Bab 14
The night date
Seminggu sudah berlalu, hubunganku dengan Wendy berjalan dengan baik. Saat di kantor pun, kami bermesraan secara sembunyi-sembunyi. Terkadang ketika keruangannya, aku menyempatkan diri untuk mendapatkan pelukkan darinya. Walau hanya sebentar, kami saling tertawa bersama. Lalu saat selesai bekerja, kami selalu pergi makan malam. Biasanya, dia akan mengirim pesan saat sudah di parkiran dan aku hanya tinggal waspada untuk menghampirinya. Seperti malam ini, parkiran basmen yang terlihat sepi tetapi aku tetap melihat kanan-kiri untuk memastikan bahwa tidak ada orang disana. Lalu aku melesat masuk kedalam mobilnya. Dia selalu menyambutku dengan senyuman kemudian dia selalu memasangkan sabuk pengamanku.
“Kerja bagus hari ini, Ran.” Katanya sambil mengelus kepalaku. Itulah yang selalu dia katakan sebelum kami mulai berkendara.
“Kerja bagus juga hari ini, Wen.” Kataku dan mengelus kepalanya dengan lembut juga.
Kemudian kami akan tertawa bersama. Dia menginjak pedal gas perlahan dan mobil keluar menuju jalan raya.
“Mau makan malam dimana?” Tanyanya.
“Huuhh kamu selalu saja bertanya seperti itu.” Kataku cemberut. “Sekali-kali kamu dong yang memutuskan.” Lanjutku protes.
“Hehehe, iya dehh. Tapi aku jarang keluar rumah untuk jalan-jalan. Jadi, aku tidak tahu tempat yang bagus dimana.” Katanya sambil menggenggam tanganku.
“Hhmm iya, iya. Biar aku pikirkan dulu.”
Aku mulai memikirkan tempat untuk makan malam ini. Setelah beberapa menit, aku menemukan satu tempat.
“Ayo kita makan ramen, Wen.” Ajakku. “Aku sering makan ramen disana bersama kakakku. Tempatnya bagus dan ramennya juga enak.” Lanjutku menjelaskan.
“Okay, ayo kita kesana.”
“Tapi tempatnya lumayan jauh dari sini. Sekarang juga hari jumat, pasti bakalan macet dehh.”
“Hhmm, tidak apa-apa Ran. Kita tetap akan kesana.”
“Kamu pasti capek karena tadi banyak kerjaan. Kalo kita kesana, kamu bakalan jadi lebih capek lagi.”
“Gak kok, Ran! Karena kamu ada disini, aku tidak pernah merasa capek sama sekali.” Dia menatapku sambil tersenyum penuh semangat ketika mobil berhenti disebuah lampu merah. “Aku perlu mengisi tenaga sekarang.” Pintanya sambil merentangkan tangannya meminta sebuah pelukkan. Aku pun tertawa melihat tingkah menggemaskannya dan memeluknya selama beberapa detik. Kemudian mobil melaju lagi saat lampu hijau.
Setelah menyusuri jalanan yang lumayan macet selama 30 menit, kami sampai di kedai ramen yang biasa aku kunjungi bersama kakakku. Kami bergandengan tangan memasuki kedai itu. kami duduk berhadapan di sebuah meja disamping jendela.
“Ran biasanya kalau weekend ngapain aja?” Tanyanya saat kami sedang menunggu pesanan kami datang.
“Di rumah dan baca buku. Hhmm, kadang masih sibuk ngurus kerjaan kantor juga sihh. Tapi lebih sering gak ngapa-ngapain.” Jawabku sambil menopang dagu dengan tangan dan tanganku yang satunya digenggam oleh Wendy di atas meja.
“Kalau gitu, ayo kita bertemu besok.” Ajaknya.
“Hhmm iya.” Kataku sambil mengangguk dan tersenyum antusias.
“Aku jemput kamu di apartemenmu ya. Kalau jam 10, gimana?”
“Okay.” Jawabku menyetujui rencananya.
“Gawat! Aku gak pernah kepikiran bakalan kencan sama seseorang. Aku harus pake baju apa?”
Pikiranku sudah mulai dipenuhi rasa gugup akan datangnya hari esok. Disaat yang bersamaan, mataku melihat kedatangan sekumpulan orang yang masih menggunakan baju kerja rapi menuju kearahku. Diantara kerumunan itu, aku melihat seseorang yang paling mencolok dan menonjol diantara yang lainnya. Orang itu sudah tidak asing lagi bagiku, wajahnya sangat aku kenali. Saat mata kami bertemu, dia langsung tersenyum bahagia padaku dan mempercepat langkahnya untuk menghampiriku. Aku buru-buru melepaskan pegangan tangan Wendy yang membuatnya menjadi bingung. Kemudian aku membalas senyumannya.
“Ran!” Katanya saat dia sudah sampai di meja kami dan mengelus kepalaku tanpa menghiraukan Wendy yang ada disana. Wendy hanya melihat kebingungan. Kemudian dia menggenggam tangan yang mengelusku itu dengan tatapan marah.
“Ohh ternyata ada seekor serangga yang menempel padamu ya, Ran?” Katanya dan ditatapnya Wendy dengan tatapan tajam. “Kamu bener-bener masih gak bisa menghormati orang yang lebih tua ya? Padahal beberapa minggu yang lalu aku sudah kasih tahu kalian kalo sama orang yang lebih tua itu harus sopan kan?!” Lanjutnya sambil menepis tangannya dari genggaman Wendy.
Wendy terlihat kaget karena dia sudah menyadari siapa yang sedang berdiri di hadapannya itu. Ya, orang ini adalah kakakku. Aku sudah pernah kasih tahu tentang penampilannya yang berbeda saat sedang bekerja dan saat berada diluar. Dia benar-benar terlihat berbeda 180 derajat. Dalam setelan kemeja biru muda panjang yang lengannya tergulung hingga dibawah siku dipadukan dengan dasi dengan warna senada dan celana hitam panjang yang dia gunakan, dia memancarkan aura yang sangat berkarisma dan berwibawa kuat melebihi Wendy. Ditambah rambutnya yang sangat halus tertata rapi dikepalanya, menjadikan visualnya terlihat sempurna. Bahkan saat orang-orang melihatnya berjalan, mereka tidak akan bisa melepaskan pandangannya kearah kakakku. Sehingga terlihat jelas dimuka Wendy yang seolah mengatakan ‘ini beneran kakakmu yang aku temui dirumah sakit itu?’ Aku pun menganggukkan kepalaku.
“Kakak, maaf!” Katanya spontan.
“Kakak? Kamu pikir aku kakakmu?”
Wendy hanya tersenyum kaku mendengar perkataan kakakku. Lalu kakakku menyuruh rekan-rekan kerjanya untuk pergi duluan menuju ke tempat duduk yang berada beberapa meter dari tempat kami berada. Kakakku menyuruhku bergeser sampai ke dekat jendela. Wendy langsung mengambil sikap sopan saat berhadapan dengan kakakku yang sedang menatapnya. Tapi perhatian kakakku itu tidak berlangsung lama. Dia menatapku yang sedang merasa sedikit gugup.