DIANTARA SENJA KITA

Febrianti Dwi A
Chapter #6

Bab 5 Masa Lalu, Inikah akhir?

Bab 5

Masa Lalu, Inikah akhir?

Bel masuk pelajaran pertama sudah berbunyi tapi hingga ibu Ida memulai pelajaran untuk awal tahun kedua di kelas 3 ini, Wendy-lah satu-satunya siswa yang masih belum menampakkan dirinya didalam kelas. Jika aku pikir-pikir lagi, aku juga tidak bisa menghubunginya sejak seminggu yang lalu. Entah sudah berapa kali aku mengirim pesan padanya tapi tidak ada satu pun yang dibalas olehnya. Perasaan tidak nyaman menjadi berkembang dengan sangat cepat di dalam benakkku. Aku khawatir sudah terjadi sesuatu padanya. Saat aku tanyakan pada Rendra dan Tomy, mereka juga tidak bisa menghubungi Wendy selama beberapa hari ini. Pulang sekolah, aku pergi mengambil jalan dipinggir sungai tempat biasa kami menghabiskan waktu sore bersama. Setelah duduk disana selama beberapa menit, sosok yang aku cari tidak juga muncul sampai hari sudah mulai gelap. Dengan lesu, aku berjalan pulang menuju kerumahku.

Hari demi hari berlalu begitu saja dengan usahaku mencari keberadaan Wendy yang sia-sia. Aku mencarinya di beberapa tempat yang sering aku datangi bersama dengannya tetapi aku hanya mendapatkan hasil yang nihil. Sudah beberapa minggu berlalu sejak hari pertama masuk sekolah, aku datang sedikit lebih awal karena perasaan khawatirku yang sudah melebihi batas kemampuanku untuk menahannya. Ditambah lagi, ketegangan saat memikirkan bahwa hanya tinggal 2 hari lagi sebelum ujian nasional dimulai. Semua ini membuatku menjadi tidak fokus. Saat membuka pintu kelas, aku sangat terkejut melihat Wendy yang sudah duduk disana. Disaat yang bersamaan semua perasaan khawatirku runtuh seketika seiring dengan langkah kakiku yang dengan sangat cepat menghampiriya dan dia pun menyadari kehadiranku dengan menatapku dari awal. Saat berada di depannya, aku benar-benar memperhatikannya dari ujung kepala. Syukurlah bahwa dia masih memiliki badan yang utuh dan terlihat baik-baik saja. Setelah memastikannya dengan sangat singkat, kepalaku mulai ditumbuhi banyak sekali pertanyaan tentang dirinya yang menghilang dan dia pun menyadari bahwa dirinya tidak akan pernah bisa lari dari mataku yang sudah seperti seorang detektif yang siap mengintrogasi seorang penjahat. Dari semua pertanyaan yang ada dipikiranku, aku hanya bisa mengatakan satu kalimat saja.

“Selama ini aku tidak bisa menghubungimu bahkan saat sudah berusaha mencarimu, aku tetap tidak bisa menemukanmu. Aku pikir kamu mengalami kecelakaan disuatu tempat.” Kataku dengan suara yang sedikit serak menahan air mata.

Dia berajak dari duduknya dan berdiri dihadapanku.

“Maafkan aku karena aku tidak menghubungimu, Ran. Tidak terjadi sesuatu seperti itu dan aku baik-baik saja, sungguh.” Katanya sambil tangannya mengelus kepalaku.

Aku hanya tertunduk diam selama beberapa detik mencoba menenangkan diriku sendiri tapi aku tetap tidak bisa mengendalikannya.

“Lalu apa yang kamu lakukan selama ini? Apa sudah terjadi sesuatu yang membuatmu menghilang selama beberapa minggu? Selama ini kamu ada dimana? Aku bahkan tidak tahu harus mencarimu kemana! Ini membuatku sangat bingung dan selalu memikirkanya.”

Semua pertanyaanku yang kutahan akhirnya meledak keluar.

Dia hanya memperlihatkan senyuman yang aneh. Matanya menjadi redup dan wajahnya yang berekspresi sedih sekaligus senang disaat yang bersamaan. Dia tidak mengatakan apapun. Dia hanya diam selama beberapa saat. Tangannya terus saja mengelus kepalaku dan perlahan makin kencang hingga membuat rambutku berantakan. Aku tahu sikapnya yang seperti ini mengatakan bahwa dia tidak ingin membahas masalah yang sedang dia hadapi.

“Aku sangat takut sesuatu yang buruk terjadi padamu! Aku bahkan tidak tahu harus mencarimu kemana! Aku, akuu ... benar-benar…” Kataku sudah tidak mampu menahan bendungan air di mataku ditambah melihat ekspresi wajahnya yang sangat menderita itu. Akhirnya, tetesan air berjatuhan kepipiku.

Wendy terkejut melihatku yang menangis. Kemudian dia langsung meraih tanganku dan menarik kearahnya. Aku terjatuh di dalam dekapannya. Tangannya memegang bagian belakang kepalaku dan yang satunya lagi melingkar dipunggungku hingga jari-jemarinya dapat menggenggam lenganku. Wajahku kini terperangkap dibahunya yang bidang dan seluas samudra.

“Aku benar-benar minta maaf, Ran!” Katanya di dekat telingaku dengan suara yang lirih. Aku bisa merasakan nafasnya yang sedikit menghebus halus.

“Tolong jangan menangis. Terjadi sesuatu padaku tapi itu bukan masalah besar. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.”

“Tidak perlu khawatir? Bagaimana bisa? Setelah melihat wajahmu yang sangat menderita itu?” Aku hanya terus menangis dipelukkannya. Kata-kata itu haya berteriak didalam hatiku yang diucapkan oleh suara isakan tangis ini.

“Terimakasih sudah mengkhawatirkanku, Ran. Kamu satu-satunya orang yang benar-benar peduli padaku, kamu juga orang yang selalu aku pikirkan di saat sedang kesulitan dan itu bisa membuatku semangat.”

“Jika memang seperti itu, tolong jangan buat wajahmu seperti sangat menderita! Sekarang aku sudah ada tepat di depanmu kan bahkan berada didekapanmu.” Lalu tanganku langsung meraih bagian samping punggungnya dan menggenggam erat bajunya tanpa sanggup mengatakan satu kata pun. Saat itu juga, aku sadar bahwa sekarang bukan saat yang tepat untuk memberinya banyak pertanyaan hanya untuk memuaskan rasa penasaranku dengan embel-embel mengkhawatirkannya. Yang harusnya aku lakukan adalah bersyukur dan merasa senang karena dia sudah kembali lagi bersamaku sekarang.

“Benarkah bukan masalah besar?” Kataku dengan suara pelan dan kini air mata perlahan berhenti untuk turun.

“Iya. Setelah bertemu denganmu, aku sudah merasa senang.”

“Hmm…”

Kemudian kami diam untuk beberapa saat dalam posisi seperti itu. Air mataku sudah tidak tersisa, aku rasa semua telah keluar seiring dengan perasaan yang tenang. Aku mulai melepaskan bajunya yang aku genggam dengan erat tadi dan perlahan mencoba untuk melepaskan diri dari dekapan yang hangat itu. Saat ingin menjauhkan wajahku dari bahunya, aku bisa merasakan bahwa Wendy tidak memperbolehkanku melakukan itu dengan memeluku lebih erat lagi.

“Tolong, seperti ini dulu sedikit lebih lama.” Pintanya. Dan aku menuruti keinginannya itu. Tapi aku sadar bahwa tidak ada tanda-tanda dia akan melepaskanku dan bisa-bisa dia akan terus memelukku seperti ini. Bukannya aku tidak senang tetapi bagaimana jika orang lain melihat kami seperti ini, pasti akan sangat memalukan. Aku juga sudah merasa sangat gugup sekarang ini, jantungku sudah benar-benar berdetak secara tidak normal. Jika Wendy sampai mengetahuinya, ini akan menjadi sangat memalukan. Kemudian aku terpikir sesuatu.

Lihat selengkapnya