Dia Pergi

Dina Ivandrea
Chapter #29

Makan Enak

April 2024

Ada banyak cerita yang sengaja kulewatkan hingga tahun berganti. Bukan tak istimewa, kami masih selalu bersama, mengendarai si Black ke mana kami suka, makan apa saja dan di mana saja kami mau, tertawa, bercanda, seolah waktu tiada ada batasnya bagi kami bertiga.

Kini, dua bulan sudah kami menempati rumah baru, rumah di mana Andre kecil tidur dan makan, hampir empat puluh tahun lalu. Rumah yang penuh kenangan dan air mata baginya, karena di situlah dia memeluk maminya untuk terakhir kali, sebelum terkena stroke dan dirawat di rumah sakit hingga berpulang, beberapa bulan kemudian.

Andre sudah mengerahkan beberapa tukang untuk membenahi atap yang bocor, pintu yang rusak, juga mengecat ulang temboknya dengan sisa cat dari proyek yang juga sudah selesai tepat waktu dengan hasil terbaik. Andre bahkan sudah beberapa hari tidur di rumah yang sudah lebih dari dua puluh tahun tidak dia sambangi. Dia telah berbuat yang terbaik untuk rumah itu, rumah yang akan menjadi tempat singgahku sebelum kami benar-benar enyah dari Bekasi.

Rumah tiga kamar itu, dulunya jadi basecamp Andre, Budi, dan banyak anak-anak lainnya untuk nongkrong. Andre bahkan sudah bisa menghasilkan uang sendiri dengan membuka rental PlayStation dan membuka jasa service komputer di usia SMA, ketika remaja lain masih menadahkan tangan kepada orang tua mereka.

Andre bahagia bisa mengembalikan kecantikan rumah itu, seperti kecantikan pemiliknya dulu. Dia bersyukur untuk itu. Itulah sebabnya hari ini dia mengajak kami ke mal Bekasi Barat untuk makan di restoran berkonsep all you can eat. Ya. Ini adalah bentuk dari ucapan syukur atas pertolongan Tuhan yang telah dilimpahkan kepadanya, kepadaku juga—Andre sudah menyumbangkan sebagian uangnya ke masjid dan juga ke gereja, atas namaku.

Hari-hari ini aku dan anakku sedang menikmati kebahagiaan yang begitu melimpah, mulai dari perayaan ulang tahun Cio seminggu lalu, acara manasik haji anak-anak TK se-kecamatan dua hari kemudian, pindahnya kami ke rumah baru di awal tahun, dan sekarang kami mau makan enak. Bagiku, tidak ada yang lebih membahagiakan selain pergi makan bersama orang tersayang.

Andre banyak memberikan kejutan dan kebahagiaan untuk aku dan Cio. Di sepanjang perjalanan tadi aku terus teringat sesuatu yang mengusik ingatanku tentang Andre di mata Cio, ketika dia berhadapan dengan teman sekolahnya.

Waktu itu kami sudah sampai di kawasan industri untuk acara manasik haji dan sedang menunggu giliran masuk. Andre tiba-tiba menelepon dan meminta maaf karena tidak bisa mengantarkan kami sampai di bus karena ada pekerjaan. Bus kami memang berangkat pagi sekali, sekitar pukul 6 pagi. Aku diantar oleh suaminya Ziva yang mau sekalian berangkat bekerja.

Kukatakan tak apa. Lagi pula, kalau dia mengantar kami, nanti bisa jadi pertanyaan, sementara Cio seolah tidak ingin memunculkan Andre di hadapan teman-teman sekolahnya.

Lihat selengkapnya