Langkah Rusmini tanpa disadarinya hendak menyeberang jalan mendekati mayat bersimbah darah itu. Waluyo buru-buru menarik bahu istrinya agar mundur. Waluyo lantas menuntun Rusmini kembali naik motor. Mereka melanjutkan perjalanan. Namun, kesunyian yang meretih di antara keduanya menjadi berbeda. Bunga-bunga kebahagiaan yang dibawanya dari Desa Gori lenyap seketika di hadapan jasad Kero.
Waluyo sejatinya ingin memperingatkan Rusmini supaya tidak memikirkan apa-apa tentang kematian Kero. Akan tetapi, Waluyo memilih diam seribu bahasa karena takut salah bicara. Bagaimanapun, Kero adalah mantan calon mertua Rusmini. Kero pastilah orang yang dihormati Rusmini ketika Angoro masih hidup dulu. Waluyo tidak ingin terlihat cemburu buta, apalagi pada orang yang sudah tiada. Meskipun, sesungguhnya Waluyo cemburu melihat Rusmini terbawa perasaan dan tampak begitu sedih.
Tak berselang lama kemudian, Waluyo dan Rusmini sampai di depan rumah Martinah. Setelah memastikan mesin motor, Waluyo mengucapkan salam keras-keras. Rusmini berjalan di belakang suaminya. Tangan kanan Rusmini menenteng tas keresek berisi jeruk.
Martinah yang mendengar suara motor seketika lari tergopoh-gopoh lalu membukakan pintu. Betapa bahagianya dia melihat menantu dan anak perempuannya datang berkunjung. Martinah dengan mata berbinar-binar menyilakan keduanya masuk. Sembari wanita itu mengoceh tidak jelas. Dia menceritakan kegiatan barunya yang menggantikan Rusmini jualan keliling. Dia menceritakan pengalamannya berjualan, yang sesungguhnya tidak penting untuk diperdengarkan oleh Waluyo dan Rusmini.
Setelah mereka semua duduk. Martinah lagi-lagi bicara. Dia menawari Waluyo makan, begitu pun pada Rusmini. Martinah memasak sambal terasi lauk ikan asin siang itu, tetapi dia tidak memasak sayur. Karena tinggal sendirian, Martinah jarang memasak sayur karena takut tidak habis. Biasanya yang suka makan dengan sayur adalah Rusmini. Sementara Martinah kurang suka makan nasi berkuah, menurutnya lembek dan cepat merasa kenyang, tetapi tidak menyenangkan.
Rusmini membuka bungkusan yang Dua bawa. Dia mengaku bahwa Waluyo yang memintanya untuk membawakan oleh-oleh. Rusmini menjaga citra baik sang suami di depan Martinah. Betapa senangnya Martinah mendengar pengakuan Rusmini.
Waluyo pun merasa semakin melambung besar kepala. Dia sungguh tak pernah menyangka Rusmini pandai menyenangkan hatinya, sekaligus menarik perhatian Martinah. Tidak ada yang dirugikan dari sikap baik dan perhatian Rusmini. Diam-diam Waluyo mencatat di hatinya bahwa Rusmini adalah perempuan yang lembut dan pandai bersikap. Tak keliru bila dulu Tejo terkenal sebagai guru mengaji yang baik hati. Waluyo menyimpulkan bahwa sikap dermawan dan menyenangkan yang melekat pada Rusmini adalah hasil didikan Tejo. Meskipun, sesungguhnya Waluyo hanya mendengar kebaikan sosok Tejo dari cerita orang-orang desa mengenal si guru ngaji.