Ditengah derasnya hujan sore hari, Isli terus menyusuri jalanan. Ia cari jasa angkutan umum namun tak jua ada, begitu pula tempat untuk berteduh tak kunjung ia temukan. Perkara mobil mogok itu membuatnya jadi ingin kembali ke rumah. Kekesalannya ia pendam dan dibiarkan melebur dengan derasnya hujan yang turun ke bumi.
Tiba - tiba sorot lampu menyinari nya sepertinya berasal dari sepeda motor. Awalnya Isli tak hiraukan, namun setelah motor itu mendekat dan berhenti tepat disampingnya, ia terbelalak kaget.
"Li, ayo naik." Ucap seorang laki laki yang berada diatas motor itu.
Lalu laki laki itu melepas jas hujan yang sedang dipakainya, lalu menyerahkannya pada Isli.
"Ayo! Ceritanya nanti, hujannya makin gede." Seru laki laki itu sekali lagi, ketika melihat Isli yang malah terdiam.
"Kamal! Lo harusnya gak usah bantuin gue!" Ucap Isli berteriak.
Ternyata laki laki itu bernama Kamal dan Isli nampak mengenalnya.
Kamal menarik lengan Isli agak keras agar ia segera ikut bersamanya. Setelah memakai jas hujan Isli pun berpasrah naik motor berdua dengan Kamal, karena ia tak punya pilihan lain. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah pulang ke rumah dengan cepat dan selamat. Kamal merelakan tubuhnya terguyur oleh derasnya hujan, demi orang yang telah ia tunggu hampir selama 10 tahun itu.
Dalam perjalanan mereka berdua tak mengeluarkan sepatah kata pun, yang terdengar hanyalah hujan yang sudah beribu kali menimpa jalanan dan gemerisik angin.
Sesampainya di rumah, Isli buru - buru melepaskan jas hujan milik Kamal dan memberikannya. Isli nampak begitu risih pada Kamal, karena beberapa bulan yang lalu tanpa disangkanya Kamal menyatakan perasaan pada Isli.
Isli mengenal Kamal sangat baik, bagaimana tidak mereka berdua adalah teman sedari kecil. Isli yang sudah menganggapnya seperti saudara sendiri menjadi sedikit canggung karena keterus terangan Kamal perihal perasaannya yang menganggap lebih daripada teman.
Namun, Kamal tak pernah berubah. Perhatiannya tetap sama meskipun diacuhkan berkali - kali. Bukan ia ingin memaksakan perasaan cintanya, hanya saja ia tak ingin persahabatannya ,yang sudah terjalin hampir 10 tahun itu berakhir begitu saja hanya karena perasaan yang tiba - tiba muncul itu.
Kamal berpamitan setelah berhasil mengantarkan Isli ke rumahnya. Kamal sangat tahu dan sadar diri keberadaannya tak boleh terlalu lama dengan Isli. Ia tahu betul, Isli masih syok dengan pernyataannya, sehingga belum bisa lagi menerimanya.
Setelah berterima kasih, Isli buru - buru berbalik pada pintu lali membukanya dan masuk ke dalam rumah.