Dua hari setelah Rusmini menerima uang dari Waluyo, dia berusaha menemukan laki-laki itu. Bahkan, Rusmini sengaja lewati balai desa dan pos garnisun ketika hendak berkeliling ke desa-desa lain. Dia pun takut akan terjadi sesuatu setelah menerima uang itu. Rusmini tidak enak tidur, makan pun tak selera sebab terus merasa bersalah. Rusmini bahkan mengutuk diri mengapa dia mau-mau saja memercayai ucapan Waluyo.
Pemikiran Rusmini sebenarnya sederhana. Mungkin Waluyo, bapaknya, dan juga kepala desa tahu bahwa Rusmini orang miskin, begitu pun kenyataannya. Rusmini bukan hendak menyembunyikan kemiskinan yang dialaminya, barangkali orang lain melihatnya dengan sangat jelas. Justru, Rusmini pikir Martinah akan senang mengetahui Rusmini mendapatkan tambahan uang dalam jumlah lumayan. Hitung-hitung bisa untuk menambah bayar bunga uang yang dipinjam dari rentenir.
Namun, perkara uang itu, ternyata justru merepotkan. Celakanya, Waluyo tidak tampak di pos garnisun. Hanya para garnisun yang justru menggoda-goda Rusmini ketika lewat dan sengaja memelankan laju sepedanya. Rusmini tahu para garnisun itu tidak benar-benar tertarik, mereka hanya iseng dan mungkin kurang hiburan. Sejauh Rusmini mengamati, yang dia cari justru hilang bak ditelan bumi. Rusmini terpaksa membawa uang itu ke manapun dia pergi.
Rusmini sudah cukup jauh melintasi pos garnisun ketika dia berpapasan dengan Jarwo. Rusmini terus mengayuh sepeda seraya pura-pura tidak menyadari sepeda motor Jarwo yang datang dari arah depan. Keduanya bersisian begitu saja. Rusmini lega, kecemasan tanpa alasan membuatnya takut setiap kali melihat Jarwo. Namun, anehnya perasaan takut itu tidak ada ketika Rusmini bertemu dengan Waluyo. Padahal, Waluyo adalah orang yang menggiring Rusmini ke balai desa kala itu. Rusmini bingung memikirkan keanehan yang melanda hatinya. Tak ingin ambil pusing, dia mengayuh sepeda lebih cepat supaya lekas sampai ke desa sebelah.
Rusmini akhirnya melewati perbatasan desa yang berupa jembatan kayu kecil. Di bawah jembatan kayu itu ada saluran irigasi yang kering kerontang ketika musim kemarau berlangsung. Berbeda dengan musim hujan yang biasanya jembatan tenggelam oleh air curah hujan yang bermuara di saluran itu.
Di depan Rusmini ada bapak-bapak yang beriringan di tepi jalan. Mereka seperti hendak pergi ke sawah bersama-sama. Barangkali letak sawah atau tanah garapan mereka berdekatan, pikir Rusmini. Dia mengayuh lebih jauh sampai akhirnya melihat satu dua rumah penduduk. Di pelataran salah satu rumah ada ibu-ibu tengah bergerombol. Ibu-ibu itu menyadari kedatangan Rusmini karena mendengar suara derit rangka sepeda gadis itu.
Rusmini lantas turun lalu menawarkan dagangan. Hari itu dia membawa kerupuk goreng minyak dan kerupuk pasir. Salah satu ibu bertanya pada Rusmini. Ibu itu ingin tahu apakah kabar tentang adanya mayat kedua di Desa Dawan itu benar. Rusmini mengangguk, mengiyakan.
Sesungguhnya, Rusmini tidak mau membicarakan tentang mayat siapa pun itu. Takut salah bicara, takut pula orang-orang desa lain tahu bahwa Rusmini adalah calon pengantin dari mendiang Anggoro yang diduga gembong narkoba. Rusmini takut dihindari oleh orang-orang desa itu karena dari merekalah Rusmini bergantung hidup dan mencari penghasilan.