Dia Diantara Curhat Kamu

anakucilibo
Chapter #7

Sosmed.

Pagi ini terasa sangat cerah suara burung-burung berkicau merdu saling bersahutan, mereka seperti menyambutku saat terbangun dari tidur.

Aaahhhh, mandi, sarapan terus ke pasar, pikirku segera bergegas mandi tapi bingung memilih baju, melihat satu persatu baju yang sangat bagus dari yang biasanya aku kenakan, duh, sayang kaos bagus bagus gini di pake ke pasar, pikirku tapi terpaksa tidak ada pilihan, turun dengan segar untuk sarapan.

Aline sudah menunggu di ruang makan dengan senyum lebar, di wajah, "Cep, aku ikut ke pasar," ucapnya dengan riang.

Aku kebingungan karna dia tiba-tiba ingin ikut ke pasar, "naik mobil bak, ga ada ACnya," balasku dengan santai, segera mengambil tempe goreng tepung sambil melirik dia yang mulai mengibarkan bendera perang

"Ga apa," balas Aline ikut mengambil tidak mau kalah.

Aku mengingat pembicaraan dengannya waktu itu akhirnya mengangguk setuju, "ok," balasku melihat dia makan tempe goreng tepung dengan cepat, aku pura-pura berdiri mengalihkan perhatian tapi dia langsung mengambil tempe satu lagi, buset tau aja ni bule, pikirku mengatur strategi, kembali duduk melihat piring tempe di dekatnya.

Emak tak lama datang, "nah, kitu anak emak kasep," ucapnya dengan riang karna aku berpenampilan rapih hari ini, "Cep kalau ke pasar titip es buah," pesannya dan duduk di kursi.

"Ya mak," balasku terus mengawasi Aline yang tersenyum penuh arti, kenapa ni bule, pikirku waspada dengan gerak-geriknya.

"Pagi, Cep mau kepasar yah," sapa Dita dengan ikut duduk di samping Aline, senyum menawan yang menyilaukan mata bersamaan dengan Aline bergerak cepat.

"Pagi," balasku menunduk sambil mengulum senyum, melirik Aline kembali memakan tempe tepung tanpa dosa, wah cepet abis, pikirku melihat tempe goreng tepung yang tersisa, atur strategi, pikirku segera mengambil piring dan satu tanganku perlahan bergerak ke arah piring berisi tempe goreng, dia langsung menarik piring tempe goreng saat tanganku hampir meraihnya.

Perang terbuka, pikirku tidak terima terjajah di rumah sendiri, meliriknya dengan tatapan perang, dia membalas dengan tatapan dingin, memakan tempe goreng tanpa merasa berdosa, terus melahapnya sampai habis.

Sarapan pagi ini sangat menarik, banyak strategi baru kita lancarkan untuk menguasai jalur makanan, saling melirik sesekali melihat satu tempe goreng yang tersisa, dia bersiap saat melihatku mengambil ancang-ancang.

Dita memperhatikan kita berdua langsung tersenyum simpul melirik Aline yang memberi kode, "gitu dong Cep jadi keliatan keren," ucapnya dengan tiba-tiba dan tersenyum manis hingga tempe goreng tepung tidak lagi menarik.

Menyerah!, jerit hati ini mengibarkan bendera perdamaian ke Aline, tertunduk kalah dan tersenyum lebar penuh harap, hanya bisa pasrah menyerahkan tempe goreng incaranku, abah yang baru datang melirik emak yang hanya diam mengamati, wajah mereka sangat gembira karna kita sudah mulai dekat.

Kita memulai sarapan dengan riang, emak tiba-tiba ke dapur dan kembali menaruh pastel, abah langsung mengambil satu, dia melirik ke kiri dan ke kanan memperhatikan keadaan, aman, pikirnya kembali mengambil satu membuat kondisi semakin pelik.

Waduh sisa satu, pikirku saat Dita dan emak segera mengambil satu-satu, melirik Aline yang sedang makan, sekarang, pikirku karna ke dua tangannya penuh.

"Aku tadi WA neng Tita," ucap Aline tiba-tiba, "kalau ga di ajak ke pasar dia mau nganterin," lanjutnya membuat tangan ini berhenti bergerak sesenti dari pastel incaran.

"Ini pastelnya," ucapku segera merubah haluan," menyodorkan piring pastel ke Aline yang tersenyum penuh kemenangan.

Mereka semua tertawa lepas tapi aku hanya tersenyum kecut kembali kalah perang pagi ini.

"Mau ga Cep," ucap Dita bagai pengobat kekalahan, dia memotek pastel menjadi dua, menawarkan sepotong kepadaku.

Ini adalah sesuatu yang sangat indah pagi ini, "makasih yah," balasku dengan lirih, mengulum senyum menerima potongan pastel darinya, ini jangan di makan, masukin musium, ucap hatiku yang terdalam, senyum-senyum sendiri melihat potongan pastel di tangan.

"Buat aku kalau kamu ga mau," ucap Aline langsung menodong tanpa basa-basi.

"Enak aja," balasku dengan segera memakan pastel tersebut, dan menikmati setiap gigitan, enak banget ini pastel, pikirku tidak peduli dengan mereka yang tertawa lepas.

Setelah selesai sarapan yang penuh kenangan indah, Aline pergi kepasar naik mobil bak dan Ujang mengikuti kita naik motor, selama perjalanan dia terlihat sangat menikmati, melihat pemandangan di jalan yang menurun dan berliku, membiarkan angin berhembus di wajahnya yang terus tersenyum, sesekali melihat ke belakang melambaikan tangannya ke Ujang yang mengikuti dengan motor.

Hari ini kita membawa banyak tepung sampai mobil penuh memenuhi permintaan, dan stok untuk di jual ke agen baru.

"Kamu monitor ini semua pake apa?" tanya Aline saat kita berhenti di persimpangan menunggu lampu merah.

"Applikasi," balasku tersenyum bangga, menunjukan apllikasi pemantau di hp.

Aline tidak menyangka akan hal itu, "keren banget, kamu bikin sendiri?" terkagum-kagum, melihat applikasi buatan Nugroho yang dulu adalah skripsinya di kampus.

"Temen kampus yang bikin, ini brand baru seperti diskusi kita kemarin," jawabku, menunjukan gambar brand cap emak dengan logo serbet merah kotak kotak membuat dia tertawa lepas.

"Bagus simple tapi menarik," ucap Aline penuh arti, dia berpikir cepat cara mengembangkan usaha tepung, "pemasaran kamu mau di buat seperti apa?" ingin tau pendapatku.

"Mau nerusin gini dulu, mau keluar Cianjur juga masih bingung," balasku ingin meneruskan yang ada, "ini mau buka di Pati tapi masih nunggu temen," lanjutku mengingat akan meluaskan bisnis bersama rekan-rekan kost dulu, Aline hanya diam mengangguk-angguk, dia masih mempertahankan cara lama, pikirnya tidak mengatakan apapun.

Saat sampai di pasar Aline sangat gembira dia mengikuti Ujang, memperhatikana bagai mana dia berjualan, tak perlu waktu lama dia ikut menjadi pujangga saling melempar kata-kata manis dengan Ujang, mereka mengoceh meyakinkan para pedagang untuk mengambil lebih banyak.

"Ih, mang Ade ula kitu, ini teh memang nomor satu," ucap Aline ikut merayu salah satu pedagang besar dengan logat sunda yang lucu.

"Iya mang Ade, yang itu lewat coba liat pesenan si kokoh Ciong luber ga sampe seminggu abis," sambut Ujang dan tersenyum lebar karna banyak pedagang datang menghampiri, "coba tanya aja ke temennya, pasti ambil dari kita yang paling TOP."

"Iya atuh mang Ade, di tambah lagi pesenannya," balas Aline tidak mau kalah.

Para pedagang dan beberapa agen berkumpul sesekali bertanya membuat Ujang sangat senang, dia bagai seorang pujangga merayu mereka semua padahal mereka datang untuk melihat Aline, tidak peduli dengan ocehannya yang sering mereka dengarkan.

Aku hanya senyum-senyum melihat mereka berdua dari dalam mobil, tertawa geli melihat Ujang yang bergaya atau mendengar logat sunda Aline, suara tawa lepas yang menyelingi menjadi sebuah hiburan tersendiri hari ini.

Setelah berhasi merayu dan Aline melangkah dengan riang, dia menyapa para pedagang serta agen yang di kenalnya hari ini, kembali ke mobil setelah semua stok habis, "kenapa ga ikut jualan?" menatapku keheranan.

"Ga bisa ngomong," balasku dengan jujur, "biar aja si Ujang yang pinter ngomong di depan," lanjutku, dia hanya mengangguk-angguk mendengarnya, "ke percetakan dulu," ucapku segera mengarahkan mobil ke tempat langganan.

Saat sampai dia ikut turun melihat-lihat beragam sample, mendengarkan aku berdiskusi dengan serius dan melihat-lihat beberapa plastik ukuran kecil.

Lihat selengkapnya