Beberapa hari sebelumnya, ketika Martinah memutuskan kembali ke pos garnisun sebelum menyusul Rusmini ke puskesmas, untuk meminta bantuan Jarwo. Rupanya, Jarwo tidak ada di tempat. Martinah hendak langsung pergi. Namun, di saat yang sama dia mendengar suara motor mendekat. Motor Jarwo suaranya begitu nyaring, bahkan sudah terdengar walau jaraknya masih jauh dari pandangan. Martinah memutuskan menunggu Jarwo karena ingin menyampaikan permintaannya. Meski dia tidak berharap apa-apa.
Martinah sudah memiliki rencana lain. Seandainya, Jarwo tidak mau membantu biaya pengobatan atau meminjamkan uang untuknya, Martinah akan meminjam dari rentenir. Martinah berteman baik dengan rentenir itu. Dia yakin akan diberi pinjaman, meski utang sebelumnya belum lunas semua, masih sisa separuh bunga yang belum dibayar.
Jarwo keheranan melihat Martinah berdiri di depan pos garnisun. Jelas bahwa Martinah tengah menunggu Jarwo. Mustahil wanita itu mencari orang lain. Isi kepala Jarwo bertanya-tanya, apalagi yang mau dilakukan oleh Martinah. Jarwo pikir, Martinah akan mencaci maki Jarwo. Tersebab, Rusmini telah mengetahui semua kebenarannya. Rusmini pasti memberi tahu Martinah. Padahal, Martinah sesungguhnya tidak tahu apa-apa. Namun, Jarwo mengira, giliran Martinah yang melampiaskan kemarahannya pada Jarwo atau semua yang dilakukan oleh Waluyo semasa hidupnya.
Jarwo berhenti di depan Martinah. Tanpa basa-basi, Martinah langsung berkata dia membutuhkan uang untuk perawatan Rusmini. Martinah menceritakan yang terjadi, bahwa semalaman Rusmini tidak pulang. Dia pergi entah ke mana. Lantas, Martinah mendapati kabar, Rusmini ditemukan di jalan besar yang membelah hutan jati di perbatasan provinsi. Rusmini membutuhkan uang untuk perawatan. Martinah belum tahu bagaimana keadaan Rusmini saat itu. Namun, Martinah berkata jujur tidak memegang uang.
Martinah juga tidak segan mengakui bahwa uangnya habis untuk biaya tujuh hari kematian Waluyo. Martinah sesungguhnya malu mengemis di hadapan besannya. Namun, Martinah sudah merasa begitu terhina atas kebencian orang-orang. Martinah tidak lagi memikirkan harga diri dan kepantasan. Dia pasrah. Tak pula terpikirkan apa pendapat Jarwo tentangnya dan Rusmini. Martinah hanya mencemaskan Rusmini.
Lama Martinah menunggu. Dia menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang hampir menangis. Sebab tidak ada jawaban apa pun dari Jarwo, Martinah menganggap Jarwo tidak ingin membantunya. Sejenak, terpikir prasangka baik, barangkali Jarwo sedang tidak memiliki banyak uang setelah mengurusi kematian putranya, lalu membereskan semua perkaranya sendiri. Yang Martinah tidak tahu kehidupan Jarwo seperti La. Lagi pula, Martinah tidak terlalu mengenal Jarwo. Martinah menganggap kebisuan Jarwo adalah sebuah penolakan.