Se buket krisan dan ice cream choco hazelnut di tangannya, Rangga terus menyisir jalan di pemakaman. Dia sudah sangat hafal jalan pemakaman yang akan ditujunya. Tertulis sebuah nama Andien Safira Wiguna di nisan tempat Rangga berhenti. Disentuhnya nisan dingin tanpa sebuah kehangatan. Hatinya masih tak rela ditinggalkan orang yang paling dia cinta. Kehatangan hati yang selalu Andien berikan membuatnya hampa ketika dia pergi tuk selamanya. Seketika air mata Rangga berjatuhan membasahi nisan wanita special yang pernah dan selalu menghiasi hari-harinya, sebelum kepergiannya ke Jepang karena student exchange.
“Dek, ini Kakak. Maafin Kakak baru sempet nengokin kamu.” Rangga mengusap lembut nisan Andien, adik semata wayangnya.
“Oh ya Dek, kapan-kapan Kakak bawa pacar kakak kesini ya, namanya Karin. Anaknya cantik banget sama kayak kamu. Umurnya juga sama, dia anaknya ceria seperti kamu Ndien.” Isak tangis bercucuran. Suara paraunya semakin melemah. Inginnya memeluk nisan, seperti Andien yang selalu memeluk Rangga disaat dia perlu dukungan.
“Dia persis sama kayak kamu, waktu Kakak bawa dia ke café boneka dia seneng banget. Dia pencetin semua hidung bonekanya. Kakak inget dulu juga pencetin hidung bonekanya sampe pemiliknya marah gara-gara kamu mencetnya terlalu keras.” Senyumnya kembali terbentang ketika mengingat kejadian dulu dengan Andien, tetapi seketika Rangga kembali muram.
Xxxxxxxxxx
“Andien suka deh Kak sama bunga krisan yang kakak bawa, cantik seperti Andien.” Senyum centil khas Andien selalu membuat Rangga luluh dengan semua permintaan Andien.
“Oke kamu tunggu dulu ya, karena Kakak ulang tahun, Kakak mau nraktir kamu ice cream kesukaanmu, choco hazelnut di seberang. Kamu disini aja dulu, enggak lama kok.” Tubuhnya sedikit menunduk, wajah mereka saling menatap. Mata lembut yang dipancarkan Andien selalu membuat Rangga damai.
“Aku tunggu disini, tapi kali ini Andien minta 2 ya. Besok lusa kan Kakak udah ke Jepang jadi enggak ada yang bisa ngebeliin Andien ice cream ya.”
“Tapi janji ya nanti kalo udah sampe di Jepang kamu harus tetep Kakak bisa hubungi.” Cubit Rangga dengan gemasnya pipi Andien yang begitu chubby.
“Andien enggak bakal ngelupain Kakak. Kakak aka nada selalu di hati Andien.” Andien memegang dadanya, namun kalimat itu sepertinya terdengar Rangga. Kalimat yang akan mewakilkan semua isi hati Andien.
Bunga yang Andien bawa terhempas angin besar, membuat beberapa bunga lepas dari buketnya. Tanpa pikir panjang, Andien memungut bunga yang jatuh satu persatu di jalan yang saat itu sedang sepi. Andien tidak menyadari bahwa saat itu sedang lampu hijau, dia tidak melihat sisi depannya yang saat ini ada sebuah mobil yang sedang melaju ke arahnya, namun dia terus saja memungut bunga-bunga itu hingga akhirnya….
Rangga yang sekarang membawa 2 ice cream, dia hempaskan begitu saja dan langsung menghampiri Andien yang bercucuran darah. “Dek kamu gapapa kan?” Matanya berkaca-kaca menggenang air yang tak tahan dibendungnya.”
Tes
Seketika jatuh air matanya membasari pipi lembut Andien. Pengendara mobil itu lantas keluar membantu Andien yang sudah hilang kesadarannya untuk diangkut ke mobilnya
Ada dua orang anak laki-laki yang sebaya dengan Rangga, dan satu orang laki-laki yang lebih tua menyetir mobil yang menabrak Andien.
“Call the ambulance quickly. I will try to stop the bleeding on the head.” Sergah salah satu penumpang kepada dua temannya. Beberapa bulir keringat menetes deras, nampak laki-laki itu sangat syok sehingga membuatnya tanpa sengaja berbahasa inggris dengan aksen yang tak biasa.
Pengemudi itu langsung menelpon ambulans, sedangakan laki-laki berbahasa inggris tadi mencoba merobek pakaiannya dan mengikatkan pada kepala Andien. Sedangkan temannya mencari bala bantuan dari beberapa orang yang berkerumun. Rangga mencoba terus saja berbicara dengan Andien, air matanya sangat deras hingga beberapa kali menyentuh pipi lembut Andien.
“Ndienn ayo bangun, nanti Kakak belikan kamu ice cream sama bunga.”
“Kak, Andien mau ngucapain sesuatu buat Kakak.”
“Nanti aja ya, yang penting kamu bangun dulu. Ambulans sebentar lagi dateng.”
“Mungkin udah enggak sempet Kak. Makasih Kak Rangga udah menjadi Kakak Andien selama ini, I love you Rangga.” ucapan yang begitu lirih, itulah kata terakhir yang diucapkan Andien sebelum nafas terakhirnya. Kata-kata itu juga didengar 2 anak laki-laki penumpang mobil.
Andien memang bukan adik Kandung Rangga. Mereka berdua telah mengetahuinya semenjak beberapa tahun lalu. Andien diadopsi oleh keluarga Rangga dari panti asuhan. Ketika Rangga melihat Andien saat masih bayi di panti asuhan, Rangga sudah terpesona dengan senyum manisnya yang dia lontarkan. Mereka berdua tahu bahwa mereka saling cinta bukan sebagai adik dan kakak melainkan sebagai sesosok laki-laki dan wanita, namun perasaan mereka berdua mereka tepis begitu saja karena selamanya mereka akan menjadi Kakak dan Adik. Kini Andien hanya bisa menjadi kenangan Rangga, namun di hati Rangga Andien tetaplah cinta pertamanya dan adik tercintanya.
Xxxxxxxxxx
Diary…
Kini hatiku bimbang
Ketika ku telah menerima seseorang untuk mengisi kegundahan hati ini, disisi lain seseorang yang ingin kulupakan datang
“Karin ayo keluar, Papa mu udah nunggu di depan.” teriak Mama sepertinya biasanya.
“Iya Ma Karin keluar.”
“Nanti Rangga nganterin kamu pulang kan? Soalnya Mama mau pinjem Mang Udin sebentar.” tanya Melati yang senantiasa sambil menyiapkan bekal anaknya.
“Hmm kayaknya sih, ntar aku tanyain deh Ma. Pa tungguin Karin bentar pake sepatu”
“Karin tadi Papa nemu ini di bawah ban mobil, ini buat kamu kayaknya.” Papa Karin menyerahkan sebuah surat saat perjalanan menuju sekolahnya. Sebuah surat yang persis ia terima kala itu. Hanya ada penerima tanpa ada nama pengirim
“Masihkah ada ruang celah dihatimu untuk ku hinggapi dan kumiliki”
“R”
Dalam hatinya terus berfikir “siapa sih sebenarnya “R” itu”. Pikirannya terus menelaah siapa saja kemungkinan pengirim itu.
Xxxxxxxxxx
“Rin lo bawa surat apa itu.” celetuk Poppy yang sadar bahwa temannya membawa sepucuk surat, tetapi dilihatnya Karin begitu kebingungan.