Eca berangkat ke sekolah seperti biasa, namun angkot yang ia naiki malah terus berdiam saja karena sedang menunggu penumpang lain. Eca sudah resah karena takut kejadian terlambat datang ke sekolah terulang lagi. Akhirnya setelah 10 menit menunggu, angkot pun melaju. Dan Eca berhenti di gang menuju sekolah.
Perasaannya kali ini sedikit berbeda, ia merasa tidak enak hati. Terlebih karena kemarin teman satu gengnya akan melabrak Genggong yang pasti akan membahayakan mereka jika dipanggil guru BK. Eca semakin takut, ia percepat langkahnya agar segera menuju kelas.
Dugaan Eca benar ternyata teman satu gengnya sudah berada disekolah sebelum dia. Eca menatap mereka tegang, karena mereka seperti sedang menunggu mangsa yang ada didepan mereka. Setelah Eca menyimpan tas dibangkunya, ia pun berusaha berbicara lagi pada mereka agar tak jadi melakukan niatnya.
"Guys gue mohon ya kalian jangan ngelakuin itu ya, tolong jangan ya,"
Belum lagi Eca membereskan bicaranya Genggong sudah datang ke kelas. Pecahlah amarah mereka bertiga teman satu gengnya Eca. Indi menghampiri Ninu dan berbicara hampir jaraknya hanya 1 cm dengan wajah Ninu.
"Maksud lo apa kemaren? Bukannya berterimakasih sama Eca, lo malah ngatain ditambah main fisik!"
"Heh! Lo gak usah sok tau, kata siapa gue gak berterima kasih sama temen lo yang sok itu? Atau jangan-jangan dia menyembunyikan kebenarannya?" Ucap Ninu yang tidak terima dilabrak oleh Indi.
"Ya gue tau lo berterimakasih tapi kenapa lo sampe main fisik juga sama dia?" Ucap Fasa yang sudah geram.
"Sini lo gue jambak ya muka lo," teriak Rai yang sudah kesal.
Akhirnya antara kedua geng itu berkelahi saling menjambak seragam dan wajah. Eca segera menghampiri mereka untuk meluapkan kekesalannya yang sudah dipendam sejak kemarin.
"Stop!!! Indi, Fasa, Rai!!! Udah berapa kali gue bilang jangan lo ngelakuin ini. Gue tau kalian ngebelain gue, tapi gak gini caranya lagian gue gak apa-apa. Gue bener-bener kecewa ya sama kalian!"
Eca pun meninggalkan kelas setelah emosinya meledak pada temannya sendiri yang sangat ia sayangi. Karena tidak mendengarkan perkataannya ia menjadi begitu kesal dan khawatir atas apa yang sudah mereka lakukan.
---------------
Eca terdiam sendiri di taman belakang sekolah tempat favoritnya untuk merenung. Kejadian yang ia pikir adalah hal kecil sebelumnya menjadi begitu berdampak sekarang pada persahabatannya. Ia juga menjadi merasa bersalah pada temannya karena sudah membentak mereka, tetapi jika tidak begitu mungkin mereka tidak akan mendengarkan Eca.
"Apapun yang sudah kita lalui menjadi pelajaran berharga dalam hidup kita. Tak ada yang sia-sia, wajar kamu berlaku seperti itu Ca. Jangan merasa bersalah dan jangan bersedih. Semuanya pasti akan baik-baik saja." Hatinya selalu menenangkannya. Eca pun mengangguk dan menghirup nafas panjang seperti sedang melepas beban yang ia rasakan.
Tiba-tiba Wafa menghampiri Eca, dengan nafas masih terengah-engah Wafa menanyakan kondisi Eca. Padahal Eca tidak apa-apa dan baik-baik saja. Tetapi ia terlihat begitu mengkhawatirkan Eca.
"Ca aku minta maaf ya, ini semua gara-gara aku awalnya," ucap Wafa memelas dan merasa bersalah.
"Apaan sih fa, gak apa-apa kok. Lagian semuanya juga udah kejadian. Maafin juga temen-temen aku mereka malah memperkeruh suasana,"