Malam itu, Rusmini bermalam di rumah Martinah. Bukannya senang, Rusmini justru tidak nyaman. Dia terus memikirkan apa yang dilakukan oleh Waluyo di luar sana. Mengapa sampai pergi sendiri dan meninggalkan Rusmini. Sebagai istri, Rusmini merasa ada yang disembunyikan darinya, juga dari Martinah.
Tadi setelah Magrib, selang beberapa saat setelah Waluyo keluar rumah, Martinah bertanya pada Rusmini tentang apa yang dikerjakan oleh Waluyo. Rusmini menjawab tidak tahu, tetapi jawaban itu tidak ditanggapi lagi. Rusmini sadar, Martinah tidak percaya pada pengakuannya. Sehingga, Martinah ikut-ikutan mencurigai Rusmini. Rusmini yang tidak terbiasa berdebat pun hanya pasrah dengan semua prasangka yang muncul di kepala Martinah. Rusmini tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Oleh karena itu, Rusmini memilih diam lalu pergi ke kamar.
Rusmini tidur miring, menatap kosong pada dinding kayu rumahnya yang sudah mulai lapuk di tepi bawah yang berkumpul pada pondasi batu-batu seadanya. Dia mencoba memejamkan mata, tetapi pikirannya tidak mau sedetik pun berhenti memikirkan Waluyo. Rusmini berdoa dalam hatinya. Dia bergumam dalam diamnya, meminta keselamatan selalu menyertai sang suami. Sampai akhirnya, Rusmini kelelahan berpikir, lalu tertidur.
Sementara di pos jaga garnisun, Waluyo tengah duduk sambil minum kopi dengan dua bawahan Jarwo. Waluyo sengaja menunggu ayahnya untuk membicarakan sesuatu. Terlebih lagi, ada informasi yang ingin dia cari tahu tentang mayat yang dilihatnya pada siang hari tadi. Siapa lagi bila bukan mayat Kero. Waluyo melemparkan bungkus rokok ke meja, itu adalah bungkus rokok kedua. Sementara yang pertama sudah habis diambili oleh bawahan lain yang saat itu sudah pergi karena mendapat tugas penjemputan. Sembari menunggu, Waluyo hendak melancarkan rencananya mengorek informasi.
Waluyo bertanya pada dua garnisun muda di hadapannya. Tentang siapa yang memberi perintah menembak Kero, mengapa orang tua itu pun dieksekusi. Apakah perintah itu diberikan oleh Jarwo atau orang lain, dan apa alasannya. Dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Waluyo dulu, ketika masih mengikuti pergerakan Jarwo, Kero dinyatakan tidak terlibat apa pun. Mengapa dia ikut dieksekusi, Waluyo ingin tahu alasan dan dasar operasinya. Mungkinkah telah ditemukan bukti baru, atau yang lainnya?
Menurut Waluyo, Kero hanyalah orang tua biasa. Kero bekerja sebagai petani, tidak mungkin terlibat pergerakan apa pun. Kero memang memiliki badan yang tinggi besar, tetapi Kero itu bodoh. Kebodohan Kero tidak dapat disembunyikan sebab semua orang mengetahuinya. Kero lambat berpikir, mustahil orang seperti dia bisa diajak kerja-kerja pintar seperti menyelundupkan barang haram narkotika.
Salah satu lawan bicara Waluyo, namanya Gunawan, biasa dipanggil Gun. Gun mengaku, dia dan salah satu anggota penjemputan mendapat perintah langsung dari Jarwo kemarin malam. Setelahnya, pada pagi hari buta, usai Subuh, si suruhan mengajak Gun dan satu orang lain untuk mencari Kero. Saat kejadian penembakan, Kero sepertinya hendak pergi ke sawah, atau ke pasar. Tidak jelas. Mereka tidak memikirkan itu. Gun dan satu orang lain menghadang Kero. Kero tampak kebingungan, lantas seorang lain menembak pria tua itu. Mereka lantas meninggalkannya tergeletak di tepi jalan. Siang hari jasad Kero diangkut saat mobil bak terbuka sudah datang dari markas besar. Jasad Kero saat ini, menurut Gun, ada di mobil bak itu. Selain jasad Kero, tim penjemputan mengambil jasad lain dari desa sebelah. Begitulah rincian kejadian menurut pengakuan Gun.