Ibu. Sesungguhnya kau tidak ingin mengabaikan perintahmu tetapi aku penasaran. Jadi, disinilah kami. Berdiri menatap hutan pukul setengah sebelas malam setelah penyisiran di daerah ini diputuskan untuk tidak ada apa-apa. Sangat sembrono. Namun, bukan berarti mereka menghentikan penyisiran sepenuhnya. Beberapa mobil polisi pasti akan menangkap kami kalau tidak hati-hati.
Andrian datang terakhir. Dia membawa motornya yang besar, dan meletakkan helmnya di sana. Dia tampak berpikir sebentar sebelum berjalan ke arah kami sembari berkata, “Semoga tidak hilang dicuri.”
“Orang-orang sedang ketakutan pada binatang buas, percayalah, tidak ada pencuri yang akan lewat.”
“Semoga saja,” katanya.
Dia menyibakkan rambutnya ke belakang. Di punggungnya ada tongkas baseball dari besi. Sebuah senjata yang sejujurnya tidak membuatku merasa lebih baik. Ah perutku melilit karena takut. Dia membawa senter di tangan kirinya. Sementara Rosa sama sekali tidak terganggu oleh kegelapan. Dasar serigala.
“Hei kalian yakin akan melakukannya?” kataku.
Andrian dan Rosa saling pandang. “Ayolah pemimpin, aku tidak mau orang-orang terbunuh.”
“Tapi, aku tidak mau kita semua terbunuh.”
“Karena itulah kita bertiga, kita akan baik-baik saja.”
“Dengan kau yang hanya menggunakan tongkat baseball saja?”
“Aku bisa lari.”
Tentu saja. Apalagi yang bisa dia lakukan. Kami memutari hutan dengan hampir mendapat hampa. Pukul sebelas telah lewat dan ibuku pasti sudah sadar aku tidak di rumah. Aku mengganti mode teleponku menjadi hening, dan berkali-kali aku melihat ibuku menelpon. Maafkan aku, tapi tidak ada yang bisa kulakukan sekarang.
Tidak ada petunjuk yang bisa kami dapatkan. Rosa sudah sampai pada batas kesabarannya sementara aku sudah merosot di pohon. Aku duduk dan membiarkan air membasahi dan memberi lebih banyak tenaga. Aku menarik embun-embun, hawa dingin air membuatku lebih nyaman dari pada bergelung di bawah selimut.
Sebelah alis Andrian terangkat. “Aku melihatmu melakukannya berkali-kali tapi sihir tetap saja mempesona.”
“Maaf aku tidak mempesona kalau begitu,” gerutu Rosa.
“Bagaimana hubunganmu dengan Galang?”
Rosa mendelik kesal. “Dari semua pembicaraan untuk istirahat kita yang singkat, Galang yang menjadi topiknya?”
Andrian memutar bola matanya tampak tidak peduli dengan pembicaraan kami. Baguslah. Dia memutuskan untuk berkeliling sendiri, aku sebenarnya ingin menghentikannya tapi nampaknya tidak masalah.
Rosa menghela napas begitu berat dan duduk di sebelahku. “Dia memutuskanku tiga hari lalu. Dia bilang, kau selalu saja mencari perhatian Kak Yoga, kalau kau memang menyukainya kita sudahi saja.”
“Dan kau meng-iyakan saja?”
Bahunya terangkat acuh. “Aku tidak suka orang yang suka ....”