Di meja makan ada beberapa makanan saji yang telah kamu siapkan untuk keluargamu. Ini di luar dugaan. Ayah dan Ibumu memutuskan untuk cepat-cepat berkunjung ke rumahmu-seperti tidak sabar untuk mengetahui bagaimana tentang kabarmu. Awalnya kamu sangat panik dengan kedatangan mereka. Namun dalam lubuk hati seorang anak, pasti akan ada rasa senang dapat melepas rindu kepada orang tua.
"Jadi, berapa hari Ayah dan Ibu akan tinggal di sini?" tanyamu penasaran.
"Tidak lama. Beberapa hari ke depan, kami akan pergi lagi," jawab Ayahnya.
"Bagaimana kabar Ayah dan Ibu di sana? Apa semuanya baik?"
"Baik. Ternyata dinas di sana akan bertahan beberapa tahun ke depan nanti."
"Lalu bagaimana pekerjaan di sana? Apakah Ayah betah?"
"Kalau tidak betah pun harus tetap betah, Jo," sahut Ibumu dengan begitu lembut seraya tersenyum padamu. Wajar saja, garis senyum itu membuatmu terasa betah saat memandangnya. Karena kamu memang sudah lama tak berjumpa dengan mereka.
Kamu tersenyum, "Ibu benar. Sekali pun tak betah, memang tidak bisa negosiasi untuk pindah, 'kan?"
"Itu kamu tahu, Jo," ucap Ayahmu.
"Lalu apakah kamu sudah mempunyai pasangan, Jo?" tanya Ibumu.
Memang sudah saatnya, jika kamu mendapatkan seorang pasangan. Yang diinginkan kedua orang tuamu, sudah pasti sebuah pemberkatan pernikahan antara dirimu dan juga kekasihmu. Namun siapa yang tahu akan jodoh seseorang? Seorang penerawang sekali pun dapat melakukan kesalahan saat dia mencoba untuk memasuki ramalannya.
"Jangan tanyakan itu, Bu. Aku sedang berusaha mendekati seorang gadis," sahutmu malu-malu.
"Benarkah?" tanya ibumu dengan penuh rasa penasaran.
"Tetapi gadis itu memiliki beberapa aturan yang ketat. Aku tak bisa menjangkaunya sangat dekat," jawabmu dengan nada kecewa.
Ibumu tersenyum sambil mengelus rambut pendek di dahimu, sehingga membuatnya menjadi berantakan. Kamu pun merapikan rambutmu kembali, karena tidak suka dengan hal-hal tidak rapi.
"Jangan mengacak-acak rambutku, Bu. Nanti tanganmu kotor karena minyak rambut," eluhmu. Namun tak bisa memungkirinya, bahwa kamu pun merasa sangat bahagia bertemu dengan mereka. Rindu canda tawa bersamanya.
"Seorang gadis memang sulit, Jo. Kamu harus pandai merayunya agar semakin dekat denganmu. Apalagi jika gadis itu pendiam seperti Ibu dulu. Ayahmu sulit buat dekati Ibu. Ibu masih ingat bagaimana dia mendekati Ibu untuk menjadi istrinya." Ibunya bercerita kepadamu. Kamu tersenyum mendengar kisah perjalanan cinta orang tuamu saat ini, terdengar masa lalu yang indah. Mungkin kamu berharap bahwa cerita mereka akan sama denganmu. Semoga saja.
"Marga apa gadis yang kamu sukai, Jo?" tanya Ayahmu.
Pertanyaan itu membuat senyumanmu memudar secara perlahan. Kamu sejenak terdiam memikirkannya. Gadis yang kamu sukai bahkan tidak mempunyai marga keluarga keturunan dari nenek moyang mereka. Bagaimana bisa kamu menjelaskan tentang gadis keturunan Mesir itu? Kamu bahkan sama sekali tidak mengenalnya dengan benar, hanya sebatas menatap dan memperhatikan gadis itu dari arah kejauhan. Kamu tak dapat mengungkapkan tentang gadis itu pada mereka, karena jika itu terjadi, hal tersebut akan sangat sulit diterima.
"Ayah jangan khawatir. Kalaupun sudah dekat, nanti akan aku ceritakan pada Ayah dan Ibu. Aku tak pernah menyembunyikan hal apa pun dari kalian. Jikalau pun aku menyembunyikannya, pasti akan cepat ketahuan, 'kan?"