Dialog Pertama

kaarha
Chapter #8

Dialog Pertama : Bagian 08

Hujan.

Masuk kepenghujung tahun hujan lebih sering turun membuat cuaca dingin mendominasi setiap harinya. Bulan Desember, orang-orang menyebutnya december rain sedangkan bagi seorang Gista, Desember adalah bulan kelahirannya sekaligus awal dimana mimpi-mimpi buruknya dimulai.

Gista menatap hujan dari jendela kelasnya. Duduk didekat jendela ternyata cukup menguntungkan karena dari tempatnya Gista bisa melihat langsung lapangan utama sekaligus pemandangan luar yang terlihat indah ditambah saat ini sedang hujan.

Kedua telinga Gista tersumpal earphone, cewek itu menyetel lagu favoritenya. Suasana kelas begitu sepi karena kebanyakan dari mereka--penghuni kelas 11 Ips 2--lebih memilih tidur karena tidak ada guru yang masuk. Mungkin para guru pun malas masuk kekelas karena cuaca benar-benar mendukung untuk memejamkan mata.

Dibelakang Gista ada Jefri yang tengah tertidur. Sejak Gista datang ia belum melihat wajah Jefri karena Jefri tertidur dengan posisi kepala menghadap tembok, ditambah dengan kepala cowok itu tertutup upluk hodie yang dipakainya untuk menghalau dingin, mungkin.

Sudah tiga hari sejak kejadian malam itu Gista dan Jefri belum saling bertegur sapa. Keduanya terlihat asing meski berada dikelas yang sama ditambah mereka berteman sebelumnya. Sebenarnya Gista tak mempermasalahkan kejadian malam itu, mungkin awalnya memang tak terima namun setelah dipikir-pikir, kenapa dia harus tak menerima? Gista tak punya kekuatan untuk mengendalikan diri seseorang, terserah Jefri mau melakukan apapun.

Gista menggeleng saat isi kepalanya penuh dengan hal itu, ia memukul pelan kepalanya--tak ingin mengingatnya lagi. Namun nyatanya sia-sia, kenyataan bahwa Jefri ada didalam kepalanya tak bisa ia buang begitu saja.

***

"Kalau lo dikasih pilihan, antara gue atau Hadi lo bakal pilih mana?" tanya Billy pada Gista.

"Gue milih terjun dari lantai paling atas gedung di Jakarta," jawab Gista yang mendapat lemparan gumpalan kertas dari Hadi."Paan sih lo? Cari masalah mulu sama gue," Gista kembali melempar gumpalan kertas itu pada pemiliknya.

"Kalau ngomong emang gak ada lawan lo," kata Hadi geleng-geleng kepal, cowok yang duduk disamping Billy itu sedang membuat pesawat terbang tadinya namun karena mendengar jawaban Gista membuatnya gemas sendiri.

Gista memutar bola matanya malas lalu kembali memainkan ponselnya. Saat ini mereka tengah bersantai diruang osis karena habis rapat tentang Pensi yang akan diadakan berbarengan dengan acara tahun baru sebentar lagi. Diruang osis ada wifi gratis yang membuat mereka semua betah berada disana. Namun alasan Gista singgah bukan itu, Gista masih ada disana karena ojek online yang dipesannya belum kunjung sampai.

"Gi, Gi, lo tau apa yang baru aja dibisikin Hadi ke gue?" Billy hendak berdiri namun Hadi menahannya, kedua cowok itu tertawa sambil memberi kode membuat Gista menatapnya heran.

"Apaan?" tanya Gista ingin tahu.

Billy dan Hadi kembali tertawa Membuat Gista ingin memukul kepala kedua cowok itu. Namun sepertinya keinginan Gista tak bisa terlaksanakan karena ponsel Gista tiba-tiba berdering. Gista menekan tombol hijau dilayar ponselnya setelah memberi kode pada kedua cowok didepannya untuk diam.

"Iya, saya. Oh, oke, saya kesana ya mas, tunggu." Gista mematikan sambungan telponnya dan segera berdiri. Tatapan cewek itu tak lepas dari kedua cowok didepannya.

"Gue pulang duluan, ojeknya udah didepan," beritahu Gista dan bersiap keluar namun tiba-tiba Billy menahan tangannya. Tawa cowok itu perlahan memudar dan mengatur ekspresi wajahnya.

"Apaan? Modus lo!" Gista melepaskan tangan Billy yang menahannya. Cewek itu mendengus tanda tak suka.

Namun tiba-tiba Billy mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan diberikan pada Gista."Buat lo dari Jefri, hadiah ulang tahun," kata Billy jujur yang membuat Hadi menatap tak percaya ketua osisnya.

"Kenapa lo yang ngasih? Dia gak bisa ngasih sendiri?" Gista menatap penuh tanya cowok didepannya. Rasa penasarannya tak bisa dibendung.

Lihat selengkapnya