Jakarta , Desember 23 06.42
Hari ini akan sama dengan beberapa hari yang lalu. Hari dimana akan mengawali harinya dengan senyuman dan kemudian bersyukur kepada tuhan karena masih memberi kepercayaan untuk bersama orang-orang yang dicintainya. Karena ia masih ingat, betapa terpukul ketika kehilangan seseorang dan ketika kurang bersyukur dengan adanya seseorang yang hadir dalam kehidupannya. Semua itu dirasakannya ketika dia pergi meninggalkan kita, namun kita belum pernah mengucapkan terima kasih padanya karena pernah tinggal dan mengisi hari-hari.
Dia datang dan dia pergi memang sudah biasa kita jumpai. Hanya saja, hanya orang-orang yang pernah memberikan tinta yang tak akan dilupakan kenangannya. Dari semua itu ada satu pelajaran yang harus di ingat, kita harus menghargai hari demi hari yang kita lalui.
Ketika dunia bersedih maka bersedihlah, namun cukup hari itu saja. Jika masih berlarut-larut meratapi kepergiannya maka pelajaran itu masih belum diterapkan. Masih ada orang lain yang mencintai kita, namun hati kita tetap saja menolak kepergiannya. Sehingga kita pun lupa melawati hari-hari bersamanya.
Ini semua bukan hanya bercerita tentang seorang lawan jenis yang pernah memenuhi rongga dada, melainkan keluarga, sahabat, teman, guru, maupun orang terdekat kita yang tidak kita sadari mereka mencintai kita.
Matahari sedang bersahabat. Dia menyinari bumi ini sangat benderang, namun tak sampai menyilaukan semua mata. Beberapa daun melambaikan tubuhnya di ujung jendela yang terbuka, seakan menyampaikan isyarat bahwa tak ada hari yang tak indah ketika kita melewatinya dengan riang. Perlahan Karin mulai membuka selimutnya dan berjalan melewati buku yang selama ini memberikan warna pada hidupnya. Keceriaan dan kesedihan semua ada disana. Karin melewati buku tosca yang kini bersanding dengan diary dan juga pena bulu yang pernah menghiasi kisahnya beberapa waktu lalu. Buku yang tak akan bisa melupakan lembar demi lembar potongan-potongan dirinya di buku itu. Bagaimana setiap tawanya terukir menjadi sebuah cetakan indah. Tawa nya tak kan luput karena dialah yang memberikan tawa selama disinya. Hingga ia menuruni anak tangga satu persatu dengan langkah ringannya. Memberikan senyuman kepada Mama dan Papa kini menjadi kebiasaan barunya. “Selamat pagi” adalah sebuah dialog awal untuk memulai hari.
“Hari ini cantik banget nak, Mama jadi keinget dulu. Jadi kamu kesana?”
“Jadi Ma, Karin langsung aja ya.” Karin yang berpamitan langsung menuju teras rumahnya untuk menunggu seseorang datang.
Disaat menuju teras rumahnya, Karin berhenti sejenak pada sebuah meja. Mengambil barang yang telah dipersiapkannya semalam. Barang itu direngkuhnya selama beberapa detik. Kemudian Karin merekatkan sebuah benda berukuran persegi panjang pada barang tersebut dan meletakkannya pada tas kertas yang akan dibawanya.
Ia melangkah dengan sangat pasti, namun baru beberapa langkah menuju pintu utama rumahnya, Karin menghirup napas dalam-dalam meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Tiba-tiba Roy memecah keheningan yang Karin buat.
“Papa nitip salam ya.” ucapnya sambil menyiram tanaman.
Karin hanya tersenyum dan mengagguk. Beberapa detik kemudian terdengar suara mesin mobil yang sangat khas dan sering keluarga itu dengar. Tak butuh waktu lama menyadari siapa pemilik mobil itu. Karin berjalan dengan langkah yang pasti kembali, Roy pun juga menghentikan kegiatannya.
“Pa Karin pergi dulu.”
“Om, Reivan ijin bawa Karin dulu ya.” sahut Reivan yang masih dalam seat kemudinya dengan membuka sedikit celah jendela mobil.
“Iya ati-ati ya.” Setelah itu Roy kembali melanjutkan menyirami tanaman di terasnya.
Sesaat setelah memasuki mobil Reivan, Karin kembali menarik napasnya dalam-dalam. Mengetahui Karin seperti itu, Reivan menggenggam tangan Karin hingga tanpa sadar kedua matanya terbuka dan menatap Reivan.
“Siap?”
Karin hanya mengangguk dan tersenyum membalas Reivan. Kini Karin yang menggenggam tangan Reivan memberikan arti bahwa dirinya baik-baik saja. Tas kertas yang dibawa diletakkan Karin pada sebelah kiri tubuhnya, ia tak ingin merusak barang yang ingin ia berikan pada seseorang rusak sebelum sampai pada tujuannya.
Dan saat ini mobil Reivan terparkir pada sebuah cafe ice cream yang menjadi tempat pertemuan keempat orang ini bertemu. Tempat ini, menjadi tempat bersejarah bagi mereka. Suka dan duka kenangan mereka ada di tempat ini. Tanpa menunggu lama Karin berjalan menuju cafe itu dan memesan 2 ice cream choco hazelnut. Namun pandanganya kini menuju pada sebuah bangku dekat jendela yang pernah ia singgahi bersama seseorang. Karin menarik salah satu bangku itu, kemudian ia termenung pada sebuah boneka yang dulu juga pernah ia gunakan dengan seseorang itu. Ia ingat betul, karena dari beberapa boneka yang ada di meja itu hanya boneka itu yang paling kecil. Kemudian tanpa sadar Karin memencet tubuh boneka itu. Tanpa diduganya boneka itu mengeluarkan suara yang sama seperti saat itu “Kakak Karin mau”. Bibir tipisnya berubah menjadi sebuah garis lengkung keatas, namun disertai tatapan beberapa kristal air yang menetes. Tak ingin harinya berubah menjadi suram, Karin berjalan keluar cafe itu setelah menerima 2 ice cream choco hazelnut.
Ketika dulu dia mencoba membuang semua ingatannya mengenai tempat ini, namun sekarang berbanding terbalik. Karena sampai kapanpun ingatan itu akan selalu tertancap pada otaknya. Bersamanya mungkin terasa sangat singkat, namun kini kenangan itu yang saat ini mengubah hidupnya. Reivan melihat Karin dengan kialaun mata yang menggenang.
“Lo pasti bisa Rin.” ucapnya kembali menguatkan Karin yang terlihat jiwanya kembali goyah.
Hingga mereka berdua berhenti pada sebuah tempat yang menjadi tujuan akhirnya. Terlihat Karin yang berbeda dari orang-orang lain yang mengunjungi tempat ini. Karin menggunakan A-line dress abu-abu dengan aksen stripes di bagian roknya. Karena dress ini akan menjadi pakaian pertama dan terakhir yang akan digunakannya untuk bertemu seseorang yang sama seperti ia bertemu pada sebuah tempat yang mewah. Dan tak lupa juga membawa barangnya pada tas kertas dengan 2 ice cream choco hazelnut.
Kedua tangan mereka saling berpengangan erat berjalan menyusuri nisan demi nisan yang mempunyai rupa hampir sama. Meskipun begitu, tak satu pun dari mereka lupa dengan nisan mana yang akan mereka kunjungi. Reivan membawa beberapa kelopak bunga yang biasanya orang bawa ketika menuju pemakaman.
Karin dan Reivan berhenti pada 2 buah nisan yang bertuliskan “Rangga Suryo Wiguna bin Agung Suryo Wiguna” dan “Andien Safira Wiguna bin Agung Suryo Wiguna”. Namun seketika air mata Karin menetes saat menatap 2 nisan ini. Sekuat tenaga mempersiapkan hati, apa daya jika menatap nama Andien dan Rangga kini saling bersatu pada sebuah nisan. Reivan yang tak ingin melihat Karin menangis di depan nisan Andien dan Rangga mengusap kedua pipi Karin yang kini menjadi linangan air mata. Karena Karin telah berjanji pada dirinya sendiri dan juga Reivan, untuk selalu tersenyum ketika mengingat kenangan tentang Rangga. Reivan pun menggenggam tangan Karin untuk tetap kuat.
Barang yang dibawa Karin dari rumah adalah buket bunga yang persis diberikan Rangga kepada Karin. Buket mawar merah yang dikelilingi mawar putih yang direkatkan dengan foto polaroid Rangga dan Karin yang tersenyum lebar. Diletakkan pada rumput yang tumbuh pada nisan Rangga. Dua ice cream choco hazelnut yang ia beli bersama Reivan, Karin letakkan dekat dengan nisan Andien dan nisan Rangga. Karena Karin ingat betul kesamaan dirinya dengan Andien, mereka suka dengan ice cream choco hazelnut.
“Ngga selamat ulang tahun.”
“Ini janjiku sama kamu kan. Udah aku tepatin dengan surprise yang meskipun ini bukan surprise yang kamu mau.”
“Semoga disana kamu bahagia, dan udah enggak usah ngerasa sendiri lagi. Disana udah ada Andien dan ada Ayahmu.”
“Keinginanmu sekarang terkabulkan kan Ngga, kamu sekarang udah bisa bersatu lagi dengan Andien.”
“Aku boleh tanya enggak? Andien gimana sekarang wajahnya? masih persis aku enggak? cantikan aku atau Andien Ngga?” tanyanya begitu seakan membuat lelucon. Reivan yang mendenger lelucon Karin hanya tertawa kecil.
“Ngga gue Reivan”
“Sekarang janji gue sama lo lunas ya.” Karin yang mendengar pernyataan Reivan terkejut dengan janji yang dibuat Reivan dengan Rangga.
“Janji apa?” Seperti sedang menginterogasi, Karin spontan menanyakan maksud Reivan.
Namun Reivan yang mendengar pertanyaan Karin tak menjawab pertanyaannya, Reivan kembali melanjutkan ucapannya .“ Gue sekarang udah sama Karin, gue enggak akan pernah ninggalin Karin apalagi ngebuat dia nangis.”
Mendengar ucapan Reivan, Karin kembali menatap Reivan dengan senyuman khasnya. Namun tak berselang lama Karin kembali menanyakan kejelasan janji Reivan dan Rangga dengan gaya kekanakannya .“Janji apaan sih, gue kepo nih.”