Dia Teman Dekatku, Dulu

Fadel Ramadan
Chapter #11

Satu Malam, Seribu Kata (2)

Sudah semakin jelas rasanya. Aku telah menjadi sosok yang baru. Semisal saat sebelum dan saat sedang menjalin hubungan pertemanan dengan Aristi, aku ialah orang yang labil. Lalu saat kehilangan Aristi dan Mamak, aku menjadi orang yang keras kepala dan egois. Lantas saat inilah aku menjadi orang yang berdamai dengan segala hal, menjadi orang yang sabar.

_____

Aku membuka pintu kamar dengan kunci manual. Maklumilah, ini adalah harga keamanan yang disediakan hotel bintang satu. Menoleh di lorong lantai dua ini, hanya ada empat kamar, di lantai bawah kurasa hanya ada lima kamar.

Saat terbuka, kamar hotel ini cukup nyaman, dan aku terkejut betapa luasnya kamar ini, maksudku... Mereka mengeluarkan banyak dana untuk perluasan kamar mandi pribadi.

Terdapat AC, aroma kopi sebagai pengharum ruangan, ranjang single bed—inilah puncak bencananya. Dan aku cukup bersyukur saat tahu kamar hotel ini memiliki sofa.

Televisi layang-layang tampak menganggur di atas bufet kecil yang ditumpangi pengharum ruangan, hiasan bunga, remot TV dan asbak yang masih bersih.

Kondisi basah kuyup ini segera membuatku ingin cepat-cepat berlindung di bawah selimut hotel yang tebal.

Sebelum itu, aku perlu membersihkan diri. Namun kurasa nona muda itu cukup kedinginan untuk berlama-lama basah kuyup. Maka kupersilakan dia mendahuluiku.

Dia mengangguk, masuk ke dalam, mengunci rapat pintu, sementara aku meraih remot TV di atas bufet, menyalakan TV, duduk di ujung ranjang, mulai bersyukur karena pakaianku seperti mengering karena udara AC.

Jendela kamar ini langsung menghadap jalanan Yogyakarta, senang-sedih-bersyukur rasanya saat aku mengintip aktivitas orang-orang yang sedang sibuk melawan hujan—bukan maksud secara harfiah.

Beberapa tukang ojek mengenakan kostum corporation-nya sedang berjuang mengantar pesanan makanan, anak-anak muda yang sedang menghabisi waktu petang dengan berhujan-hujanan, pedagang kaki lima yang sedang menguatkan payung toko kecilnya—tetap berharap seseorang akan datang membeli dagangannya walau hujan. Juga sepasang ayah-anak sedang meringkuk di pekarangan ruko-ruko yang tutup.

Suara wanita pembawa berita asik membawakan berita-berita bagus dan ter-update. Aku seksama mendengar suara presenter wanita itu, sambil duduk menghadap jendela. Termenung sungguh dalam. Merasa seperti telah melalui banyak hal dalam tiga hari ini, saat ketika perawatku datang di dalam kehidupanku.

Selama tiga hari ini, aku melanggar pantangan dari dokterku, yaitu jangan lupa meminum obat. Itu karena aku tidak suka minum obat, bagiku rasanya tak enak, lalu perawatku juga tidak memberiku obat itu, seperti... Ya sudahlah, jika aku tak suka minum obat itu, maka buang saja jauh-jauh.

Lihat selengkapnya