DIADEM

Al Szi
Chapter #16

ENAM BELAS

“Ah. A-apakah penduduk desa itu datang lagi?” tanya Ainsley Terrius Addington dengan tergagap tampak ketakutan.

“Iya, Tuan.”

Ainsley menghela napas gugup dan memainkan jemarinya di depan tubuhnya sendiri. Matanya melirik kanan dan kiri dengan cepat terlihat cemas.

“A-apakah kalian bisa meminta Puan Ratu u-u-untuk tidak menerima lagi mereka?” tanyanya dengan tatapan merana pada dua Garde itu.

“Maafkan kami, Tuan. Kami hanya menjalankan tugas,” ujar Garde itu dengan tatapan iba.

“B-baiklah. A-aku akan bersiap,” jawabnya dengan senyuman sedih dan tatapan gugup. Mereka menghormat dan membalikkan tubuh mereka membelakangi pintu, berjaga.

Ainsley menutup pintu dan kegugupannya hilang seketika. Ia bersenandung pelan menuju kamarnya. Mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih pantas. Ia menahan diri untuk tidak terlihat terlalu bersemangat menyambut penduduk desa itu, dibiarkannya rambut sebahunya yang sewarna emas sedikit berantakan dengan kumis dan janggut yang sangat lebat.

Ia berjalan sepanjang jalan setapak menuju lorong-lorong istana didampingi oleh dua Garde yang sudah selama tiga bulan ini menemaninya menyambut penduduk desa sebagai pengganti Ajudan yang telah mati tiga bulan lalu. Ia berjalan menggiring segerombolan kambing yang sebentar lagi akan disembelih menuju Ruang Takhta.

Puan Ratu akan menyilakannya masuk dan Ainsley akan memberi hormat pada wanita iblis itu. Menyilakan penduduk desa untuk duduk dan menyantap makanan-makanan mewah yang disediakan oleh istana. Selama mereka makan, Ainsley hanya akan berdiri di sudut ruangan mengamati mereka semua dengan rahang yang keras. Beberapa penduduk desa yang mengenalinya sebagai Terrius si Bangsawan yang Rendah Hati tersenyum dan melambaikan tangan mereka padanya.

Ainsley membalas mereka dengan senyum. Senyum yang susah payah disunggingkannya sebelum ia tersenyum lebih tulus melihat kepala-kepala itu menggelinding ke segala arah. Kesabarannya selama ini mendekati Fellona dan mengorek informasi darinya terbayar. Gadis itu mudah dikelabui, dengan warna rambut dan gayanya yang berbeda, Terrius si Pengembara Baik Hati dengan sabar menemaninya mengoceh tentang pacarnya.

“Dia mau menikahiku,” begitu ujarnya berulang-ulang. “Aku sangat mencintainya. Dan Sillana si Jalang itu ingin merebut Paolo dariku. Kau tahu, Edlyn pernah mengingatkanku kalau pria itu juga jalang.”

Ainsley yang duduk manis, bersila di pinggir danau, di mana Fellona menghabiskan siangnya, mendengarkan gadis itu bercerita dengan ekspresi wajah yang menunjukkan ketertarikan, rasa iba, dan kepedulian.

“Lalu kenapa dia meninggalkanku! Aku telah mengorbankan Nona Edlynku yang baik hati.” Fellona tiba-tiba menangis tersedu-sedu.

“Apa yang terjadi?” tanya Ainsley sambil menahan diri untuk tidak jijik karena Fellona menangis dengan keras, ludahnya mengalir keluar, begitu pula ingusnya.

“Aku hanya bilang, hey Paolo, Nona Edlyn memiliki diadem. Dan pria brengsek itu segera menitah anak buahnya berjaga. Sudah kukatakan padanya, mungkin itu bukan diadem milik Puan Ratu, lebih baik mereka mengeceknya terlebih dahulu.” Fellona mengguncang-guncang kerah baju Ainsley dengan keras.

Lihat selengkapnya