Seminggu kemudian, tepatnya di rumah sakit.
Keadaan Peige memburuk, dia sangat kesakitan ketika penyakitnya kambuh. Tubuhnya meringkuk sambil memegang bagian bawah perutnya. "Bu ... Bu, aku sudah gak tahan lagi!" katanya merintih. Wanita tua itu tidak tau lagi harus berbuat apa.
"Sebentar, Ibu akan memanggilkan dokter!" ujarnya keluar kamar rawat Peige. Di luar, wanita tua itu berteriak memanggil dokter san suster. Seorang suster sibuk memanggil dokter melalui pengeras suara. Tak lama, dokter Harry datang bersama satu orang suster di belakangnya.
"Dok, penyakit anak saya kambuh lagi!" katanya ketakutan. Sebab, wajah Peige sangat pucat. Keringat banyak yang keluar dari pori-pori kulit seluruh tubuhnya. Ditambah dia terus merintih kesakitan.
"Saya periksa dulu, ya, Bu!" tandas dokter Harry mulai memeriksa keadaan Peige, sebenarnya, dokter Harry tau apa yang harus dilakukan terhadap pasien satu ini. Peige harus segera di operasi, tingkat kerusakan pada ginjalnya membuatnya harus segera diambil tindakan dan di operasi agar bisa hidup lebih lama.
Dia menghembuskan napasnya. "Suster, tolong suntikan obat femopizole 200 cc agar pasien kembali tenang!" kata dokter Harry. Suster segera mengikuti perintah dokter mengambil obat.
"Dok, apa yang terjadi sama anak saya, dok?" tanya wanita tua itu sedih. Dia tidak tega melihat putrinya terus merintih kesakitan.
"Ginjalnya sudah sangat rusak, kita harus segera operasi. Kalau tidak, racun di dalam tubuh anak Ibu akan menyebar ke gingal satunya. Itu berakibat fatal untuk anak Ibu," jelas dokter Harry.
Wanita tua itu tidak bisa berkata apa-apa setelah mendengar penjelasan dari dokter. Tak lama, suster datang membawa obat yang diminta dokter Harry. "Maaf, Bu, bisa Ibu minggir. Biar saya tangani anak Ibu dulu," ujar dokter Harry. Wanita tua itu menuruti perintah dokter Harry, dengan berat hati dia menyingkir dari hadapan Peige yang menderita oleh penyakitnya.
Dia segera mengambil ponselnya di tas selempang kecil, lalu memencet tombol hijau kala nama Juan ketemu di phonebook. Diletakan di telinga, mendengarkan nada dering sejenak. "Juan, ayo angkat dong, Ibu sudah gak tau harus apa dengan penyakit adikmu ini!" gumamnya berbisik. Berjalan mondar-mandir, menunggu Juan menjawab panggilan teleponnya.
Tak seberapa lama, suara Juan terdengar dari balik ponsel.
"Halo Bu!" kata Juan sambil memakai kemeja kerjanya.
"Juan ... adikmu, Juan, adikmu ...." katanya berhenti. Suara isak tangisnya terdengar.
"Kenapa Peige, Bu? Ada apa dengan dia?" Juan menjadi cemas mendengar suara ibunya yang berhenti.
"Dia harus segera dioperasi, Juan. Racunnya sudah menjalar ke ginjal satunya. Ibu gak mau kehilangan Peige, Juan!"