Dia yang Menumpang

Bunga Alfi Firdausy
Chapter #1

Malam Pertama

"Aku yang gagah ini, setiap hari makan menumpang istriku" 

Demikian aku seorang lelaki bertubuh kecil dan tidak cukup tinggi, tampak sedikit rasa bangga pada raut wajahnya.

***

Tepat tiga puluh hari sejak kepindahanku ke kota ini, aku menikah. Tidak banyak yang bisa kuceritakan tentangnya yang baru saja kuikrarkan. Karena memang aku belum lama mengenalnya, belum sebulan. Pernikahan ini tidak dipaksakan, tidak dijodohkan. Tapi memang harus segera, mau bagaimana lagi, daripada malu. 

Sebetulnya hari ini begitu melelahkan. Berdiri, sebentar-sebentar duduk, menyalami entah berapa banyak undangan yang datang. Keluarga memaksaku untuk dipajang begini, pakai didandani juga. Padahal kemarin-kemarin juga tidak kalah melelahkan. Lamaran, akad, hingga walimah. Belum lagi ndeplok tetel sampai berjam-jam. Alhamdulillah semua telah terlewati. Biar lelah, malam ini semua harus tuntas. Bismillah...

***

Lalu lalang para kerabat dan tetangga belum juga usai mengakhiri rangkaian panjang acara pernikahan ini. Aku bersyukur telah sampai di titik ini, di hari ketiga puluh di kota ini, aku menggenapi separuh agamaku. 

Sejujurnya tidak banyak yang bisa kuandalkan selain ilmu dan niat. Di kota yang begitu jauhnya dari tempat kelahiranku, tanpa sanak saudara di sini, ku mulai perjalanan panjang mengukir sejarah kisahku sendiri.

Pukul sepuluh malam, suasana telah sepi. Suara jangkrik terdengar ramai, meributi pikiranku yang tengah menyusun hal-hal yang perlu kutunaikan malam ini. Baiklah, sepertinya memang aku harus masuk sekarang. Lagipula aku sudah rindu pada senyum manisnya, juga kerling matanya yang menyilaukan hati. 

Setelah membersihkan diri, segera aku memasuki kamar istriku, Naila.

"Assalamualaikum, istri...," ucapku sembari menggodanya.

"Wa alaikum salam , suami...." Dia menjawab sambil terkekeh, diikuti tawa renyah yang menampilkan lesung pipinya.

Aku masih berdiri di dekat pintu. Agaknya, tawanya barusan berhasil menghipnotis. Namun tak lama, ia segera menghampiriku kemudian meraih tanganku, menutup pintu lalu menggiringku duduk di tepian ranjang. 

Ia mengenakan gamis panjang berwarna kuning cerah. Membuatnya tampak segar. Rambutnya dibiarkan tergerai di bahu. Begitu manisnya bidadariku ini, begitu Murah hatinya Allah memberiku istri yang menyejukkan mata. 

"Dek...," sapaku mencoba memulai pembicaraan.

"Ya...," sahutnya lembut.

"Em... ada yang perlu ku tunaikan malam ini, kepadamu. Aku ingin memulainya malam ini, di awal pernikahan ini. Sudahkah kamu siap?"

Lihat selengkapnya