Dia Pergi

Dina Ivandrea
Chapter #32

Babak Baru Tanpa Dia

Ini pertama kalinya aku membawa sepeda motor hingga ke jalan besar. Mau bagaimana lagi? Di rumah, aku tidak bisa berpelukan dengan Andre. Cio sengaja kutaruh di dalam mobil agar aku punya alasan untuk keluar.

Mobil melaju perlahan dan aku mengikutinya dari belakang. Di dekat patung gajah, mobil belok kiri dan berhenti. Seisi mobil keluar untuk berfoto bersama. Setelah itu mereka menyingkir dan menyebar ke sekitar patung, seolah memberi ruang untukku dan Andre untuk saling mengucapkan kalimat perpisahan.

Tanpa canggung atau malu dilihat keluarga, Andre memelukku erat-erat, menciumi wajahku mulai dari dahi hingga bibir, lalu memeluk lagi sambil mengusap punggungku.

"Sayang papi, baik-baik, ya, di sini. Kamu sendirian di sini, tapi papi nggak akan tinggal diam. Kalau ada apa-apa langsung kabarin papi, ya. Papi akan segera jemput kamu," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Iya, Pi. Kamu juga baik-baik, ya, di sana. Kalau ada apa-apa ngomong. Rey, Yos, Ziva, sama Mama udah aku pesan buat jagain kamu."

Aku sudah kembali kuat, tetapi dia tidak. Terbayang betapa sesaknya dia menjalani hari-hari tanpaku. Aku sendiri tidak tahu akan sampai kapan aku di sini. Mungkin kelas tiga nanti akan kupindahkan lagi anakku ke Bekasi. Namun, semua itu seakan percuma selagi jalan kami tertutup. Entahlah. Belum bisa berpikir sejauh itu.

Aku sendiri bukan orang yang gigih memperjuangkan keinginan. Aku terbiasa mengorbankan diriku, perasaanku, demi apa yang dianggap lurus.

Cio menghampiri kami. Aku seperti diingatkan bahwa waktunya sudah habis. Kucium punggung tangan Andre, kubalik tangan penuh kasih itu dan kucium lagi telapak tangannya. Lalu, aku menaiki sepeda motorku dan menyalakan mesinnya sambil mendengar wejangan dari Mama.

"Dibetah-betahin aja dulu, ini, kan, cuma supaya bapakmu lega. Nanti kalau mau balik lagi ya gampang, tinggal calling," kata Mama. Aku tahu beliau cuma sedang menenangkan hati kami, aku dan Andre.

"Mbak. Hati-hati. Motormu ini dibeli cash, loh. Nggak ada asuransinya, kecuali kamu bikin. Kalo sampe hilang, nangis kamu," imbuh Rey sambil menepuk punggungku.

"Siap," kataku.

Kepada ibu dan adik-adikku, aku sudah menyalami dan memberi kalimat perpisahan, tetapi kepada laki-laki berkemeja kotak-kotak hitam putih yang tak bisa menyembunyikan kesedihannya itu, aku seakan tidak menemukan kata untuk mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya.

Kutarik gas dan kutinggalkan mereka, sebab itu yang Andre minta, padahal aku ingin melihat mobilnya hingga menghilang di kejauhan. Andre membukakan jalan untuk aku dan Cio lewat. Kami belok kanan, menyusuri jembatan, lalu belok kiri, dan berhenti. Lumayan, masih kudapati bagian belakang mobilnya.

Lihat selengkapnya