"Kemarin, Rooftop tak menenangkan seperti biasanya. Perasaanku bergelut dengan kenyataan yang sedang kuhadapi saat ini. Isli yang tak lagi sama, dan kehadiran Wafa yang tiba-tiba, berbarengan dengan menjauhnya Isli dariku. Apa artinya ini semua? Apa yang ku sangkakan selama ini benar?" Gumamnya dalam hati.
"Dek!" Ucap seorang laki-laki berseragam satpam.
Lamunannya terhenti, Ketika satpam itu menegurnya. Eca buru - buru meminta maaf dan memberikan amplop coklat yang berisi berkas yang dibutuhkan untuk lamaran kerja Eca pun berterima kasih setelah memberikan amplop coklat nya dan pergi dari restoran itu.
Waktu masih 3 bulan lagi menuju masa perkuliahan, memanfaatkan waktu 3 bulan itu Eca mencoba melamar pekerjaan ke beberapa restoran dan perusahaan yang sedang membuka lowongan. Ia sadar keadaan kedua orang tuanya tak mewah alias sederhana dan bisa dibilang pas-pasan. Ia ingin sedikit meringankan beban kedua orang tuanya.
Tak jarang juga tetangganya sering bertanya pada Eca, tentang Kenapa ia melanjutkan sekolahnya, tak kasihan kepada orang tua begitulah ucap mereka. Eca hanya bisa tersenyum dan tak menggubris mereka. Karena baginya keadaan keluarganya harus dirubah, dan untuk merubahnya ia harus berjuang, berkorban dan merasakan pahitnya maka suatu saat akan menikmati manisnya.
-------------
Pengumuman kelulusan ujian seleksi yang saat itu ia ikuti, diumumkan besok sore pukul 3. Perasaan Eca sudah sangat tak karuan mengingat pengumuman itu akan segera ia dengar. Ia takut sekali jika Ia tak lulus dari ujian itu, dan Ia akan sangat bingung sekali akan berbuat apa jika ia tak lulus. Apalagi beasiswa itu sangat diharapkan olehnya juga kedua orang tuanya.
Di tempat itu Eca selalu merenung, imajinya melayang menerawang pada apa yang tengah dipikirkannya.
"Apakah besok aku akan tersenyum bahagia atau berderai air mata? Ya aku begitu mengharapkan senyum bahagia itu, yang bukan hanya pada bibirku tetapi juga pada bibir kedua orang tuaku. Berandai - andai begitu menyenangkan !" Ucap Eca berbicara sendiri didalam kamarnya, lalu ia tersenyum.
"Tapi Ca kamu harus terima apapun yang akan menjadi hasilnya nanti. Kalaupun tidak, kamu jangan berkecil hati tapi intropeksilah diri!" Balas sanubarinya.
Ekspresi Eca berubah, sunggingan senyumnya hilang. Tampaknya benar ia juga tak boleh terlalu berharap, apalagi melihat belajarnya yang tak serius. Meskipun doanya tak henti ia panjatkan siang dan malam. Ia pasrahkan kembali, ia percaya segala sesuatu yang sudah menjadi takdirnya tak akan melewatkannya.
Kata sanubarinya semalam Eca ingat dengan baik, ia akan menerima apapun hasilnya hari ini. Setelah pakaiannya menempel rapi padanya, ia ambil tas dan memakai sepatu favoritnya yang berwarna hitam dan putih, lalu berpamitan pada kedua orang tuanya.