Dialog Pertama

kaarha
Chapter #5

Diaolog Pertama : Bagian 05

Waktu sudah menunjukan pukul lima sore saat Rere keluar dari permainan volinya. Cewek dengan pakaian olahraga itu berjalan ketepi lapangan dan meminum minumannya. Rere itu anak voli yang berteman dengan lapangan dan terik matahari namun kulitnya masih terlihat putih dan senantiasa bersih.

Rere membereskan barang-barangnya."Gue balik duluan," teriak Rere pada teman-temannya yang masih berada dilapangan. Teman-temannya hanya mengangguk dan Rere segera pergi ketoilet terlebih dahulu untuk ganti pakaian.

Selesai berganti pakaian cewek itu pulang menggunakan mobilnya. Sampai didepan rumahnya, ada mobil lain yang terparkir disana membuat Rere terdiam beberapa saat.

"Baru pulang?" Suara itu membuat Rere menghentikan langkahnya yang ingin naik kelantai atas."Jam segini? Habis ngapain aja kamu disekolah?"

Rere berbalik badan, melihat kedua orang tuanya beserta adiknya yang baru SMP dimeja ruang santai tengah menonton TV bersama."Rere abis ekskul Pa," jawab Rere lelah.

Ayahnya menyimpan remot TV diatas meja lalu terkekah."Ekskul apa? Voli lagi?" tanya Ayahnya sambil Tertawa meremehkan, Ayahnya kembali berkata."Kamu gak liat adik kamu Rere? Dia pintar disekolahnya, selalu juara terus, ikut lomba apapun pasti menang. Kamu? Udah kelas akhir masih aja ikut-ikutan ekskul itu, Papa udah bilang jangan Voli lagi. Itu buat nilai kamu buruk."

"Nilai Rere gak ada sangkut pautnya sama hoby Rere," bantah Rere tak terima."Memangnya kenapa kalau Ria pintar? Emang ngaruh sama Rere? Gak kan? Kenapa selalu banding-bandingin Rere sama Ria? Kemampuan kita beda, Rere emang pinter di akademik tapi dia bodoh di non akademik. Sedangkan Rere lebih unggul di non akademik, kenapa cuma Rere yang disalahin? Kenapa cuma Rere yang dimarahin dan dibanding-bandingin? Hah? Kenapa?" tanya Rere marah ditempatnya.

Ayahnya berdiri hendak menghampiri Rere namun Ibunya melarang sedangkan Ria menatap Rere dengan senyum miring membuat Rere semakin emosi."Keluar dari ekskul itu. Papa gak mau tahu, kamu harus pokus sama sekolah kamu!" ujar Ayahnya tak terbantah.

Rere tersenyum miring lalu berbalik dan berteriak."Kalau Rere gak mau gimana?" tantang Rere tanpa takut.

"MAU JADI APA KAMU RERE? JADI ATLIT GAK AKAN BUAT KAMU SUKSES! RERE!" teriak Ayahnya namun Rere tetap berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

"TERSERAH!"

Rere menutup pintu kamarnya keras membuat suara nyaring. Cewek itu mengatur napasnya dengan mata berkaca-kaca. Hancur. Selalu seperti itu. Hidupnya memang menyedihkan dan tak ada yang tahu itu. Rere membanting barang-barang dikamarnya, berharap rasa marahnya meluap dengan itu namun ternyata tidak. Sore itu, seorang Rere dengan peran antagonisnya dicerita orang lain menangis bersama hancur berantakan kamar dan hatinya.

***

Ghea menatap satu per satu figur seorang laki-laki yang berjajar dimeja ruang tengah. Senyuman manis terukir dibibir manis cewek itu. Ada banyak foto disana, ketika Jefri masih kecil, bersama Kakak perempuannya dan kedua orangtuanya. Bahkan ada foto keluarga juga yang terpajang besar ditembok ruangan. Meski sudah berpisah, tapi kedua orang tua Jefri nampaknya mempunyai hubungan baik-baik saja, buktinya selama seminggu Ghea berada dirumah ini, beberapa kali Gista melihat Ayah dan Kakak perempuan Jefri datang berkunjung. Walau itu hanya untuk sekadar makan malam bersama atau nonton film hingga larut malam.

Siapa sangka bahwa keluarga itu sudah lama berpisah. Ghea pun tak menyangka dan mempertanyakan hal itu.

"Itu waktu Jefri umur 8 tahun." Nina, Ibu Jefri berucap yang membuat Ghea hampir menjatuhkan pigura ditangannya.

"Tante?" kaget Ghea gugup ditempatnya saat melihat Ibu dari temannya itu melihatnya tengah menatap fota putra bungsunya.

Nina, wanita berumur awal 40 tahunan itu tersenyum tenang ditempatnya."Mau liat album foto Jefri?" tawar Nina.

Semula Ghea merasa terkejut namun akhirnya tersenyum dan mengangguk. Nina menggiringnya untuk duduk dimeja ruang tengah lalu mengambil sebuah album dari laci diruangan tersebut. Nina duduk disamping Ghea lalu membuka album foto berukuran buku tulis itu.

Dihalaman pertama terdapat tulisan 'Album Kenangan'. Ghea tersenyum manis saat Nina membuka satu per satu halaman yang masih didominasi oleh foto Ruby, mungkin Jefri belum lahir saat itu. Ada foto Ruby yang masih bayi disana, dibawahnya terdapat tulisan.

' Ruby Mahajana, lahir di Bandung 19 Oktober 2001. '

Halaman demi halaman terus dibuka, sesekali Nina menceritakan beberapa hal tentang Ruby saat masih kecil. Hingga halaman berganti pada album foto Jefri, dihalaman sebelumnya terdapat tulisan 'Jefri dan Ceritanya' yang membuat Ghea diam-diam tersenyum kecil. Dihalaman pertama ada foto bayi laki-laki yang masih merah, terbungkus kain berwarna merah dan terdapat beberapa kalimat disana.

' Jefri Kalangga, lahir di Bandung 24 Februari 2004 '

Foto terus silih berganti, saat Jefri tengah duduk dengan berbagai mainan, atau saat Jefri bersama Ruby dan orang tuanya. Senyum dibibir Nina tak pudar sedikitpun, rasa tak menyangka mendominasi perasannya. Anak-anak yang dibesarkannya ternyata sudah sebesar saat ini.

Tangan Nina berhenti membuka lembar demi lembar album tersebut. Foto saat Jefri tengah berdiri dibantu olehnya terlihat disana. Senyum Nina difoto itu terlihat lebar saat mengajari Jefri berjalan.

' 19 Maret 2005, pertama kali Jefri belajar berjalan '

Begitu kalimat dibawah foto itu.

Lihat selengkapnya