Dia Lukas 2019 (Drama Musikal Version)

Noonanisa
Chapter #6

EPS 2 - Cinta Kedua (Part 2)

GEDUNG UTAMA – KORIDOR – LANTAI 3

“Bro, pagi-pagi udah main teropong aja? Lagi mantau siapa sih?” Gema menghampiri Lukas yang masih sibuk dengan teropongnya.

“Hush jangan ganggu, lagi observasi nih gue.”

“Observasi apa? Perasaan gak ada tugas.”

“Observasi perilaku anak kelas XII MIPA 1.”

“Buat apa?”

“Ya buat apa lagi coba? Supaya kita bisa sepinter mereka,” Lukas menghentikan sejenak observasinya, memberi paham kepada Gema agar ia tak curiga dengan tujuan Lukas sesungguhnya.

“Kecerdasan mereka itu gak muncul dengan sendirinya, pasti ada rahasianya, semua itu muncul dari kebiasaan…”

“Oh gitu…” Gema menganggukkan kepalanya, ia benar-benar percaya dengan kata-kata Lukas.

“Udah lo jangan ganggu gue dulu, gue mau fokus observasi, nanti gue bagi rahasianya ke lo”

Lukas kembali memainkan teropongnya, memantau Airin yang ada di Gedung Putih yang jaraknya beberapa meter dari Gedung Utama.

“Lah kok masuk dia” Ucap Lukas tanpa sadar, setelah melihat Airin yang menjadi objek sasarannya berjalan masuk ke kelas. Padahal, Lukas belum puas dengan observasinya hari ini. Lukas memperbesar fokus teropongnya, mencoba memantau Airin lewat jendela kaca. Namun, sebuah tangan yang menepuk-nepuk pundaknya membuat konsentrasi yang ia bangun buyar.

“Apaan sih Gem, udah gue bilang jangan ganggu gue!” Lukas masih fokus dengan teropongnya, suasana kelas yang hening tak ia sadari. Hingga tangan yang menepuk-nepuk pundaknya tadi, bergerak menjewer telinganya.

“Aduh, duh, apaan sih…” kata-kata Lukas terhenti setelah melihat sosok yang menjewer telinganya.

“Ayah… hmm maksud saya Bapak, Pak ngapain disini?” tanya Lukas sedikit panik.

“Harusnya saya yang tanya, kamu ngapain berdiri disini? Kenapa gak duduk dibangku kamu? Itu teropong buat apa? Emangnya aturan sekolah membolehkan bawa barang seperti itu ke sekolah?” Lukas dihantam pertanyaan bertubi-tubi oleh Pak Sutar– guru kimia plus wakil kepala sekolah bidang kesiswaan yang terkenal galak dan tegas. Walau kalau dirumah takut istri juga.

“Aduh, tunggu pak, saya punya penjelasannya?” Lukas berusaha mencari alasan agar bisa terlepas dari jeweran maut Pak Sutar.

“Ini itu tugas pak, tugas Seni Budaya, observasi…”

“Tugas apa hah?” Pak Sutar memotong jawaban Lukas yang terlihat sangat berpikir mencari alasan.

“Tugas pencitraan… hmm maksudnya pengindraan jarak dekat.” Lukas salah menjawab, seharusnya pengindraan jauh, itu pun materi Geografi bukan Seni Budaya, tentunya jawaban ini tak mampu membuat Pak Sutar percaya.

“Gini aja, sekarang kamu ikut saya ke ruang guru, saya butuh validasi atas jawaban kamu. Kita temui Bu Corla, kalau kamu bohong kita langsung ke BK.”

Mampus gue! Lukas mengumpat dalam hati. Ia mulai panik, tapi tak bisa melakukan apapun.

***

Di Lorong Koridor menuju ruang guru Pak Sutar masih menjewer kuping Lukas.

“Aduh, du, duh… udah yah, sakit… yah… Ayah…” Lukas meringis kesakitan, berusaha melepaskan jeweran Ayahnya itu.

“Kan saya sudah bilang, kalau di sekolah jangan panggil Ayah. Panggil Pak seperti siswa yang lain.” Pak Sutar mengingatkan Lukas terkait kesepakatan yang mereka buat sebagai Ayah dan anak yang berada di satu instansi yang sama.

“Iya Pak… lagi pula semua orang udah tau juga, ini lepasin dulu deh jewerannya…” 

“Ya karena semua orang tau, justru kita harus bersikap profesional. Ayah disini memegang jabatan dan tanggung jawab, begitu juga kamu. Kas, kamu itu Kamtib, harusnya kamu bisa jadi contoh buat teman-teman kamu, biar mereka taat sama aturan sekolah. Lah, ini malah kamu yang melanggar aturan sekolah.” Bentak Pak Sutar tegas ke Lukas yang wajahnya terlihat muak.

Sejak awal masuk ke SMANSA, Lukas selalu di pandang sebagai anak Wakil Kepala Sekolah yang harus menjadi siswa yang baik, taat aturan, dan aktif. Padahal, jiwanya berbanding terbalik, ia harus menyembunyikan jiwa-jiwa panglima tempurnya yang nakal, jail, dan hobi berantem. Selama ini ia hanya berkamuflase dibalik jabatan Koordinator Razia Kamtib (Keamanan dan Ketertiban). Faktanya aturan sekolah masih sering dia langgar karena aturan diciptakan untuk dilanggar, ya kan?

“Ini ada apa sih pak?” Bu Corla, yang lebih sering disapa Bunda karena kedekatannya dengan siswa-siswi SMANSA hadir menengahi perdebatan Lukas dan Pak Sutar.

Lihat selengkapnya