Akhirnya aku keluar dari pekerjaan sebagai penjaga coounter mobile. Terjadi desakan-desakan lain yang sudah menyangkut tindakan kriminal, dan tentu saja dikarenakan desakan Armand yang tidak pernah berhenti untuk memintaku resign.
Kala itu, seorang anak muda mampir ke counter kami. Dari penampilannya lebih identik menggambarkan sebagai citra seorang mahasiswa. Rapi, dan sangat muda. Rahmi sedang ke toilet, hanya ada aku di sana.
“Ikan masnya dua, Mbak,” ucapnya dengan nada setengah berbisik. Ikan mas? Aku kebingungan, mobile jenis apa itu?
“Yang seperti apa ya, Mas?” tanyaku memastikan.
“Temannya kemana ya, Mbak?” bukannya memberi penjelasan, dia malah menanyakan temanku.
“Lagi ke toilet.”
“Ya sudah, saya nunggu temannya saja.”
Tidak berapa lama kemudian, Rahmi datang. Laki-laki itu langsung memesan pesanan yang sama seperti awal. Rahmi mengambil sesuatu dari bawah meja. Kucoba melirik, tidak terlalu jelas. Rahmi membungkusnya dengan kertas dan memasukkan ke plastik putih kecil. Uang yang diberikan pemuda itu tidak sedikit. Aku penasaran, sebenarnya apa yang sedang mereka perjual belikan.
“Apa itu?” tanyaku sambil memberi arahan ke bawah meja.
“Ikan mas,” ucap Rahmi mengulum senyum.
“Ikan mas apaan? mana ada ikan mas berenang di bawah meja,” tanyaku polos.