Dia Pergi

Dina Ivandrea
Chapter #18

Andre Sakit

Mei 2023

Andre sedang kurang enak badan, kepalanya sakit, tetapi dia menyangkalnya. Dia selalu bilang sehat jika bersamaku. Andre juga sudah ketergantungan denganku. Kami saling bergantung satu sama lain.

Masalahnya, Andre sekarang tidak punya mobil lagi, dan dia kurang berani mengendarai sepeda motor. Aku takut ada apa-apa dengannya. Pikiranku kalut. Bagaimana kalau dia oleng? Bagaimana kalau sakitnya tidak tertahankan sementara dia di tengah jalan? Bagaimana kalau dia ditabrak oleh atau menabrak sesuatu?

Aku gelisah dan mondar-mandir ke depan dan belakang tanpa sadar. Sebentar-sebentar kutelepon dia, tetapi tidak mengangkat. Sekalinya angkat telepon, dia sedang menawarkan produk kepada pemilik warung. Kutanya ada di mana dia tak menjawab. Dasar Andre jelek!

Andre pernah bilang, sewaktu remaja, dia dilarang membawa kendaraan roda dua oleh almarhumah maminya, katanya, kalau sampai kecelakaan, dia harus mati atau dia akan menyusahkan anak dan istri nantinya.

Itulah yang tertanam di benak Andre hingga dia dewasa. Ada rasa ketar ketir saat berkendara. Lain halnya kalau mengendarai mobil. Jam terbang yang cukup tinggi membuat Andre menjadi "raja jalanan". Dia bahkan menjadi ketua salah satu klub mobil se-Indonesia.

Sekarang Andre sedang senang-senangnya berjualan obat seperti Pak Alan yang mengaku penghasilannya bisa sampai 300 ribu rupiah per hari hanya dengan menawarkan obat dari toko ke toko. 

Andre yang oportunis tentu saja tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Sebab, pekerjaannya di bidang periklanan sedang sepi, bahkan hampir tak ada order masuk dua bulan belakangan. Andre bahkan sudah merumahkan semua karyawannya.

Aku jadi ingat ucapannya bahwa dia dikerjai oleh mantan istrinya. Namun, kupikir semua itu hanyalah imbas dari pandemi sekitar tahun 2020 sampai 2021. Entahlah. Bagiku, selama aku hidup aku pasti terpelihara. Tidak pernah dibiarkan-Nya aku tergeletak tanpa pertolongan. Namun, Andre berbeda. Nalurinya sebagai laki-laki mendorongnya untuk tidak banyak membuang waktu.

Andre hanya punya satu cita-cita, membahagiakan aku. Untuk itu dia harus giat bekerja sebab tabungannya semakin menipis. Aku banyak belajar dari cara Andre mengatur keuangan. Baginya, dia harus punya penghasilan bulanan untuk keperluan bulanan juga seperti bayar listrik, bayar sekolah anak, dan bayar cicilan ini dan itu.

Bersyukur, Andre punya penghasilan pasif dari bisnis kopi bersama temannya, walau tidak besar dan habis untuk membiayai anak-anaknya di Pematangsiantar.

Penghasilan dadakan juga terus dia upayakan demi kebutuhan rekreasi, makan-makan, atau kebutuhan tersier lainnya. Ke manapun dia pergi, dia selalu membawa laptop untuk membuat penawaran. Hanya saja, belum ada PO yang masuk lagi.

Itulah sebabnya Andre giat mencari penghasilan harian untuk makan, rokok, dan jajan anak supaya tidak mengganggu budget untuk pengeluaran bulanan.

Namun, sekali lagi, yang kukhawatirkan adalah kondisi kesehatannya. Andre pernah beberapa kali sakit dan kolaps karena gulanya terlalu tinggi. Dia juga pernah tidak sadarkan diri saat beristirahat di masjid. Beberapa kali aku merasakan firasat buruk. Kali ini juga.

Perasaanku benar-benar tak enak. Terlintas bayangan kejadian mengerikan yang kutepis tetapi datang lagi. Ponselku tak lepas dari tangan.

"Halo." Akhirnya Andre mengangkat teleponnya. Namun, suaranya berbeda.

"Mas, udah, pulang aja kalau badannya nggak enak. Katanya kepalanya pusing."

"Iya, pusing banget. Nggak tahan gua. Numpang tidur bentar, ya. Gua udah di dekat rumah, nih."

"Aduh. Gimana, ya? Di sini lagi ramai orang. Ada bapak-bapak lagi ngumpul. Nggak enak."

Lihat selengkapnya