Dita sangat cantik, berambut panjang bergaya kasual santai dengan make up sederhana, berkulit putih bersih dengan pembawaan yang tenang di tambah badannya yang proporsional, senyumnya terasa sangat berbeda dengan gadis-gadis di kampung, sampai aku harus sadar diri kalau saat ini harus menghindar dari senyumnya, tidak berani melihat langsung karna saat ini belum siap, aku takut terkena pukulan telak sampai pingsan dan membuat malu nama keluarga.
Semua itu menjadi sebuah ungkapan yang menurutku tidak berlebihan karna dia memang seperti itu, memancarkan pesona yang indah, dia bisa menyerang dengan senyum, tidak peduli itu senyum manis, senyum simpul atau hanya cuma senyum kecil, karna mendengar suaranya saja mata ini seperti di tarik paksa untuk melihat dan merasakan serangan senyum manisnya, tutur kata yang sopan serta teratur lembut terucap dari bibir, dia bisa membawa dirinya dengan sangat baik sampai emak terus memperhatikannya.
"Neng Dita memangnya ada rencana berapa lama mau di belajar di kampung sini?" tanya emak penuh arti.
"Kira-kira setahun mak," jawab Dita, terdengar sangat lembut, mengelitik telinga sampai bulu tanganku merinding, hati ini berontak ingin melihat wajahnya tapi kepala ini hanya menunduk tidak berani bergerak.
Harus siap, masak gitu aja ga bisa, pikirku mencoba menjadi seorang kesatria, menenangkan diri mengingat nama keluarga, menarik napas dalam dan aku siap, saat melirik dia juga melirik sambil tersenyum manis, raga ini seperti terbang melayang, dengan cepat tanganku meraih pegangan kursi dan kembali menunduk, aku tidak mampu melihatnya berusaha sekuat tenaga agar tidak pingsan, hatiku langsungĀ memberi peringatan bahaya, "yang kuat jangan malu-maluin, bisa geger sampai kampung sebelah," terus menguatkan diri agar tetap sadar.
Aku menghela napas dalam mengalihkan pikiran, segera melirik Aline yang tersenyum lebar, biar aja, mending kena teror biar ga pingsan, pikirku.
Aline seorang warga negara Jerman dengan wajah biasa saja, dia tidak menggunakan make up sama sekali, matanya biru selalu berbinar-binar saat bertanya di ikuti senyum lebar yang menyimpan banyak arti, rambut pirang panjang di kuncir buntut kuda dan perawakannya seperti orang Indonesia pada umumnya, tidak terlalu tinggi tapi sangat fasih berbicara bahasa Indonesia, prilakunya riang serta santai tapi terlihat sangat pintar.
"Mak di sini enak yah udaranya," ucap Aline dengan riang kepada emak yang tersenyum lebar melihat sikapnya yang apa adanya.
"Iya enak neng, sejuk di sini mah," balas emak dan melirik abah mengangguk-angguk mengiyakan.
"Apa lagi malem ga perlu pake ace," balas abah kemudian tertawa lepas bersama Aline seperti teman akrab, sesekali mereka bercanda kembali tertawa lepas bersama, Dita hanya senyum-senyum atau ikut tertawa pelan seperti dua kutub yang berbeda.
Dita kalem dengan pembawaan tenang anggun atau di singkat jaim, Aline lucu, rame, santai serta sangat ceria dan selama pertemuan berjalan aku memperhatikan dia memang sangat pintar, bisa terlihat saat dia bertanya ke abah yang harus berpikir lebih lama dari biasanya, sampai kadang harus menyolekku yang juga harus memeras otak untuk menjawab pertanyaannya.
Setelah satu jam berbincang dengan suasana cair Dita memberi kode ke Aline yang mengangguk.
"Abah di sini kontrakan di mana yah?" tanya Dita membuat emak tersenyum lebar melirik abah yang juga tersenyum penuh arti, "kita kan mau ngontrak kira-kira setahun biar bisa belajar budaya Sunda," menerangkan misi yang mereka bawa, "kalau Tio di tempatkan di Bandung, dia hanya antar kita ke sini," ucapnya karna ternyata mereka memiliki misi yang berbeda.
Abah memberi kode ke emak yang mengangguk setuju dan langsung melirikku sambil tersenyum simpul, hati ini langsung resah karna pasti ada sesuatu yang akan terjadi, "di sini aja neng" ucapnya dengan penuh semangat, membuat jantungku berdebar kencang karna kamar kosong sudah jadi tempat penyimpanan barang dan sisa tepung.
"Ga usah abah ngerepotin" balas Dita merasa tidak enak.
Nahh, deket sini aja neng biar adem, aa cariin sampe dapet, pikirku mendukung ucapannya dan melirik Aline yang tersenyum lebar dengan wajah gembira, aduh, ni bule kumaha sih, pikirku karna tau dia ingin di sini.
"Iya di sini aja," ucap Aline sangat gembira telah menemukan apa yang harus di tulisnya, merasakan sikap emak dan abah yang membuatnya sangat nyaman, dia menganggukan kepala dan tersenyum lebar kepada ke abah yang tertawa lepas karna tingkahnya.
Emak langsung menyambut ucapannya, "di sini aja tapi makan seadanya biar Cecep pindah ke kamar atas gudang" balasnya penuh semangat, "di sini ga ada kontrakan, ada cuma saung masak tidur di kebon," lanjutnya dan tertawa lepas bersama Aline serta abah.
Hhhhmm, ni bule, girang amat, pikirku dan melirik wajah emak yang biasanya galak kali ini sangat berbeda, begitu juga abah yang biasanya hanya diam kali ini terlihat sangat gembira.
Abah menghela napas panjang, "di sini mau cari kontrakan di mana, ga ada neng," ucapnya menguatkan perkataan emak, "neng kan tadi dah sempet keliling, pasti gaada sini," lanjutnya dan emak mengangguk dengan senyum simpul di wajah.
Wah, ada lagi, pikirku melihat wajah mereka berdua yang sangat antusias, tiba-tiba merasakan resah tapi alarm tidak menyala karna hati kecil juga berharap Dita tinggal di sini.
Dita dan Aline kembali saling menatap melempar kode karna Dita tidak enak merepotkan tapi Aline terlihat sangat antusias.
"Si Cecep biar tidur di kamar atas gudang, dia dari kecil memang sukanya di situ" ucap abah meyakinkan mereka, "kalau malem dia biasanya nongkrong di atas, kadang males turun, di atas juga ada kamar," lanjutnya dan menceritakan kebiasaanku melihat lampu-lampu kota Cianjur saat malam.
"Wah, iya di sini aja ya, boleh ya mak, abah," ucap Aline dengan gembira dan ikut mencoba meyakinkan sahabatnya.
"Iya, di sini aja kalian tidur di kamar si Cecep kasurnya gede," sambut emak menambahkan, "ada seprei baru juga, tapi ga ada ace," lanjutnya dan tersenyum senang.
"Iya ga apa mak," ucap Aline sangat gembira tapi Dita masih terlihat sungkan.
Aahhh ya sudah lah, pikirku hanya bisa pasrah, kamar atas gudang selama ini aku gunakan untuk ruang kerja dan kadang tidur di situ, memperhatikan mereka tarik menarik.
"Ya udah di sini kita bayar berapa mak?" tanya Dita membuat Aline sangat gembira.
"Dah tenang aja, ga usah di pikirin tapi makan seadanya yah, bareng-bareng," balas emak dengan ceria.
"Iya neng, ga usah mikirin bayaran," sambut abah yang juga terlihat sangat gembira.
Dita merasa tidak enak, "ya jangan gitu emak, abah," balasnya karna sejak datang dia memperhatikan rumah kami yang sederhana, "gini aja saya mau di sini asal kita bayar," memberikan syarat karna tidak ingin merepotkan, "nanti kita bayarnya bulanan ya mak, kan kita di bayarin kantor juga," ucapnya membuat emak tersenyum senang melirik abah yang mengangguk-angguk setuju.
"Ya terserah seadanya aja bayarnya," ucap emak sangat gembira dan langsung melihatku sambil menaikan alis, "Cep, pindah sekarang," lanjutnya dengan wajah gembira.
Haduhhh, pikirku segera pindahan kamar di bantu Ujang, merapikan kamar atas gudang, kertas kerja, menaruh baju tapi hal paling membahagiakan di kamar atas gudang ada kamar mandi dalam, ga ribet harus berebut dengan mereka.