Dia Teman Dekatku, Dulu

Fadel Ramadan
Chapter #3

Bus Tingkat

Tumpangan umum selalu ramai, desak-desak orang tak dikenal, pengap rasanya bila berada dalam bus tingkat.

Menjadi salah satu benda modern tahun 80-an, terkenal dengan bentuknya yang klasik, selalu memenuhi jalanan kota metropolitan, mulai menjajah jalanan sejak fajar.

Di sinilah kami, dalam kurungan berjalan, penuh dengan ragam orang yang punya satu tujuan, tak hirau latar belakangnya, mereka hanya sedang mengais nafkah, atau pun belajar di pusat jantung negara.

Menjadi pelajar rantau di kota tetangga, datang dengan harapan dan tekad, persetan dengan segala kata orang bila anak pelosok tak bisa kuliah.

Walau datang tanpa kenalan, jarangnya koneksi untuk bertahan dalam gempuran orang dalam, tak bisa memutus semangatku tuk kuliah.

Mamak di kampung bilang, jangan mengenal cinta sampai lulus kuliah, bila sanggup menahan syahwat, tahanlah sampai bekerja, sebab Mamak berpesan, "Menikahlah jika mampu, bukan agar terlihat mampu."

Bagiku yang besar tanpa mengenal dekat seorang gadis, serasa pesan itu hanya pesan gampangan dari Mamak, sama seperti ketika Mamak memerintahku untuk rajin sembahyang, tak tahu Mamak bila aku anak saleh yang rajin ibadah, sudah kutunaikan lima waktu tanpa putus.

Kilat selalu lebih awal menggeragas sebelum gertakan petir menyambar, begitulah faktanya. Fakta bila kilat itu berhasil menggeragas hatiku, lantas petir darinya serasa menyambarku. Dia seolah cerdik dalam menarik anak adam, cukup untuk menjadikan dia sebagai 'anak hawa' yang dapat disandingkan olehku 'si anak adam'.

Lihat selengkapnya