Dia Sekala

al
Chapter #2

01

Langkah kakiku pagi ini membawaku melangkah menyusuri trotoar di sepanjang jalan di pusat kota Jakarta. Aku bisa melihat gedung pencakar langit yang menjadi tujuanku sudah terlihat di depan mata. Hanya tinggal beberapa meter lagi dan aku akan segera sampai ke tempat tujuanku.

Sapaan pagi dari seorang security menyambutku saat kakiku memasuki sebuah gedung apartement yang menjadi tujuanku pagi ini. Aku sudah sangat hafal dengan gedung apartement ini karena sudah menjadi rutinitasku hampir setiap pagi untuk datang mengunjungi seseorang yang tinggal di salah satu unit apartement yang bisa dibilang mewah ini.

Sejak beberapa bulan belakangan hampir setiap hari aku akan berkunjung ke tempat ini. Semua bermula saat aku memutuskan untuk tinggal tak jauh dari gedung apartement ini.

Jariku dengan lihai menekan beberapa digit angka yang sudah kuhafal di luar kepala -tanggal ulang tahun seseorang yang tinggal di dalam unit ini-. Untuk ukuran pasword pintu apartement, seseorang yang ada di dalam apartement ini memiliki pemikiran yang sederhana. Biasanya orang-orang akan membuat pasword yang akan sulit ditebak, tetapi seseorang ini memilih untuk menggunakan tanggal lahirnya yang sudah dihafal banyak orang untuk pasword keamanan apartementnya, benar-benar sederhana. 

Saking seringnya aku berkunjung, aku bahkan sudah tidak terkejut melihat apa yang ada di dalam apartement ini. Rasanya seperti masuk tempat pembuangan sampah karena banyaknya bekas bungkus makanan ringan dan kertas yang berserakan di seluruh ruangan. Dia pasti bergadang menyelesaikan tugas lagi hingga membuat apartement ini berantakan. Sudah menjadi kebiasaan laki-laki yang juga kekasihku ini mengerjakan tugas dengan sistem kebut semalam dan memberantakkan seluruh apartementnya.

"Kal..." Teriakku memanggil Sekala, pemilik apartement ini. "Kamu udah bangun belum?" Lanjutku memanggil Sekala yang masih ada di dalam kamar.

Sekala pasti masih tidur dan aku sudah bisa menebaknya hanya dengan melihat situasi di dalam apartement ini. Aku datang bukan untuk membangunkannya, aku datang untuk melihatnya mengingat semalam dia tidak membalas pesanku.

Hingga sekarang aku terkadang masih dibuat bingung tentang fakta bahwa aku adalah kekasih Sekala. Sekala Antareksa adalah kekasihku, apa kalian terkejut dengan fakta ini? Aku harap tidak karena dia memang kekasihku.

Aku mengenalnya 2 tahun lalu saat penerimaan mahasiswa baru di kampusku. Aku salah satu panitia penerimaan mahasiswa baru yang saat itu sedang mengawasi Ospek, sedangkan Sekala, dia adalah mahasiswa baru yang sejak hari pertama masuk kampus sudah membuat gempar.

"Teteh disini?" Sebuah suara menghentikan aktifitasku yang sedang membereskan bungkus makanan ringan di ruang tengah. "Aku nggak minta teteh kesini deh perasaan," lanjutnya sambil melangkah menuju ke dapur.

"Kamu nggak ngabarin aku, makanya aku kesini," jawabku. "Lagian sejak kapan aku harus ngabarin kamu dulu kalau mau ke sini?" Aku melangkahkan kakiku mendekatinya yang sedang meminum air mineral dari dalam kulkas.

Fakta yang harus kalian tahu dari Sekala dan aku adalah, Sekala berusia lebih muda tiga tahun dariku. Dia yang paling muda diantara teman-teman seangkatannya karena ikut akselerasi saat SMA. Jadi jangan heran jika sewaktu-waktu Sekala memanggilku "teteh" karena aku memang dari Bandung.

"Semalem aku lembur tugas maket, aku kira dikumpulinnya masih minggu depan, ternyata hari ini harus dikumpulin," jawabnya menjelaskan.

"Makanya kalau ada tugas langsung dikerjain. Kan repot kalau ditunda-tunda trus keteteran kayak gini." Balasku sambil mengeluarkan bubur ayam dari plastik yang aku bawa.

"Namanya juga lupa." Sekala memanyunkan bibirnya kesal.

Ingatkan aku untuk memukul kepalanya setelah ini karena Sekala yang sedang merajuk benar-benar membuat jantungku berdegup kencang. Sekala memang unik, dia tidak pernah segan untuk menunjukkan banyak ekspresi dihadapanku dan bahkan dihadapan teman-temannya yang lain. 

Aku jadi ingat bagaimana pertama kali aku bertemu dengan Sekala. Saat itu hujan sedang turun dan aku bersama beberapa temanku juga mahasiswa baru dibawah pengawasanku harus berteduh di sebuah aula terbuka yang cukup besar di area kampusku.

"Maaf kak, saya ikut neduh disini ya." Aku menoleh saat suara seorang laki-laki menyapa indra pendengaranku. Di sebelahku, seorang laki-laki dengan rambut warna putih perak berdiri dengan topi kerucut dan beberapa pita yang menguncir rambutnya. Dia melanggar peraturan Ospek dengan mewarnai rambutnya, pantas jika rambutnya kemudian dikuncir dengan pita warna-warni.

"Silahkan.." Jawabku singkat saat itu.

"Kakak nggak capek apa berdiri terus? Saya aja capek kak." Aku menoleh lagi dan dia masih memandang kedepan dan terus berceloteh. "Saya jadi rindu makan indomie rebus ayam bawang buatan nenek saya." Lanjutnya sambil mengerucutkan bibir. Sepertinya dia sedang kesal, pikirku saat melihatnya.

Lihat selengkapnya