Dialog Pertama

kaarha
Chapter #4

Dialog Pertama : Bagian 04

Jefri keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil dikepalanya. Cowok dengan wajah lebam-lebam itu berjalan menuju tempat tidurnya sembari menggosok rambutnya yang basah dengan handuk. Jefri duduk disana dan melihat ponselnya.

Belum ada balasan dari Gista setelah pesan yang dikirimkannya tadi sore ketika hujan. Status pesan itu hanya terbaca oleh sipenerima. Jefri takut jika Gista benar-benar menemuinya sore itu. Jefri takut jika Gista melihatnya bersama perempuan sore tadi walau Jefri tak tahu alasan apa yang membuatnya harus takut.

Jefri menghela napasnya dan kembali menyimpan ponselnya ditempat tidur. Sebenarnya awalnya Jefri meminta tolong kepada temannya dari Bandung yang berkunjung ketempatnya tapi tak kunjung mendapat balasan, karena itu dia meminta bantuan Gista untuk datang namun tanpa diduga temannya itu justru datang. Jefri tak tahu Gista benar-benar menemuinya atau tidak, ia hanya ingin memastikan dan meminta maaf pada perempuan itu.

Diluar hujan, dari tadi sore hujan belum juga reda. Suara dering telpon terdengar, Jefri yang semula menatap hujan dari balik jendela kamarnya segera menoleh dan mengambil benda tersebut diatas tempat tidurnya. Panggilan dari Gista, cepat-cepat Jefri menerima panggilan itu.

"Eh, hai Jef. Sorry kalau gue ganggu," ujar Gista disebrang sana. Nada suaranya terdengar kaget dan serak membuat Jefri terkekah pelan.

"Enggak," jawab Jefri, cowok itu mengambil duduk ditepi tempat tidurnya. Suara dan raut wajahnya berubah sumringah, berbeda dengan tadi ketika masih memikirkan tentang Gista yang mungkin saja melihatnya dengan teman perempuannya sore tadi."Gue juga awalnya mau telpon lo tapi udah keduluan sama lo," lanjut cowok itu.

Disebrang sana Gista duduk dimeja belajarnya dengan layar leptop menyala didepannya, menampilkan kolom tugas kosong yang belum diisi. Cewek itu terlihat lelah dengan mata sembabnya."Oh, ya? Kenapa?"

"Gue mau minta maaf soal tadi sore," ujar Jefri ragu-ragu, takut akan jawaban yang akan diberikan Gista.

Gista terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis, walau sebenarnya Jefri tak akan melihat senyum itu setidaknya Jefri bisa mendengar nada suaranya santai."Minta maaf kenapa? Harusnya gue yang minta maaf, maaf karena tadi sore gua gak nemuin lo. Tadinya gue mau nyamperin lo tapi hujannya gede banget, gue males hujan-hujanan, soryy sekali lagi," jelas Gista dengan kekahan tak percaya bahwa dirinya bisa berbohong dan menutupi kebenarannya.

Ditempatnya Jefri mengangguk lega namun tak bisa bohong pada diri sendiri, ia juga tak percaya akan ucapan Gista."Syukur kalau lo gak dateng, gue takut lo dateng dan hujan-hujanan karena gue."

"Haha, enggak, gue gak sebodoh itu," balas Gista sembari tertawa disana, tawa pelan yang terselip banyak arti didalamnya.

Hening.

Keduanya sama-sama diam ditempat masing-masing. Gista menatap layar laptopnya lalu menegetik satu kata disana. Sedangkan Jefri melihat layar ponselnya sekilas memastikan panggilan masih tersambung.

"Gi?" panggil Jefri yang tak mendapat jawaban dari Gista."Gista? Lo masih disana?" tanya Jefri memastikan.

Gista berdehem pelan sebagai jawaban.

"Tadi gue dikeroyok preman waktu nyelametin pengamen kecil yang mereka coba ambil uanganya," terang Jefri memulai percakapan lagi. Cowok itu bercerita tanpa diminta membuat Gista diam-diam tersenyum tipis disebrang sana."Awalnya gue pikir dengan bantu orang lain gue bisa bantu diri gue sendiri. Tapi ternyata enggak, gue cuma bisa bantu orang lain tanpa bisa bantu diri gue sendiri. Tapi gue gak nyesel udah bantu anak kecil itu, gue seneng bisa bantu dia, setidaknya itu yang bisa gue lakuin. Gue awalnya minta bantuan temen cewek gue dari Bandung yang main kerumah gue, tapi pesan gue gak dibelas dan telpon gak diangkat. Akhirnya gue sms lo, gue gak tahu lo dimana tapi gua yakin lo bakal dateng. Gue gak tahu keyakinan dari mana itu, tapi kayaknya gue salah lagi, lo gak dateng." Jefri diam-diam tersenyum miris.

Gista terdiam disana, cewek itu menghela napas ditempatnya. Ada rasa takut dalam dirinya sehingga yang dilakukannya adalah menekan tombol merah dilayar ponselnya, mengakhiri sambungan telpon itu secara sepihak. Mencoba mengalihkan pikirannya, Gista mempokuskan dirinya pada layar laptop menyala dan buku didepannya. Tanpa tahu bahwa disebrang sana juga, Jefri terdiam menatap ponselnya yang sudah kembali kelayar utama.

***

Pagi menyambut, Jefri berjalan menuruni satu persatu anak tangga menuju lantai bawah. Cowok dengan seragam putih abu-abu itu berjalan menuju meja makan dan menemukan asisten rumah tangannya bersama Ghea, temannya dari Bandung tengah menyiapkan sarapan.

Ghea Dirgama namanya. Cewek itu memang bermalam dirumahnya untuk beberapa hari kedepan. Cewek manis itu adalah temannya sekaligus orang yang membantunya kemarin.

"Pagi," sapa Ghea saat melihat Jefri mengambil duduk dikursinya."Mau sarapan apa? Gue ambilin," tawar Ghea. Dimeja makan sudah banyak terhidang makanan, nasi goreng, telur mata sapi, ayam goreng, kerupuk, sayuran, buah-buahan termasuk roti dan segalas susu dimasing-masing kursi.

Jefri menatap makanan didepannya tak selera."Gua ambil sendiri," jawab Jefri menolak tawaran Ghea. Jefri mengambil roti dan mengoleskan selai kacang alih-alih memakan makanan yang sudah disiapkan Ghea. Membuat cewek manis itu terdiam beberapa saat.

Lihat selengkapnya