Dia Diantara Curhat Kamu

anakucilibo
Chapter #8

Ada Apa Dengan Kita.

Setelah menunggu akhirnya kemasan tepung besar dan kecil dengan beragam ukuran datang, emak bersama abah tertawa geli melihat logonya, aku sibuk selama tiga hari bersama tukang las karna barang-barang pesanan juga sudah datang dan kita mulai produksi tepung dengan brand baru.

Ujang terus belajar dengan Aline tentang pemasaran via sosmed, membangun brand baru memang berat banyak pedagang serta agen yang menolak, mereka biasa membranding sendiri, aku hampir menyerah tapi Aline dan Ujang terus mencoba sampai akhirnya para langganan kembali seperti semula.

Pada suatu hari saat aku sedang produksi, Dita terlihat sedang berdebat dengan suara kesal di telepon kemudian masuk ke gudang sambil menangis, dan naik ke atas, kenapa dia, pikirku tapi memperhatikan.

Tak berselang lama Aline mencarinya, "Dita kemana cep?" dan melihat tanganku menunjuk ke atas, dia langsung bergegas naik.

Aku yang bingung dengan semua kejadian ini hanya menarik napas tak mengerti sampai emak datang membawa teh manis dan sukun goreng, "buat kalian jangan di makan sendiri sukunnya," ucapnya menaruh baki di meja di bawah tangga naik dan kembali ke dapur, dengan malas aku naik melihat Dita sedang berdiri sambil bersandar di bahu Aline, curhat sambil melihat ke arah perbukitan.

"Maaf ganggu ini sukun dari emak sama teh manis," ucapku menaruh baki di meja dan mengambil dua potong sukun goreng, bergegas turun tak ingin ikut campur.

Aline kembali menenangkan Dita, "udah biarin aja, di blok lagi aja nomornya," ucapnya merangkul sahabatnya yang sangat kesal karna Tio terus meneror.

"Iya udah tadi gw blok nomornya," ucap Dita dan tersenyum kepada Aline, "makasih yah," lanjutnya memeluk sahabatnya yang sangat pengertian.

"Yuk, duduk situ," ajak Aline menggandeng tangannya, duduk bersama menikmati sukun goreng dan teh manis.

Hhhhhmmm, Dita menarik napas dalam, "gw kadang ga enak sama emak," ucapnya dan menikmati teh manis.

"Kenapa?" tanya Aline mengambil sukun goreng.

"Dah kayak di rumah, nih liat aja," ucap Dita menunjuk ke cemilan, "kadang kita lagi kerja juga dia sering bikinin makanan," lanjutnya mengingat emak yang sangat perhatian.

"Mereka sangat baik," balas Aline seperti temenung sendiri, ada sesuatu yang mengganjal hatinya.

"Eh, tau ga, kemarin gw ke tempat mang Iyot," ucap Dita menceritakan kejadian kemarin, "loe coba deh ketemu pasti kena hipnotis," menatap sahabatnya mengernyitkan dahi.

"Hipnotis apa?" tanya Aline kebingungan menatapnya dengan penuh tanya.

Dita bercerita dengan antusias tentang kejadian saat itu, "giginya kan tinggal satu, itu bener-bener menghipnotis loh," menceritakan dengan serius, sesekali tertawa lepas bersama, "si abah bilang hati-hati kena hipnotis gigi," ucapnya membuat mereka kembali tertawa lepas.

Aline bersandar lemas karna terus tertawa, "kamu ada-ada aja," ucapnya masih tidak percaya.

"Beneran," balas Dita yang hampir terkena hipnotis mang Iyot, "dia gini nih," mencontohkan cara mang Iyot berbicara, mamajukan giginya membuat Aline tertawa geli.

Hari-hari berganti dengan penuh keceriaan di rumah, Dita kadang masih bete karna Tio terus meneror, Aline seperti biasa merajalela hampir tidak bisa di bendung, pada suatu malam aku duduk diam melihat penjualan di hp yang sudah mulai naik dan tepung sachet juga sudah mulai naik, efek pemasaran via sosmed berjalan dengan baik.

Duduk bengong melihat hp tidak mendengar langkah kaki mendekat.

"Hai bengong aja," sapa Dita tiba-tiba sampai seluruh angka menari-nari naik ke level tertinggi.

"Ehh, iya," balasku tersenyum senang melihat di datang.

"Ini bala-bala sama kopi dari emak," ucap Dita menaruh baki di depanku kemudian duduk.

"Makasih yah, tau aja dah lama ga makan bala-bala," balasku segera mengambil satu, melirik wajahnya seperti sedang kesal, dan perlahan dia mulai menceritakan tentang hubungannya dengan Tio.

"Dia toxict," ucap Dita mengingat mantannya.

Aku yang belum pernah pacaran kebingungan, tidak tau istilah toxict dalam pacaran, hanya istilah ilmiah saat kuliah mesin, itu cowo beracun atau kumaha sih, pikirku bertanya-tanya dalam hati, mendengarkan dia bercerita.

"Menurut loe gw harus gimana ya Cep, loe kan cowo," tanya Dita ingin mendapatkan pendapat dari sisi laki-laki.

Aku mencoba menganalogikan sendiri, "ya kadang memang ada yang harus di hindari," balasku karna kalau beracun berarti harus di hindari, "hidup memang gitu, ambil positive aja kondisi sekarang lebih baik buat kamu," berusaha semaksimal mungkin menenangkan.

"Iya, loe bener memang harus di hindari," balas Dita dan menarik napas dalam, "dia kadang suka neror bikin sebel," lanjutnya dan tersenyum datar.

Aku berusaha mengingat-ingat saat masih di kost, Ananto salah satu rekan seperjuangan sering merayu gebetannya sambil meloud speaker, "di blok aja, jangan ketempelan sama yang kayak gitu, apa lagi terus di pikirin," ucapku terus meraba-raba ingatan yang samar-samar, "nanti kamu malah sakit, biar aja dia yang toxict sendiri dan ngerasain sendiri," tetap berpegang toxict sama dengan beracun.

Dita menarik napas dalam, iya, bener juga, kenapa gw pikirin, ucapnya dalam hati, "iya juga yah, kenapa gw yang susah gara-gara dia," ucapnya mendapat pencerahan.

"Iya santai aja, ga usah di jadiin beban," balasku terus mencoba menghibur bermodalkan sisa-sisa ingatan kata-kata Ananto, "kamu aku lihat kuat dan tabah banget, tenang dulu pasti ada jalan terbaik," terus menghiburnya dengan maksimal, "masih banyak ko yang antri mau sama kamu," ucapku dan hati ini langsung menyambut, termasuk aku antrian pertama.

Aku terbayang saat dulu Ananto merayu gebetannya, meloud speaker hp di kost sampai aku, Nugroho serta Aris sakit perut menahan tawa tapi ternyata memang efektif, melihat ekspresi Dita yang perlahan semakin ceria.

"Makasih yah, kamu pinter juga merayu," balas Dita tersenyum dengan sangat manis.

"Deeghhh!"

Sebuah pukulan telak menghantam, dia benar-benar menyerang dengan sepenuh kekuatan.

Aku tidak siap dan terpana melihat senyumnya sampai otak tidak singkron dengan mulut, "dulu denger Ananto temen kost nelepon sambil loud speaker ngerayu gebetan," balasku kemudian menunduk tersadar, dan mengutuk ucapanku sendiri, haduuuhh, kenapa itu yang keluar, ucapku dalam hati berusaha tenang meliriknya tertawa geli.

Dita sampai menarik napas berkali-kali menghentikan tawanya, "kamu polos banget yah cep," ucapnya menambahkan sedikit rasa manis di ucapannya dan perubahan kata yang dia gunakan membuat raga ini seperti terbang melayang, berusaha melihat wajahnya tapi tidak mampu, hanya tertunduk dengan hati berbunga-bunga merasakan seberkas sinar menyinari hati.

"Iya maaf, kalau aku sendiri ga bisa kasih saran karna belum pernah pacaran," balasku kembali mencoba meliriknya saat sedang tersenyum walau sesaat, wajah ini langsung berseri-seri bercahaya, segera mengalihkan padangan ke kota Cianjur.

"Hai, kalian ngapain," ucap Aline dengan riang, melangkah santai membawa teh manis duduk di sebelah Dita, memperhatikan wajahnya yang ceria setelah menertawaiku, dan wajahku yang masih berseri-seri bercahaya sedang melihat ke arah kota Cianjur, "kamu seneng banget cep seperti abis dapet lotre," lanjutnya tersenyum lebar kemudian mengambil bala-bala.

Suara sember perusak suasana, pikirku merasakan cahaya di wajahku meredup, membalasnya dengan senyum lebar, kemudian melirik ke Dita yang masih tersenyum hingga aku kembali tertunduk, tersenyum bahagia dengan wajah kembali bercahaya.

Malam ini Aline membuat kita tertawa karna melihat postingannya di sosmed, foto emak yang menjadi model sambil menggoreng ayam sambil memegang bumbu racikan, juga foto foto Ujang yang di edit lucu.

Waktu terus berjalan tak terasa sudah hampir empat bulan berlalu, pada suatu sore aku sedang duduk bersama Aline di tempat produksi.

Dita datang menghampiri, "Cep, besok pagi ke mall yuk," ajaknya.

"Yuk," balasku sudah bisa menatapnya tersenyum walau tidak terlalu lama, mengisi hati yang subur dan berbunga-bunga, menyambut ajakannya tanpa ada keraguan sedikit pun.

Lihat selengkapnya