Rusmini urung mengunci pintu. Dia justru menariknya ke belakang sampai terbuka penuh. Tampak beberapa laki-laki berdiri di depannya. Rusmini tidak sempat memandang ke semua orang yang mengerubungi karena perasaan takut dan ngeri memenuhi dadanya. Dia mengenal dua di antara laki-laki itu adalah tetangga desanya, mereka tinggal tidak jauh dari rumah Rusmini.
Para laki-laki itu saling pandang tanpa berkata apa-apa. Seolah-olah mereka tengah melempar isyarat-isyarat mencurigakan. Lalu mereka memandangi Rusmini lagi.
Rusmini mengumpulkan keberaniannya yang tercerai-berai. Dia berkata ibunya pergi ke rumah Anggoro.
Salah satu laki-laki itu, yang berada di barisan kedua muncul dari balik orang-orang yang berdiri di depan. Laki-laki itu terlihat masih muda, kisaran tiga puluh tahunan. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Waluyo. Waluyo mengaku sebagai teman Anggoro, Waluyo sengaja mencari kediaman calon istri dan calon mertua Anggoro.
Rusmini bingung. Keperluan apa gerangan yang membuat Waluyo, yang mengaku teman Anggoro itu mencari rumahnya. Mestinya Waluyo mendatangi rumah Anggoro, bila mungkin mempunyai urusan yang menyangkut Anggoro. Rusmini tidak mengatakan apa-apa. Dia diam menunggu karena tidak mengerti apa yang mereka cari. Rusmini bertambah bingung memikirkan siapa Waluyo di depannya itu. Semasa hidupnya, Anggoro tidak pernah menyebutkan nama Waluyo. Teman dari mana, kenal di mana.
Salah seorang lain, bapak tua yang rambutnya sudah beruban maju menyejajari Waluyo. Bapak tua itu meminta Rusmini ikut ke balai desa. Ada pos garnisun di sana, Rusmini diminta menghadap dan memberi keterangan.
Rusmini mundur-mundur. Dia tidak ingin pergi ke manapun. Tidak tanpa ibunya. Rusmini tidak percaya pada satu pun di antara laki-laki itu, termasuk pada dua tetangganya. Rusmini memikirkan cara untuk melarikan diri atau menghindari mereka. Seperti yang dikatakan, Rusmini tidak mau pergi tanpa Martinah.
Diam-diam Rusmini menyadari kejanggalan, tidak ada kepala desa atau kepala dusun bersama orang-orang itu. Tidak ada pula perangkat desa yang lain, setidaknya sosok yang membuat Rusmini percaya ada panggilan dan kewajiban hadir di balai desa. Rusmini berkata, dia akan menyusul ibunya di rumah Anggoro. Setelah itu, mereka akan ke balai desa bersama-sama.
Para laki-laki itu saling berpandangan lagi. Mereka melempar isyarat-isyarat tanpa suara. Rusmini semakin yakin ada sesuatu yang tidak benar, ada sesuatu yang terjadi dan dia tidak mau bertindak bodoh. Rusmini bukan gadis tak berpendidikan. Dia tamat sekolah menengah pertama dengan predikat siswi unggulan.
Seandainya Tejo punya biaya, dia pun ingin menyekolahkan Rusmini ke sekolah menengah umum. Namun, penghasilan dari mengajar mengaji tidak seberapa, kadang justru ada yang tidak memberikan upah sama sekali dengan alasan tidak punya uang. Tejo terlalu mencintai pekerjaannya sebagai guru ngaji, sampai tidak terpikir untuk tegas meminta upah lelah telah mengajari anak-anak kecil di dusun tempat tinggalnya.