Dia Diantara Curhat Kamu

anakucilibo
Chapter #12

Takluk.

Pagi hari saat sarapan aku kembali melupakan gencatan senjata dengan Aline yang lebih dulu mengibarkan bendera perang, emak sengaja membeli pastel dengan jumlah sedikit, dan abah memulai yang memulai peperangan, dia tidak peduli dengan putranya, asik makan pastel sambil memprovikasi.

"Enak ini mak," ucapnya menunjukan pastel di tangan, dan mengambil satu lagi di taruh di piring.

"Iya, cuma sisa ini, abis," balas emak memanaskan suasana.

Kita berdua saling lirik, bersiap karna pastel tinggal satu, mengawasi gerak-gerik satu sama lain, siap mengambil langkah menunggu kesempatan yang bisa datang tiba-tiba.

Sekarang, pikirku saat dia akan menyuap .

"Aku mau belajar jaipong sama neng Tita," ancam Aline menahan suapan.

Aku langsung tersenyum dengan manis, "ini pastelnya enak," ucapku menyodorkan piring pastel, dan kabur ke gudang produksi.

Emak dan abah langsung tertawa geli, sedangkan Dita hanya tersenyum, bingung karna sejak kemarin dengan tenang menghadapi senyum mautnya, pagi ini aku membalas dengan manis, di ikuti sedikit perhatian, menjadi serangan balik yang tidak dia sangka-sangka.

Selesai sarapan dia bersama Aline menghampiri ke gudang produksi.

"Cep, sibuk yah?" tanya Dita melihatku sedang membuka laptop.

"Enggak ko," jawabku dan dia duduk di dekatku, Aline duduk berhadapan denganku memakan pastel, wajahnya seperti tanpa wajah tanpa dosa telah mengancam aku yang rapuh ini.

"Kalau santai jalan-jalan yuk ke mall," ajak Dita dengan manja, di ikuti serangan senyum manis.

Bulu kuduk ini berdiri, dan raga ini meloncat berteriak kegirangan, tapi mengingat pesan Ananto semalam aku mulai strategi darinya.

"Boleh, tapi besok yah, hari ini mau urus gerobak buat Tuti dulu," balasku dengan tenang, menatap matanya dengan lembut, di tambah senyum yang menurutku manis, sesuatu yang selama ini tidak pernah aku lakukan selama.

"Ok, besok pagi yah," balas Dita dengan riang, tapi tatapan matanya penuh tanda tanya kemudian kembali bekerja.

Aku langsung tersenyum datar ke Aline, sudah tau apa yang akan di katakan dengan melihat wajahnya, "ini enak sekali," ucapnya melihat pastel seperti permata.

"Dasar VOC," balasku tidak mau melihat.

"Aku kangen bakso di pasar," ucap Aline melakukan pemerasan, "kalau lapar kadang suka lupa," menatap dengan wajah polos tanpa dosa.

Peri yang sedang produksi tepung, tertawa lepas melihat wajahnya, dan Ujang langsung menyambut dengan gembira, "dua mangkok!" serunya ikut memerasku.

"Assalamualaikum," sapa Tuti di depan gudang.

"Walaikum salam," balas kita berbarengan, segera berdiri menyambutnya.

Pagi ini aku mengajari Tuti tentang penggunaan sistem dan juga cara update stok, Aline memperhatikan Tuti sesekali melirik penuh arti, serta sikapku yang menjadi lebih tenang serta perhatian.

"Kalau nunggu gerobak paling dua minggu, baru bisa jualan," ucapku melihat Tuti yang sangat antusias, "abah punya banyak tempat dan kios semi permanent aak, ga usah pake gerobak juga bisa," balasnya membuat Aku dan Aline tersenyum lebar.

"Di mana lokasinya," tanya Aline penasaran, "Peri, Ujang sini dulu," panggilnya ingin melakukan mapping.

"Ada di pasar Cianjur, di kampung Karingin," ucap Tuti memberitahukan lokasi yang tersebar sampai ke bawah, "menurut teteh bagusnya di mana?" meminta saran.

"Peri yang paling deket model yang mana?" tanya Aline sesekali melirik Tuti penuh arti, dia harus jadi modelku, pikirnya merancang sesuatu di otak.

Kita berdiskusi bersama, melakukan mapping wilayah, "pasar hajar aja, rame banget di situ," ucap Ujang sangat tau setiap sudut pasar.

"Iya, bagus buat branding kita," balas Aline dengan mata berbinar, "ada berapa di pasar?" menatap Tuti yang juga sangat antusias, "ada di beberapa tempat teh, sekitar 10 tempat di pinggir jalan, sisanya di dalem," balasnya membuat kita kaget.

Kita terus berdiskusi dengan serius, dan mendengarkan kondisi tempat, "abah punya kios-kios semi permanent," ucap Tuti menerangkan bentuknya, "ini bisa di taruh di depan ruko, ga perlu bayar sewa juga," karna tempat tersebut milik orang tuanya.

"Ya udah kita cetakin stiker aja," balas Aline dengan riang dan aku mengangguk setuju, dia terus menatap Tuti dengan mata berbinar, "yuk aku ajarin bikin ayam," ajaknya.

Tuti yang sudah biasa memasak tak membutuhkan waktu lama, setelah selesai mereka berdua kembali ke gudang, ""kamu jalan aja sama Tuti liat tempat, aku ada kerjaan kantor," ucap Aline sambil terus memperhatikan sikapku.

"Ok, yuk jalan," ajakku dengan senang, segera beranjak ke parkiran bersama Tuti, dan menyapa Dita yang sedang menelepon di teras kemudian pergi.

Aline duduk di ruang tamu membuka laptop dan sesekali memperhatikan Dita yang terlihat sedikit aneh, "kamu kenapa?" bingung melihat sikap sahabatnya.

"Ga apa kok," balas Dita kembali melihat laptop, masa gw kalah sama cowok kampung, pikirnya gengsi karna tiba tiba merasa kehilangan.

Aline hanya diam kemudian mengirimkan pesan, dan tak lama seseorang menghubunginya.

"Halo," jawabnya dengan riang, dan mendengarkan orang yang menghubunginya, "ok di es campur tapi aku ga ada kendaraan kamu jemput yah," balasnya kemudian menutup telepon, dia tersenyum lebar sendiri.

"Siapa?" tanya Dita penasaran.

"Partner bisnisku," jawan Aline penuh arti.

Tak berselang lama motor datang dan Aline beranjak, "aku jalan dulu yah," ucapnya dan pergi, Dita semakin kebingungan saat dia pergi dengan neng Tita.

Di warung es campur, neng Tita yang selama ini selalu berada di atas angin tertunduk, sesekali melirik wajah Aline yang dingin dan polos, selama ini dia berkuasa di kampung Dadap, memonopoli sebagian besar distribusi gosip yang beredar.

Siang ini neng Tita harus menunduk, "kamu jangan gitu, kita kan temenan," ucapnya mencoba mencari jalan damai.

"Kamu harus nurut sama aku," ucap Aline dengan dingin, "aku tidak akan lupa jasa kamu, akan ada timbal balik," dan menatap dengan wajah tanpa dosa.

"Pamor aku nanti jatuh," balas neng Tita tidak mau di tekan siapapun, "aku bisa buat gosip panas, aku bikin kampung geger," ancamnya melawan.

"Kamu ingin ini tersebar?" tanya Aline menatap dengan wajah polos tanpa dosa, "pasukan aku siap," menunjukan group WA di hp, neng Tita langsung tertunduk, "iya aku ga akan bikin gosip," balasnya mengalah.

"Mulai besok aku mau belajar jaipong dua jam sebelum makan siang," ucap Aline memberi perintah, "kamu ga boleh ganggu Cecep, dia ada kerjaan dari aku," lanjutnya, tapi neng Tita langsung melawan, "kamu ko ngatur aku sama si aak!" tidak terima di perintah.

Aline langsung menaikan alisnya, "kamu mau melawan?" menatap neng Tita yang langsung tertunduk, "kita kerja sama, kamu jalankan apa yang membuat kamu bahagia, aku tidak akan mengganggu."

"Tapi kamu ga boleh kasih tau siapa siapa," balas neng Tita dengan pelan, melirik Aline yang mengangguk, "ok, aku pasti bantu kamu jadi model ternama," balasnya merangkul lawan denga pintar.

"Ya udah, kamu jangan lupa yah," balas neng Tita tidak ada pilihan lain.

"Sini, peluk dulu," ucap Aline segera berdiri, menarik tangannya agar ikut berdiri, memeluk erat neng Tita, "kalau kamu cinta sama dia jalanin aja ga usah dengerin siapapun," bisiknya dengan lembut.

"Makasih ya," balas neng Tita merasa tenang.

Lihat selengkapnya