Shanum memutar knop pintu kamar kostnya yang berukuran empat kali empat itu, yang hanya ada satu ruangan dengan satu kasur dan sebuah lemari, benar – benar sederhana ketimbbng kamar Laudy yang luas. Namun, sungguh begitu tak membuat Laudya merasa ilfeel dengan keadaan kost Shanum yang sederhana, justru Laudya malah salut dengan sahabatnya yang mandiri itu.
Shanum pun mempersilahkan Laudya masuk keruangan yang tak lain adalah kamar, sekaligus tempatnya bernaung beberapa tahun ini di kota rantauan.
“Aku mandi dulu ya, kamu tunggu disini saja,” titah Shanum pada Laudya. Mendengar perintah sang sahabat, Laudya menganggukan kepala tanda mengerti, sementara Shanum bergegas mengambil handuk dan tempat sabunnya untuk mandi di kamar mandi yang ada di dekat dapur kosan tersebut.
Sementara Shanum pergi mandi, Laudya merebahkan tubuhnya di kasur sambil memainkan ponselnya yang berlogo buah apel yang sumbing. Keadaan kamar Shanum yang bersih dan rapi, membuat Laudya semakin rilex berada diruangan itu.
Sepuluh menit kemudian, Shanum sudah kembali ke kamarnya dan sudah berganti baju dengan pakaian yang lebih casual, yang dibawanya saat kekamar mandi tadi, sebab sebentar lagi Shanum akan berangkat ke butik tempatnya bekerja.
“Kamu sudah mandinya? Cepet bener?” ucap Laudya takjub dengan Shanum yang mandi seperti kilat, sebab jika Laudya yang mandi selalu memakan waktu yang lama. Luluran dan lain – lain.
“Harus cepat dong, aku kan tipe orang yang nggak mau menyia – nyiakan waktu. Sebab waktu adalah uang,” jawab Shanum pada Laudya.
“Astaga!” ucap Laudya mencelos mendengar penuturan sahabatnya itu. Laudya yang masih asik rebahan sambil memainkan ponselnya sesekali memperhatikan Shanum yang tengah bersiap – siap menuju ke Butik.
Set – sat – set – sat!
Secepat kilat Shanum berkemas, dan saat ini sudah siap untuk on the way, “Yuk, aku antar kamu pulang, aku sudah selesai,” ajak Shanum pada Laudya.
Laudya yang masih mageran pun akhirnya bangun dari tempatnya rebahan, “Ya ampun, kamu ini manusia apa robot sih! Cepet bener!” tanya Laudya pada Shanum yang tengah memasukan ponselnya ke dalam tas, kemudian meraih sisir yang tergantung dekat kaca Shanum berhias.
“Kan sudah aku bilang, waktuku adalah uang. Makanya aku nggak mau menyia – nyiakan waktu, setiap detik harus dipergunakan dengan baik, yuk kita berangkat. Nanti jalanan macet lagi,” titah Shanum pada Laudya yang masih asik menyisir rambutnya.
Mendengar perintah dari temannya itu, Laudya pun segera menyelesaikan menyisir rambutnya, dan segera keluar dari kamar Shanum yang serba pink itu.
“Iya sabar napa sih!” sahut Laudya yang baru saja keluar dari kamar. Sementara Shanum, memutar kunci pada knop pintu kamarnya, setelah selesai mereka pun berjalan beriringan menuju keluar, ke arah sepeda motor Shanum yang diparkirkan tadi.
***
Shanum baru saja tiba di rumah Laudya, “Nggak masuk lagi?” tanya Laudya yang tengah membuka helm, kemudian memberikan helm tersebut pada Shanum. Lalu Shanum, memasukan helm cadangannya ke dalam jok motor maticnya.
“Nggak usah, aku mau langsung ke butik, sudah hampir sore soalnya,” tolak Shanum.
“Ya sudah, maksih ya sudah mau nganterin aku, hati – hati di jalan,” ucap Laudya pada Shanum yang tengah memutar motor maticnya.
“Iya, bye! See you next time!” teriak Shanum yang tengah menyalakan kembali sepeda motornya kemudian meninggalkan Laudya yang masih berdiri di teras rumahnya memperhatikan kepergian Shanum. Sesekali Shanum menoleh ke arah Laudya, dan Laudya pun melambaikan tangan pada sahabatnya itu, hingga menghilang dari pandangan mata.
Setelah tak terlihat, barulah Laudya masuk ke dalam rumahnya. Sementara itu, Shanum terus melajukan sepeda motor menuju ke butik tempatnya bekerja, dengan semangat yang membara.
Sekitar kurang lebih lima belas menit menempuh perjalanan, akhirnya Shanum telah tiba di butik Bu Amanda, tempatnya bekerja. Segera Shanum memarkirkan sepeda motornya kemudian melangkahkan kaki masuk ke toko butik.