Diandra dan Dendam sang Serigala

ArinaAsh
Chapter #5

BAB 4

Tanpa menunggu responsnya, aku menariknya ke dalam sekolah. Dengan berhati-hati dan cepat mencari tempat persembunyian. Mengambil belakang kamar mandi yang tanahnya sedikit lebih rendah, dan tertutup oleh semak. Sayangnya, tempatnya yang sempit membuatku bergitu menempel dengan Andrian.

Aku mengintip dari sela-sela dedaunan, mencoba untuk mengangkat sedikit kepala. Namun Andrian menahan bahuku, menarikku kembali menunduk. Dia mendesis, dan melotot, “Apa yang kau lakukan?”

“Memastikan siapa yang datang.”

“Bagaimana kalau itu pelakunya?”

Suara itu berhenti, dekat. Lantas kembali lagi, suara langkah ringan seolah dia sudah sangat terbiasa bergerak di sesemakan. Jantungku bertalu, begitupula milik Andrian yang terasa di jemariku yang menyentuh dadanya untuk menahan tubuhku agar tidak benar-benar menempel padanya. Dia pasti sangat ketakutan, namun mencoba sebisa mungkin menyembunyikannya.

Huh ... Seolah aku tidak takut saja.

Sekarang aku bahkan mulai panik, takut kalau orang yang datang adalah dia. Makhluk buas yang membunuh semua rekanku. Kalau itu benar-benar dia. Menemukan kami disini, dan ... dan jika dia mencoba untuk membunuh Andrian, aku yakin sekali tidak bisa melindungiku.

Tangan kiriku yang tidak menahan dirinya, terasa kaku. Sihirku mulai menjalar seperti aliran air yang tidak stabil, sebisa mungkin aku menenangkan diriku untuk menenangkan aliran sihirnya. Akan sangat berbahaya jika kekuatanku malah meledak dan melukai Andrian.

Suara itu semakin dekat, dan dekat. Tangan Andrian juga mengepal, dia mengambil batubata dari kakinya. Mata kami saling bertemu. Di keremangan itu, aku mengangguk. Kami mencoba untuk berkoordinasi. Mudah bagiku karena aku pernah melakukannya, tetapi Andrian hanyalah manusia biasa. Aku takut dia akan terluka karenanya.

Baiklah. Aku menarik nafasku, lantas memberikan fokus terbaikku sekarang.

Ketika suara itu benar-benar dekat, aku berdiri, melompat. Melemparkan kekuatanku, yang dia tahan dengan kedua tangannya yang bersilang. Makhluk itu terhuyung mundur, tetapi sihirku bahkan tidak memberinya dampak yang besar.

Andrian hampir saja melompat untuk menyerangnya, tapi ketika tangan si makhluk diturunkan. Aku langsung menarik tangan Andrian secara reflek. Membuatnya kebingungan dengan batubata yang hampir memecahkan kepalanya.

“Apa yang kau lakukan disini?” jeritku tidak percaya.

Bagaimana tidak? Aku melihat wajah sahabatku ditumbuhi bulu serigala di sekitaran pipinya, dan matanya berwarna merah seperti darah. Di tangannya cakar dan bulu juga terpasang sangat rapi. Dia menatap kami dengan pandangan yang sama tidak percayanya denganku.

“Aku menyelidiki kasusnya,” kata Rosa. Iya, sahabatku yang setiap hari bermain denganku adalah Manusia Serigala dan aku bahkan tidak pernah menduganya. “Kau sendiri apa yang kau lakukan malam-malam, di sekolah,” dia lantas menatap Andrian yang masih kebingungan. Meski begitu dia telah menurunkan batubatanya. “Berdua dengan kak Andrian,” dia berhenti berbicara. Lantas menurunkan tangannya ke belakang tubuhnya, dengan senyum bermain di mulutnya. “Aku tidak akan bertanya.”

“Ini tidak seperti yang kau pikirkan, Rosa,” desisku, dan dia hanya nyengir lebar. “Kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau adalah Manusia serigala?”

“Hei!” balasnya tidak terima. “Kau bahkan tidak memberitahuku kalau kau adalah penyihir air.” Dia mengangkat tangan kanannya yang basah. “Oh astaga, tanganku masih terasa kram. Dan ... Aku tidak tahu kalau kak Andrian makhluk supranatural juga. Kakak itu apa? Eng ... bukan penyihir batubata, kan?”

Andrian tertawa. Dia menjatuhkan batubatanya begitu saja. “Aku bukan penyihir batubata. Memangnya yang seperti itu ada?”

Lihat selengkapnya