DIADEM

Al Szi
Chapter #3

TIGA

Fellona berlari-lari kecil menuju tenda Nona Edlyn dan mendapati wanita itu tengah menghitung dengan pensil dan kertasnya di meja di bagian pojok belakang tenda. Tidak ada pengunjung sampai saat ini namun dengan segera gadis itu mengatur ulang pajangan-pajangan perhiasan dari kaca yang digantung di ranting-ranting kering kecil di atas meja kayu di bagian depan tenda.

Nona Edlyn mengangkat kepalanya dari catatannya dan tersenyum menyambut kedatangan Fellona lalu kembali menekuni kertasnya. Fellona menghampiri Nona Edlyn dan berkeliaran di sekitarnya dengan sengaja. Ia melirik-lirik ragu dan mencuri lihat apa yang sedang wanita itu tulis di atas kertas sehingga mengabaikannya yang sedari tadi memberikan kode agar diperhatikan.

Setelah beberapa lama ia berkeliaran, Nona Edlyn akhirnya menyadarinya dan memintanya mendekat dengan senyum penuh pengertian. Fellona memang anak satu-satunya di keluarganya, dan memiliki tetangga seperti Nona Edlyn membuatnya seakan ia memiliki kakak perempuan. Dan dengan Nona Edlyn lah ia menceritakan segalanya tentang Paolo. Bahkan, Nona Edlyn lah yang mengajarinya membuat roti lapis yang enak dan cantik untuk bekal makan siang Paolo setiap hari.

“Ia melamarku,” ujar Fellona ketika Nona Edlyn sudah melipat kertasnya dan memusatkan perhatian sepenuhnya pada Fellona.

Air muka Nona Edlyn sudah bisa diperkirakan. Ialah satu-satunya yang menentang ke mana hatinya ingin berlabuh. Menurut wanita itu, Paolo tidak baik untuknya, tetapi menurut hatinya Paolo lah yang paling berhak mendapatkan cintanya. Pria itu berpenghasilan baik, menjaga keamanan dengan baik, memiliki gigi-gigi runcing yang menurutnya manis, memiliki selera busana yang juga baik, semua orang mengetahui betapa keluarganya turun temurun telah berbakti menjaga keamanan alun-alun. Dia pria yang baik.

Nona Edlyn pernah mengatakan bahwa Paolo menyukai Sillana, bahkan beberapa kali pemuda itu menawarkan membelikan Sillana perhiasan. Tetapi, itu bukanlah maksud sebenarnya, Fellona orang yang sangat peka, ia mengerti akan keganjilan sikap Paolo saat itu. Ketika ia mengabaikannya dan mengejar-ngejar Sillana terang-terangan di hadapannya, Paolo pasti sudah mengetahuinya.

Maksudnya, siapa yang tidak tahu?

Fellona dan Sillana sudah bermusuhan sejak mereka memasuki umur tiga belas. Sebelumnya, mereka adalah dua sahabat yang menarik hati. Sillana yang berambut emas dan Fellona yang berambut cokelat sama-sama memiliki sisi menarik. Jika Sillana memiliki mata biru sebiru laut seperti boneka Prancis, maka Fellona memiliki mata cokelat gelap yang bulat dan besar seperti boneka jepang.

Persahabatan mereka tidak pernah dinodai dengan perasaan iri karena semua orang menganggap Sillana lah yang paling cantik dan Fellona memuja Sillana. Semuanya berjalan baik sampai ketika suatu hari seorang anak laki-laki dari keluarga Morgan yang paling kaya di desa mulai mencari perhatian Fellona dengan cara menjailinya setiap hari.

“Kau jangan terlalu senang karena dia sering mengerjaimu,” itu yang pertama kali dikatakan Sillana setelah berminggu-minggu menjadi saksi kejailan anak laki-laki itu.

“Aku tidak senang. Dia sangat mengganggu,” Fellona mengeluh kesal. “Minggu lalu ia melempari jendela kamarku dengan kerikil dan tidak berhenti sebelum aku membuka jendela dan mengusirnya pergi.”

“Dia menyukaiku,” ujar Sillana cepat, “tapi ia menggangumu untuk menarik perhatianku.”

Fellona mempercayai Sillana. Siapa yang tidak menyukai gadis menawan itu? Dan ia mulai memaklumi sikap anak-laki-laki itu. Bahkan, suatu hari ia mengajak Sillana menginap di rumahnya demi membantu percintaan keduanya. Dan ketika anak laki-laki itu kembali melempari jendela kamarnya dengan kerikil, Sillana muncul dari jendela itu. Anak laki-laki itu tertawa dan kabur tunggang langgang.

“Ah, mengapa ia tidak mulai bicara denganmu?” Fellona menghela napas saat itu menatap kepergiannya. “Kupikir ia jadi bisa bicara denganmu, tidak perlu lagi menarik perhatianmu dengan cara itu.”

“Aku tidak menyukainya.” Sillana duduk memeluk lututnya di lantai, bersandar ke tempat tidur kayu Fellona. “Aku benci dia.”

Fellona meminta maaf dan tidak berusaha lagi membuat mereka berdua untuk saling bicara. Ia bahkan hanya berusaha menerima ketika anak laki-laki itu terus saja mengerjainya. Dan semakin sering anak laki-laki itu mengerjainya, semakin Sillana mengatakan bahwa ia sangat membenci anak itu. Ia bahkan mengatakan Fellona harusnya mengusirnya jauh-jauh setiap ia mengganggunya karena Sillana tidak suka anak laki-laki itu dekat-dekat.

Lihat selengkapnya