Sore hari selepas Magrib, rumah Martinah didatangi oleh rombongan garnisun. Mereka memakai tiga motor dan saling berboncengan. Rusmini ketakutan sekali, sampai-sampai dia tidak berani keluar kamar. Martinah yang membuka pintu pun tangannya gemetar, tetapi dia tidak mungkin membiarkan para garnisun itu merangsek masuk. Martinah menatap ngeri pada rombongan itu. Salah seorang dari mereka langsung bertanya di mana keberadaan Rusmini, apakah dia ada, apakah Rusmini baik-baik saja. Martinah menjawab terbata-bata. Dia tidak mengerti apa yang tengah terjadi.
Seorang garnisun lain masuk rumah, diikuti oleh si penanya tadi yang tak lain ialah Gun. Gun memanggil-manggil Rusmini dengan sebutan mbakyu. Mbakyu Rusmini.
Rusmini keluar karena dia merasa mengenal Gun. Gun pernah ke rumah membawa titipan dari Jarwo. Gun seketika menoleh ketika Rusmini muncul dari balik kain yang menutupi lubang pintu kamar. Rusmini hendak bertanya ada apa, tetapi tenggorokannya terasa kering dan panas.
Gun menyongsong Rusmini. Dia menata kalimat yang ada di kepalanya. Gun tidak ingin membuat Rusmini sedih, tetapi dia tidak tahu bagaimana cara memberi tahu yang benar.
Bayangan-bayangan kejadian buruk berkelebat di dalam kepala Gun. Menjelang sore hari tadi, orang dari markas penjualan datang ke pos mencari Waluyo. Dua orang itu berkata, Waluyo tidak muncul di markas, padahal seharusnya barang yang dijanjikan sudah beredar, sehingga tidak makin banyak orang yang menunggu dan nantinya marah karena butuh asupan benda haram itu. Gun dan rekannya ikut bingung karena seharusnya Waluyo pergi ke markas setelah mengambil tas berisi sabu-sabu di tempat persembunyian. Gun sendiri yang mengantar Waluyo sampai ke rumah gubuk itu. Harusnya, setelah dari sana Waluyo langsung menuju markas tempat berkumpul para kurir dan bawahan lainnya. Mustahil Waluyo pergi ke tempat lain membawa isi tas sebanyak itu, sungguh berbahaya.
Jarwo yang mendengar keluhan para kurir langsung memerintahkan Gun untuk mencari Waluyo. Jarwo meminta Gun kembali ke tempat persembunyian. Sesungguhnya Jarwo khawatir ada yang menyergap putranya seperti kejadian dua malam sebelumnya, ketika beberapa orang dengan sengaja memukuli Waluyo.
Gun mengajak seorang rekannya. Dia memakai motor Jarwo. Lalu melaju pergi. Sampainya di tempat persembunyian, tidak ada siapa-siapa di sana. Gun dan rekannya kemudian memutuskan untuk menyusuri area sekitar tempat persembunyian itu. Saat itulah Gun menemukan dua rekan garnisun lain dan Waluyo tergeletak bersimbah darah. Namun, Gun tidak menceritakan detailnya. Dia hanya berkata, Waluyo diserang oleh entah siapa. Kondisi luka yang diderita sungguh parah.
Rusmini terduduk lemas. Kakinya seolah-olah kehilangan daya untuk menopang tubuhnya sendiri. Rusmini tidak punya keberanian bertanya tentang Waluyo. Rusmini sungguh takut menghadapi kenyataan yang ada di depan matanya.
Gun menelan ludah. Dia kemudian berkata bahwa Waluyo tidak selamat. Mustahil selamat dengan luka separah itu dan genangan darah sebanyak itu. Gun dan rekannya datang untuk menjemput Rusmini. Waluyo dibawa ke puskesmas di kecamatan. Jarwo sudah menolak adanya otopsi, tetapi Jarwo ingin jasad anaknya dibersihkan oleh tenaga kesehatan. Jarwo bahkan mengupah mereka lebih banyak untuk sekaligus mengafani Waluyo.