November 2022
Andre sekarang sering memeriksa ponselku. Sebenarnya aku tidak menyukai hal itu, sebab dia belum menjadi suamiku. Namun apa daya, ponselku dialah yang membelikan. Masalahnya, Andre adalah seorang pencemburu. Apa yang kukira wajar, oleh dia akan dipermasalahkan. Apalagi dia punya cara pandang yang jauh berbeda denganku.
"Ini siapa, Ma?" tanyanya dengan wajah tidak santai. Kedua alisnya hampir bertaut.
"Apa lagi?" tanyaku cemas. Aku takut sekali kalau Andre sudah bertanya seperti itu. Bukan karena ada main di belakangnya, tetapi karena susah sekali memberi pengertian padanya.
Andre pernah marah setelah memeriksa Facebook-ku. Dia cemburu pada orang yang mengomentari fotoku belasan tahun lalu, bahkan sebelum aku menikah. Dia juga marah setelah membaca inbox sejak belasan tahun lalu.
Kubilang aku tidak pernah memeriksa data lama. Aku bahkan tidak ingat siapa-siapa saja yang pernah menggodaku. Namun, Andre tidak mau tahu. Dia memblokir banyak orang di semua media sosialku, bahkan di WhatsApp juga.
Kali ini Andre kembali murka. Penyebabnya adalah ketika dia tahu bahwa Alung, teman SenCi dulu, adalah mantan kekasihku, dan aku tidak pernah bilang padanya. Chat mesranya belasan tahun lalu jadi poin.
Pikirku, untuk apa? Semua sudah tidak ada artinya. Bukankah hatiku sudah milik dia seutuhnya? Namun, Andre merasa bahwa aku sudah tidak jujur padanya, bahwa aku masih ada rasa cinta pada Alung, bahwa kami masih sering berkomunikasi di belakangnya, bahwa kami sering bertemu tanpa sepengetahuannya. Konyol! Sungguh kekanak-kanakan! Andre bahkan memarahiku di depan Cio.
Andre pulang dari rumahku tanpa berpamitan. Sepeda motornya melaju dengan kencang. Hatiku tak nyaman. Yang dia tuntut selalu permintaan maaf, sedangkan aku enggan melakukannya. Aku merasa tidak berbuat sesuatu yang salah.
[Gua nggak nyangka lo ada main di belakang gua. Lebih baik gua yang ngalah daripada dikhianati. Maaf, gua punya luka batin dan gua nggak mau terluka lagi.]
Astaga! Jauh sekali pemikirannya. Alung sudah masa lalu, dan aku tak punya perasaan apa-apa lagi padanya. Ingat pun tidak. Namun, begitu sulit membuat Andre percaya. Banyak dari pernyataannya yang begitu menyakitkan.
[Kalau nggak bisa percaya, buat apa menjalin hubungan? Selesaikan aja sampai di sini.]