Bab 2
Masa Lalu, Permulaan yang sudah lama terjadi tapi baru disadari sekarang
Sudah 6 bulan sejak Wendy datang ke sekolah. Selama itu, dia menjadi sangat akrab dengan Tomy dan Rendra. Mereka sering bersama disekolah dan ketika makan siang, mereka selalu bergabung dengan kami. Beberapa waktu yang lalu, kami sibuk dengan ujian akhir semester. Dan hari ini adalah hari terakhir ujian. Kami sangat senang bisa terlepas dari ujian ini.
“Akhirnya ujian kita selesai juga dan besok kita sudah mulai libur. Kalian sudah ada rencana liburan ini?” Tanya Tomy pada kami semua saat kami memasuki sebuah café tempat kami biasa berkumpul.
“Aku belum sihh.” Kata Novi sambil memimpin jalan menuju meja yang biasa kami tempati.
“Aku pikir aku juga belum ada rencana.” Kataku sambil mengingat-ingat.
“Kalo aku … Hhmm kayaknya aku hanya dirumah saja.” Kata Mery.
“Okay, bagus. Benarkan apa yang aku bilang pada kalian berdua.” Kata Rendra.
“Memangnya kenapa?” Tanya Mery.
“Mereka punya rencana untuk liburan nanti.” Kata Wendy.
“Gehh, ini dia. Rencana konyol para cowok mulai kumat lagi.” Itulah pikirku yang sudah tidak antusias lagi untuk mengikuti pembicaraan mereka. Sama sepertiku, Novi dan Mery juga terlihat sudah malas dan tidak tertarik untuk mendengarkan mereka.
“Haaahhh.” Helaan napas kami bersama.
“Hei, hei, dengarkan saja dulu apa yang Rendra rencanakan.” Kata Tomy mencoba menyakinkan kami.
“Iya, coba kalian dengarkan dulu.” Kata Wendy membujuk kami.
Bukannya kami tidak ingin mendengarkan tapi kami hanya bosan dengan rencana mereka yang terkadang aneh dan membuat kami menyadari bahwa mereka hanyalah para cowok yang payah. Kami bahkan pernah kerepotan karena keanehan dan kecerobohan mereka.
“Gimana kalo liburan kali ini kita pergi ke villa Tomy yang ada di kota sebelah?” Usul Rendra.
“Villa Tomy?” Kataku heran. Selama ini aku tidak tahu bahwa Tomy adalah anak dari keluarga kaya yang memiliki sebuah villa. Tapi tidak mengherankan juga sihh, karena sikapnya yang sok keren itu dan terkadang jarinya yang selalu elegan membenarkan posisi kacamatanya, memang sangat cocok untuk seorang pangeran dari keluarga kaya.
“Iya, aku memiliki villa keluarga di kota sebelah.” Kata Tomy yang terlihat sedikit sombong dan melirikku untuk menjawab kebingunganku.
“Iya, kita akan menginap di villa Tomy dan di kota sebelah akan ada pembukaan taman bermain baru. Aku juga mendapatkan tiket masuk gratis untuk kita semua.” Katanya melanjutkan penjelaskan rencananya itu dan mengeluarkan tiket masuk untuk 6 orang.
Aku mengambil salah satu tiket itu dan aku pikir ini terlihat menarik. Aku jadi mulai tertarik untuk ikut berlibur dengan mereka. Novi dan Mery juga terlihat sudah mulai tertarik. Aku pikir ini adalah rencana yang bagus.
“Tempat untuk tidur gratis sudah ada, fasilitas villa bagus ditambah kita juga mendapatkan tiket gratis ini. Bagaimana? Lagian ini liburan terakhir kita sebagai siswa SMA!” Lanjutnya lagi untuk menyakinkan kami.
“Tapi bukannya selama masa liburan bakalan susah untuk mencari tempat menginap? Pasti villa mu juga sudah full booking!” Tanyaku pada Tomy.
“Itu tenang saja, aku akan meminta asistenku untuk mengaturnya.” Katanya. Aku akui saat dia mengatakan itu, dia terlihat keren. Itu membuatku semakin ingin mengikuti rencana liburan mereka.
“Wendy gimana? Kamu ikut juga?” Tanya Mery.
“Iya, aku pasti akan ikut.” Jawabnya.
“Okay deh, kalo gitu aku juga akan ikut.” Kata Mery yang langsung menyetujui rencana mereka.
“Ran, kamu gimana?” Tanya Wendy padaku.
“Kelihatannya menyenangkan, aku akan meminta izin orang tuaku untuk ikut bersama kalian.”
“Novi pasti ikut juga kan? Aku mau kamu juga ikut bersama kami.” Tanya Rendra.
“Ya, kalo itu yang Ren mau. Aku juga akan pergi liburan bersama kalian.” Katanya menjawab dengan senyumnya yang manis pada Rendra.
“Yosh!!! Kalo semuanya setuju, kita akan pergi ke sana.” Katanya sangat senang.
“Kita akan pergi hari sabtu minggu depan. Kita akan naik kereta jam 7.30 pagi. Kita bertemu di stasiun.” Kata Tomy menjelaskan dan semuanya setuju untuk berkumpul disana.
Kami menghabiskan waktu di café sore itu dengan membicarakan tentang taman bermain yang akan kami kunjungi. Disana terdapat banyak wahana dan atraksi pada hari pembukaannya. Dimalam hari, akan ada karnaval kostum dan kembang api. Hal itu membuat kami bersemangat dan tidak sabar untuk pergi ke sana. Karena terlalu asik mengobrol, kami sampai lupa waktu. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Lalu kami memutuskan untuk pulang ke rumah. Mereka berempat akan pulang bersama dan aku akan pulang bersama dengan Wendy. Aku melambaikan tangan pada Mery dan Novi yang perlahan mulai menjauh dari depan café. Aku dan Wendy melangkahkan kaki beriringan menyusuri jalanan yang lumayan ramai.
“Wen, apa kamu sedang terburu-buru pulang kerumah?” Tanyaku saat menunggu lampu merah untuk menyebrangi jalan.
“Tidak, aku tidak sedang terburu-buru.” Jawabnya sambil melihat kearahku. “Dirumah juga tidak ada yang menungguku pulang.” Gumamnya sedikit tertunduk dengan suara yang kecil sehingga aku tidak terlalu mendengar yang barusan saja dia katakan.
“Hhmm apa?” Tanyaku sedikit heran.
“Ahh, tidak ada. Aku memiliki banyak waktu luang. Jadi, kenapa kamu bertanya?”
“Kalo kamu sedang tidak buru-buru. Bisakah kamu menemaniku ke toko buku?”
“Okay, ayo kita mampir kesana. Ada buku yang mau aku beli juga.”
Saat lampu sudah berubah menjadi hijau, kami menyebrangi jalan. Ditengah-tengan zebracross, aku tiba-tiba tersandung oleh kakiku sendri. Saat hampir terjatuh kearah depan, Wendy langsung membentangkan lengannya menangkap perutku dengan sangat cepat. Beberapa detik kemudian, tangan kanannya mengangkat bahuku agar badanku bisa berdiri dengan tegap lagi.
"Waahhhh, hampir saja!!!" Seru Wendy.
"Huuufffttt, Wen!!!" Kataku sambil melihat kearahnya dengan tatapan terkejut yang diiringi dengan kecemasan. Jantungku berdebar dengan cukup keras, membuat badanku sedikit gemetar. Wendy masih tetap memegangi bahuku dan lengannya tadi menangkap perutku, kini sudah memegang tanganku dengan lembut.
"Sudah, sudah.... Tidak apa-apa. Tenanglah, Ran." Dia sedikit menepuk-nepuk bahuku agar aku bisa tenang.
Saat itu, lampu hijau hanya tinggal beberapa detik lagi, dia menggenggam tanganku dengan penuh kehangatan. Aku dan Wendy berjalan agak cepat agar bisa segera sampai di sebrang. Aku sudah menjadi tenang lagi tapi jantungku masih saja berdebar. Penyebabnya tidak lain lagi karena genggaman tangan Wendy yang baru kali ini dia lakukan. Padahal sebelumnya, mau sedekat apapun jarak kami berdua, kami tidak pernah saling berpegangan tangan. Ini pertama kalinya. Aku pikir tangannya begitu lembut dan besar penuh dengan kehangatan. Debaran jantungku semakin keras lebih dari saat aku hampir terjatuh tadi. Disaat yang bersamaan, aku juga berpikir bahwa aku beruntung karena hampir terjatuh.
"Kamu sudah tenang, Ran?" Tanyanya saat kami menepi di pinggir jalan.
"Iya, aku sudah gak apa-apa". Kataku sambil terus menunduk untuk melihat tanganku yang digenggamnya. Saat itu juga, Wendy melihat kearah yang aku lihat. Kemudian dia langsung melepasakan tangannya dan mulai salah tingkah.
"Yahh…. Dilepas." Batinku sedikit kecewa.
"Maaf, Ran. Aku tidak sengaja." Katanya dengan malu-malu.
"Iya Wen, gak perlu minta maaf malah harusnya aku yang berterima kasih. Kalo saja kamu gak menangkapku, wajahku pasti sudah mencium aspal." Kataku sambil tersenyum.