dia,” cerita Tante Ria.
“Bayi ini tak berdosa, Kak. Jangan kau hukum dia. Lihat dia sangat lucu dan tampan.” Tante berusaha membujuk. Namun, sia-sia. Amarahnya terlanjut menguasai. Armand adalah korban atas keegoisan orang tuanya. Tante gendong Armand mungil, kasihan sekali Tante melihatnya. Mulutnya komat kamit mencari puting susu. Akhirnya Tante beliin ia susu formula di warung terdekat.” Mata Tante Ria seketika berembun. Wajahnya berubah sayu. Guratan-guratan di sekeliing matanya, mulai tampak. Menurut perkiraanku umurnya, mendekati angka 50.
“Tante semakin khawatir, sepanjang hari Rusma melamun. Ia juga sering menangis, membenturkan kepala ke tembok. Tengah malam sering duduk di ambang pintu dengan pandangan kosong menatap jalan. Mereka bilang, Rusma terserang Postppartum Depression Syndrome. Gangguan emosional yang sering menimpa Ibu setelah melahirkan. Aih, penyakit apa pula itu. Buta tante masalah begituan. Maklum saja, saat itu, Tante sendiri belum pernah mengandung.
Hingga pada suatu sore, saat itu Armand Tante tinggal ke dapur untuk merebus botol-botol susu. Rumah begitu hening, perasaan Tante kok enggak enak. Tante buru-buru ke kamar Armand, ‘Astagfirullahalazim … Kak Rusma, Istigfar.’ Kak Rusma sedang membekam wajah mungil Armand dengan bantal. Mengap-mengap Armand dIbuatnya. Tante dorong Rusma hingga tersungkur ke lantai. Ingin tante maki-maki dia, tapi melihat keadaannya yang memprihatinkan itu, batal Tante marahin. Buru-buru Tante bawa Armand ke rumah tetangga, minta tolong buat jagain Armand sekejap. Nyaris saja, ya Allah, Kak Rusma, Tante sampai ngurut-ngurut dada. Istigfar Tante berulang-ulang.
Naik motor, ngebut Tante mendatangi kediaman Ayahnya Armand. tak berhasil marahin Ibunya, Tante marahin ayahnya habis-habisan. Keterlaluan sekali dia.
‘Bang, jangan sampai karena istri muda hingga lalai sama yang tua.’ Bang Rosyid menarik tante keluar rumah.
“Kamu bicara apa?”
Tante ceritakan semuanya. Merah padam mukanya. Kami bergegas kembali ke rumah.
“Astaga Rusma!!!” Bang Rosyid panik. Darah membanjiri lantai dapur. Rusma sudah semaput di dapur dengan sayatan-sayatan di pergelangan tangan. Dramatis sekali sore itu, ya Allah, macem kaya sinetron saja,” sambung Tante Ria lagi sambil mengurut-ngurut dada.
“Kami membawanya ke rumah sakit. Ia tertolong. Tetaapi setelah itu semakin ngelantur. Bahkan lupa kalau punya anak. Menolak dikasih makan, menolak mandi, menolak kehadiran kami. Teriak-teriak histeris tidak jelas.