Dia Diantara Curhat Kamu

anakucilibo
Chapter #10

Figther & Lover.

Jakarta rame banget, pikirku melihat begitu banyak orang dan lalu lintas yang macet, segera masuk ke kantin tapi melihat makanannya sama sekali tidak menggugah selera, dingin, anyep plus asap masakan yang menyesakan, segera melangkah ke satpam untuk bertanya.

Aline yang berjalan ke ruang perawatan senyum-senyum sendiri mengingat kejadian tadi, kenapa aku seperti ini, pikirnya memeluk seorang teman adalah hal yang biasa, dia menarik napas dalam sebelum masuk ruang perawatan seperti melepaskan bebannya.

Menatap pintu ruang perawatan, termenung sebentar kemudian masuk mendekati Dita yang sedang berbicara dengan Doni, "ini dari cecep," ucapnya menyerahkan kertas pembayaran.

Dita terkejut mendengarnya dan melihat ke adiknya, "Bud, kamu kasih ke Cecep tadi?" adiknya mengangguk, "duh, ga enak kan jadinya ngerepotin dia," melihat kertas pembayaran yang sudah lunas, "si Cecepnya kemana?" menatap Aline yang sedikit termenung.

"Beli makanan buat kita, nanti juga telepon," jawab Aline menatap wajahnya yang terlihat berbeda, karna merasa tidak enak kepadaku, "udah jangan di pikirin yang penting Doni sembuh dulu," memeluknya yang duduk di samping tempat tidur.

"Ga enak gw ngerepotin dia terus," balas Dita sampai menarik napas dalam.

"Dia mau kok tadi aku mau bayar ga boleh sama dia," ucap Aline mengeratkan peluk untuk menenangkan.

"Makasih yah, sini peluk dulu," balas Dita segera berdiri dan memeluk sahabatnya dan mendengar sebuah bisikan.

"Si Cecep di peluk ga, tapi nanti pingsan dia," bisik Aline membuat mereka berdua tertawa kecil, sampai seorang suster jaga menatap sinis ke mereka.

Tak lama telepon Aline bergetar ada panggilan dariku, "si Cecep," ucapnya memberikan teleponnya.

"Sini," balas Dita dengan senang mengambil hp dan tersenyum senang, mengangkat telepon dan beranjak keluar ruang perawatan.

"Halo," jawabnya saat di lorong rumah sakit.

"Halo," ucapku mendengar suara Dita.

"Makasih yah, aku ganti uangnya," balasnya.

"Iya sama-sama, ini adanya cuma roti mau ga?" tanyaku mengalihkan pembicaraan sambil melihat jejeran roti yang menggugah selera.

"Aku ga enak ngerepotin kamu terus, sini aku minta no rekening kamu," balasnya.

"Udah lupain aja, aku beliin roti yah biar bisa ganjel perut, laper," ucapku yang kelaparan.

"Iiiihhh, beneran, sini nomor rekeningnya," paksanya dengan suara manja, hati ini meleleh, dan membenarkan sebuah ungkapan yang menuruku tidak masuk akal, "mmm, mana mau di transfer," lanjutnya.

Suara yang menggelitik telinga, seperti korek kuping pakai bulu ayam, berusaha tenang agar otak ini singkron dengan mulut, aku hampir saja mengatakan I Love You,  menghela napas dalam menjaga kewarasan, "udah lupain aja, ini mau beli roti kamu mau roti apa," balasku berusaha mengingat rasa lapar yang tiba-tiba hilang.

"Ya udah, makasih ya, ada roti apa aja?" tanya Dita merubah panggilan menjadi vidio call.

"Hai, ini banyak banget bingung juga liatnya," balasku menunjukan jejeran roti.

Setelah beberapa saat memilih bersama melalui vidio call, akhirnya aku membeli beberapa bungkus roti dan kembali menuju ruang perawatan, Dita masuk dengah wajah sangat ceria senyum-senyum ke Aline yang tersenyum lebar melihatnya, dia membisikan sesuatu saat memeluk sahabatnya dengan perasaan senang.

Dia orang baik, ucap Aline dalam hati, sedikit termenung entah mengapa hatinya terasa bergejolak, tapi hanya bisa tersenyum saat berada di sebelah sahabatnya.

Setelah sampai ruang perawatan, berkali-kali memegang erat-erat ranjang yang kosong erat-erat, hampir pingsan di hajar habis-habisan, yang kuaaat, jerit hatiku hampir saja bersorak gembira.

Sampai akhirnya semua urusan selesai, kita berjalan keluar rumah sakit.

"Makan dulu yuk, masih pada laperkan," ucap Dita karna siang tadi hanya makan roti.

"Ayuk," balasku mengangguk setuju dan siap mengantarkan kemanapun dia yang dia mau.

"Aku juga maaauuu," sahut Aline dengan merdu kemudian tertawa lepas di bangku belakang.

Dita mengajak ke konro bakar, kita makan sambil ngobrol bareng kemudian mengajak kita istirahat di rumahnya, "ini aku yang bayarin," ucapnya tersenyum dengan manis, aku pasrah tidak bisa berkata-kata, Aline tersenyum lebar karna telah puas makan.

"Beli roti dulu, buat orang rumah," ucapku mengajak mereka ke toko roti di sebelah, "lets goo," sambut Aline dengan gembira.

"Ga usah," balas Dita tidak ingin merepotkan.

"Ini tradisi di kampung," balasku menjelaskan tidak terbiasa bertamu dengan tangan kosong, "Aline juga masih laper," candaku dan Aline mengangguk setuju, "iya beli roti dulu," balasnya segera melangkah mendahului.

"Makasih yah," balas Dita dan tersenyum manis yang menghujam mata, pukulan telak yang membuatku tergagap, mulut ini tidak singkron dengan otak, memaksakan kemauannya sendiri, "iya, sama-sama, namanya juga usaha," balasku langsung menutup mulut, haduuh, pikirku menunduk malu dan menyusul Aline.

Rumah Dita berada di perkampungan daerah jagakarsa masuk ke perkampungan yang hanya muat satu mobil, untungnya dia memiliki parkiran mobil, rumahnya sederhana tidak terlalu besar dan bertingkat dua, masuk ke parkiran ada taman kecil dan teras kecil dengan dua bangku.

Saat sampai jantungku mulai berdebar, ini rasanya mengunjungi calon mertua, pikirku merasa senang, takut dan sudah pasti ge'er karna siapa yang menganggap aku calon mantu, tapi ya sudah lah karna ini semua bagia dari usaha.

"Assalamualaikum," salamku yang turun belakangan, Aline dan Dita sudah turun duluan karna pintu mobil mepet ke tembok.

"Walaikum salam," balas orang tuanya yang bernama pak Jun, dan bu Marni.

"Ini Cecep, putranya pak Engkus," ucap Dita memperkenalkan.

"Pak," sapaku dengan ramah dan mencium tangannya, "bu," kembali mencium tangannya.

"Makasih yah dah repot-repot, antar Dita ke Jakarta," ucap pak Jun sudah cukup berumur, mungkin lebih tua dari abah.

"Makasih ya mas," ucap bu Marni yang juga lebih tua dari emak.

"Ya, bu sama-sama," balasku dan meresakan mereka berdua tidak seperti abah dan emak yang rusuh, kalem keliatannya, pikirku.

"Halo bu," sapa Aline langsung memeluk karna sudah akrab.

"Ada dadar gulung, di meja," ucap pak Jun tiba-tiba memberi kode ke Aline yang sangat gembira, "yeayy," ucapnya langsung masuk rumah tanpa basa-basi.

Kita duduk dan ngobrol di ruang tamu, tentu saja Aline memonopoli dadar gulung, aku ciut berani bertindak, berusaha menjaga sikap, sesekali melirik Aline menatapku tanpa dosa dengan dadar gulung di tangan, sial ni bule, ga atau apa lagi jaim, pikirku karna dadar gulung jadi terlihat sangat enak.

"Ini enak sekali bu," ucap Aline memprovokasi melirikku yang tidak bisa melawan, aku tersenyum kecut melirik bala bantuan sedang mandi, hanya pasrah melihat dia mengambil dadar gulung terakhir.

"Mau?" tanya Aline menunjukan dadar gulung di tangan, tapi sebelum mulutku bergerak, dia langsung memakannya, awas nanti di rumah, pikirku menyusun rencana pembalasan dendam.

"Mas Cecep, ayo di minum," ucap bu Marni karna aku hanya diam menjaga sikap.

"Iya, bu," balasku mengambil minum melirik Aline tersenyum penuh kemenangan, "Cep, ini enak sekali dengan teh," ucapnya menghabiskan dadar gulung di tangan, terus memprovokasi karna tau aku pasti tidak melawan.

"Rotinya di makan mas Cecep," ucap pak Jun menyodorkan piring berisi roti yang aku bawa.

"Iya pak, terimakasih," balasku dan mengambil roti berusaha bersyukur karna sangat ingin dadar gulung.

Lihat selengkapnya