Sore itu juga, Kak Noval membawaku ke kantornya. Tidak seperti gedung-gedung perkantoran biasanya, bangunan ini lebih mirip rumah tinggal. Memiliki halaman cukup untuk tiga buah mobil. Sedangkan motor, diparkir bagian belakang. Di depan pagar terdapat warung sederhana.
Kantor tidak begitu ramai. Bagian admin sudah pulang semua. Terlihat beberapa orang di depan komputer yang sedang sibuk mengetik berita. Kak Noval memintaku menunggu di ruang tamu. Dia menjemput Pak Pimred (Pimpinan Redaksi) yang rumahnya tidak jauh dari kantor.
Tidak memakan waktu lama, Kak Noval datang bersama seorang laki-laki bertopi olahraga, bersepatu kets, berkaos putih dan bercelana katun hitam memasuki ruangan. Rupanya, Kak Noval telah menceritakan maksud kedatanganku sebelumnya. Aku sedikit gugup dan keramahan beliau cukup mencairkan suasana.
“Jadi benar kamu mau jadi office girl?”
“Iya, Pak,” jawabku dengan sangat mantap.
“Katanya kamu pernah kuliah.”
“Benar, Pak.”
“Tidak mau mencari pekerjaan lain.’
“Tidak, Pak.”
“Hum …” Beliau melihat penampilanku dari ujung kaki hingga atas kepala dan masih geleng-geleng kepala. “Baiklah,” ucapnya.
“Saya diterima, Pak?”
“Ya, kamu saya terima.”
“Kapan saya mulai kerja, Pak?”
“Sekarang, kalau kamu mau.”
“Hah? Sekarang Pak?”
“Iya, kebetulan sudah lama si Udin bolos, banyak yang harus dibereskan.”
“Saya boleh pulang dulu enggak, Pak. Kebetulan belum bilang sama keluarga, dan mengambil beberapa baju.”
“Oh iya, silakan.”
“Uhm ….” Sejenak aku ragu dan malu, tetapi tetap harus bilang.