Aku baru saja selesai dengan kelas kuliahku ketika seorang laki-laki yang sangat aku kenal datang menghampiriku. Dia Dikta, salah satu juniorku, sahabat Sekala yang kemana-mana selalu berdua. Bagi yang belum mengenal Sekala dan Dikta, melihat kedekatan mereka pasti akan merasa aneh memgingat mereka cukup sering melakukan skinship. Aku bahkan pernah mendengar kabar burung yang mengatakan bahwa Sekala dan Dikta adalah pasangan sesama jenis. Aku tidak mempermasalahkannya dulu, toh saat itu kami belum memiliki hubungan dan yang jelas itu hanya kabar burung saja.
"Teh.." Dikta memanggilku pelan setelah berjarak tak jauh dari ku.
"Kenapa Ta?" tanyaku to the point.
"Ini," Dikta menyerahkan sebuah bungkus padaku. "Sekala nitip ini, dia lagi sibuk di sekre jadi tadi minta tolong gue buat beliin teteh makanan, sekalian gue beli buat anak-anak." Jawab Dikta panjang.
Aku menerima uluran kantong plastik putih berisi makanan. Ada sebungkus nasi padang dengan sebuah teh botol lengkap juga beserta kerupuk ada di dalamnya. Seingatku tadi pagi Sekala memang mengajakku untuk makan siang bersama, tapi sepertinya dia sedang sibuk di organisasi. Sebentar lagi akan ada kegiatan penerimaan mahasiswa baru, jadi aku cukup mengerti bagaimana kesibukannya sebagai presiden mahasiswa fakultas mengingat akupun pernah mengalami menjadi anggota himpunan mahasiswa.
"Kalian sibuk banget ya?" tanyaku diangguki oleh Dikta.
"Sekala dari kemarin tegang mulu, proposal buat penerimaan mahasiswa baru nggak di-acc, jadi ya...dia stress gitu teh," jawab Dikta menjelaskan.
"Aaahhh...paham deh kalo gitu," Aku memahami penjelasan Dikta. "Kamu mau balik ke Sekre?" Dikta menganggukkan kepalanya.
"Teteh mau nitip sesuatu?" tanyanya seolah paham dengan yang aku pikirkan.
"Iya, bentar ya.." Aku menggeledah tas yang aku pegang, mencari sesuatu yang memang sudah aku persiapkan untuk Sekala. "Tolong kasih vitaminnya ke Sekala ya Ta, tuh anak kalo nggak diingetin suka lupa diri," jawabku tersenyum kecil.
"Oke teh, kalo gitu gue langsung balik ke sekre ya teh, takut Sekala ngamuk kalo wakilnya kelayapan mulu. " Dikta nyengir lebar padaku sebelum kemudian berlalu pergi dari hadapanku.
Sudah seminggu ini aku tidak bertemu Sekala karena kesibukan kami. Aku cukup sibuk dengan banyak tugas yang menyita banyak waktu, sedangkan Sekala sangat sibuk dengan kegiatan organisasinya. Kami hanya intens berkomunikasi melalui pesan dan video call saja. Seharusnya hari ini kami bisa bertemu lagi, tetapi sepertinya harus ditunda karena kesibukan Sekala.
"Sekala nggak kesini?" sebuah suara mengagetkanku dari belakang. Gista, sahabatku, berdiri disampungku setelah bertanya. Diantara semua teman dan sahabatku yang lain, Gista adalah orang yang paling tahu bagaimana perjuangan Sekala untuk berpacaran denganku.
"Sibuk di sekre," ucapku menjawab pertanyaan Gista.
"Tuh anak juga mau-mauan aja di suruh maju jadi presma fakultas." Gista berseloroh heran.
Untuk ukuran anak semester empat, Sekala memang tergolong cepat untuk menjadi presiden mahasiswa fakultas, biasanya seumuran Sekala paling banter jadi ketua himpunan jurusan. Sejak jadi mahasiswa baru, Sekala memang langsung menjadi pusat perhatian, selain karena penampilannya yang nyentrik dan sering sekali mendapat hukuman, Sekala juga sangat pandai dan bijaksana. Dia satu-satunya mahasiswa yang saat itu berani maju untuk berpendapat setelah merasa kegiatan ospek sangat memberatkan mahasiswa baru.
Aku ingat, saat itu Sekala dengan berani maju kedepan menginterupsi ketua komdis hanya karena tidak terima dengan hukuman untuk kesalahan mahasiswa baru. Sekala hampir saja menjadi bulan-bulanan anggota panitia penerimaan mahasiswa baru karena keberaniannya. Beruntung karena seorang dosen pembimbing yang turut ikut dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru saat itu segera menangahi.
Selepas hal menegangkan itupun Sekala dengan keberanian dan jiwa kepemimpinannya maju menjadi perwakilan mahasiswa baru dalam diskusi antara panitia penerimaan mahasiswa baru, mahasiswa baru dan pihak universitas, hasilnya benar-benar menakjubkan karena bisa selesai dengan damai dan solusi yang adil bagi semua pihak. Sejak kejadian itu, semua mahasiswa diangkatannya benar-benar respect dan segan pada Sekala, bahkan tak sedikit mahasiswa senior yang juga respect padanya. Tak heran jika akhirnya dia mendapat banyak suara saat pemilihan presiden mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Sosial tempat Sekala belajar.
"Kantin kuy!" Gista mengajakku pergi ke kantin ditengah-tengah lamunanku.
"Kuyyy..." balasku lalu kami memutuskan untuk pergi ke kantin.
Kami masih ada satu kelas kuliah lagi setelah jam makan siang, jadi kami memutuskan untuk makan ke kantin fakultas daripada harus keluar kampus. Lagipula aku juga malas jika harus keluar dari kampus di tengah cuaca panas hari ini.
***
Sebungkus nasi padang telah habis ku makanntanpa tersisa. Sekala selalu tahu apa yang menjadi favoritku dan aku menyukainya. Tak hanya sekali ini saja Sekala membelikanku makanan saat dia tidak bisa menemuiku. Aku bersyukur meski sibuk, Sekala masih tetap peduli padaku.
"Sekala nggak hubungin kamu?" Gista bertanya padaku tepat setelah aku selesai dengan tegukan terakhir teh botolku.
"Belum, mungkin dia sibuk," balasku.
Sekala bukan tipe orang yang akan mengabaikan kekasihnya. Yang kutahu selama ini, Sekala hanya akan mengabaikanku saat dia sedang melakukan tiga hal, game, tugas dan organisasi. Bahkan ketika sedang berkumpul dengan teman-temannya pun Sekala akan selalu melaporkannya padaku tanpa aku minta.
Sekala itu unik, bukan cuma sifatnya tetapi juga kebiasaannya. Akan sangat mudah mengenali Sekala hanya dengan melihatnya. Apa yang terjadi padanya akan mudah diketahui hanya dengan perubahan kebiasaannya saja. Sekala itu ibarat botol kaca bening transparan yang dalam sekali lihat akan ketahuan isinya.
"Teh.." lagi-lagi sebuah suara terdengar dari kejauhan. Aku melihat Gendis dan Gita, teman sekelasku berjalan kearahku dengan antusias. Ada sesuatu yang sepertinya ingin merrka tunjukkan padaku.
"Kenapa?"
"Lihat!" Gendis menunjukkan ponselnya padaku. Aku menerimanya dengan bingung, untuk apa Gendis yang kukenal sanhat pelit meminjamkan barang menyodorkan ponselnya padaku.