Bab 17
Pertama kali mengunjungi rumahnya, dia pun mulai bercerita tentang dirinya
Pukul 07.30 malam, saat ini kami sedang berada di sekitar lingkungan tempat tinggal Wendy. Kami memutuskan untuk makan malam terlebih dahulu. Ini pertama kalinya, dia tidak menanyakan padaku dimana kami akan pergi makan malam. Mungkin ini bisa terjadi karena protesku kemarim malam, jadi dia langsung mengendarai mobil menuju ke tempat ini, sebuah restoran dengan interior yang estetik. Suasana yang tenang dan nyaman, ditambah makanan yang juga sangat enak, membuatku merasa senang. Tapi tentu saja, aku lebih senang lagi karena aku bersama dengan Wendy saat ini. Kemudian setelah selesai makan malam, aku memintanya untuk berjalan-jalan sebentar. Dia pun menyetujuinya. Lalu Wendy memimpin jalan menuju sebuah tempat yang ‘bisa menikmati pemandangan malam yang indah’ katanya. Kami melangkahkan kaki menyusuri jalanan malam itu. Setelah berjalan sebantar, kami sampai disebuah jalan yang sepi dan sedikit menanjak. Yang membuat jalanan itu istimewa karena sepanjang jalan itu dihiasi oleh lampu berwarna kuning yang melilit diantara ranting pepohonan dipinggir jalan. Suasana romantis sangat terasa saat berjalan bersama sambil berpegangan seperti ini. Kemudian kami berhenti disalah satu pohon yang tidak terlalu besar. Saat Wendy menyuruhku melihat kearah yang dia tunjuk, aku merasa sangat takjub. Aku lihat kelap-kelip lampu mobil dan bangunan-bangunan terlihat seperti bintang yang ada dilangit.
“Wahhh!!!” Kataku saat melihat pemandangan yang ada di depanku. “Ternyata ada tempat seperti ini ya? Aku baru tahu.” Lanjutku.
“Indah kan?” Tanya Wendy.
Aku hanya mengangguk dan tidak mau melepaskan pandanganku yang masih terpesona.
“Hari pertama aku pulang dari London, aku memutuskan untuk jalan-jalan dan tidak sengaja menemukan tempat ini. Dan setiap kali pergi kesini, aku merasa tenang.” Katanya sambil memandangku dan aku juga memandanginya untuk mendengarkannya berbicara. “Karena kamu mengatakan bahwa kamu membenciku saat itu, aku jadi selalu pergi kesini untuk menenangkan pikiranku. Sekarang aku bahagia karena aku ke sini bukan untuk menenangkan pikiranku tapi karena aku bisa pergi kesini bersamamu untuk menunjukkan tempat ini. Terasa seperti mimpi saja.” Lanjutnya sambil melingkarkan kedua lengannya di depan leherku dan tanganya menggenggam ujung bahuku.
“Maaf ya, karena aku pernah mengatakan kalo aku membencimu.” Kataku sambil memegang lengannya.
“Kenapa kamu yang minta maaf? Aku yang salah karena sudah berbuat jahat padamu. Kalo aku ada diposisimu, aku juga pasti akan bereaksi seperti itu.” Katanya sambil meletakkan wajahnya disamping wajahku. “Maaf aku gak bisa menepati janjiku yang dulu. Kamu pasti sangat kecewa.” Lanjutnya.
“Hmm ya, aku benar-benar kecewa. Kamu tahu aku menunggumu selama berapa jam? 5 jam Wendy!!! Aku mau pulang tapi aku takut saat itu kamu bakalan datang jadi aku tetap saja menunggumu!”
“Iya, Ran. Aku benar-benar minta maaf. Saat itu aku dijemput paksa oleh orang suruhan Presdir untuk membawaku kebandara. Aku tidak bisa melawan dan pasrah saja di bawa oleh mereka. Aku bahkan tidak bisa menghubungimu karena Presdir yang seenaknya mengambil paksa Handphone-ku.”
“Presdir? Maksudmu Ayahmu kan?”
“Iya bisa dibilang begitu.”
“Lalu?”
“Aku akhirnya tinggal dan kuliah di London sesuai keinginan Presdir. Saat itu, perasaanku sangat kacau. Aku ingin pulang ke Indonesia tapi asisten yang pergi bersamaku saat itu, ditugaskan oleh Presdir untuk membantuku sekaligus mengawasiku. Hidupku selalu berada dalam pengawasannya. Lalu seminggu setelah aku berada di London, aku mendapatkan email dari Tomy. Aku merasa sangat senang tetapi aku mengatakan pada dia untuk tidak memberitahu siapapun terutama padamu. Setelah sebulan, Tomy memberitahu pada Rendra. Kemudian Rendra menghubungiku. Saat dia mengatakan kalo kamu selalu mencariku dan selalu merasa sedih karena tidak dapat kabar dariku, keinginan untuk pulang semakin kuat. Saat itu, aku mencoba kabur tetapi tidak bisa dan akhirnya ketahuan oleh Presdir. Sejak saat itu, aku benar-benar dikekang dan pengawasan padaku jauh lebih ketat dari sebelumnya. Aku tidak ingin Presdir tahu bahwa kamu lah yang menjadi penyebab aku menentangnya. Tapi pada akhirnya, dia orang yang serba tahu segalanya. Jadi, aku memutuskan untuk menyerah dan aku pun tidak menghubungimu untuk menjauhkanmu dari jangkauan Presdir. Dan aku meminta pada teman-teman agar mereka tidak memberitahumu.”
“Jadi gitu, pantas saja Presdir bersikap seperti itu padaku waktu itu.” Batinku sambil terus mendengarkan Wendy.
“Aku juga meminta mereka untuk tidak membahas tentangmu. Karena saat aku mendengar namamu, aku tidak bisa mengendalikan diriku dan pasti aku akan mencoba kabur lagi. Saat itu aku pikir: ‘ini adalah keputusan yang terbaik untuk aku dan kamu’. Kemudian waktu terus berjalan dan aku sangat merindukanmu. Aku selalu memikirkanmu. Dan pada akhirnya, aku bisa kembali ke Indonesia, aku sangat senang dan berharap bisa segera bertemu denganmu. Aku sangat terkejut saat melihatmu pertama kali di kantor. Selama ini aku tidak tahu bahwa kamu bekerja di perusahaan Presdir.”
“Ya, aku juga kaget banget pas lihat kamu yang langsung menjadi seorang direktur. Bahkan aku lebih terkejut lagi saat mengetahui bahwa kamu ternyata anak dari keluarga Reinhard!”
“Hehehe, ya begitulah Ran… Walaupun aku tidak melihatmu selama bertahun-tahun tapi aku langsung bisa mengenalimu karena selama ini aku selalu mengingat dan memikirkanmu. Aku merasa sangat bahagia dan sangat ingin memelukmu saat itu juga. Tapi aku menahannya karena aku tetap ingin bersamamu. Lalu saat pulang kerja, aku merindukan tempat kita pertama kali bertemu dan aku pun pergi kesana. Ternyata kamu berada di sana juga dan aku merasa sangat senang. Akhirnya, aku bisa berbicara denganmu tapi kamu mengatakan bahwa kamu tidak senang bertemu denganku, aku sangat kaget dan tidak bisa mengatakan apapun. Saat itu juga, aku menyadari bahwa keputusan yang aku ambil dulu ternyata salah. Lalu aku juga mendengarmu mengatakan bahwa kamu ternyata sudah tahu selama ini aku pergi ke London, aku langsung berpikir bahwa teman-teman kita yang memberitahumu tapi ternyata mereka tidak melakukan itu.”
“Hmm, aku sebenarnya gak sengaja menguping pembicaraan mereka waktu itu. Jadi, mereka gak ada yang bersalah kok. Saat itu, aku benar-benar marah sekaligus sedih.”
“Ya, Ran. Saat aku mencoba menjelaskannya padamu, kamu malah mengatakan bahwa kamu membenciku selama ini. Aku sangat bingung dan sangat tidak ingin dibenci olehmu! Aku terus berusaha untuk berbicara dan menjelaskan padamu tapi kamu tetap saja tidak memberiku kesempatan. Saat sudah sangat putus asa dan hampir ingin menyerah. Tapi ketika aku melihat gantungan yang aku berikan dulu ternyata masih kamu simpan dan kamu selalu membawanya. Bahkan saat itu hilang, kamu terus berusaha untuk mencarinya. Aku merasa sangat bahagia dan tidak ingin menyerah padamu begitu saja. Tapi kemudian aku jadi terlalu gugup dan semua yang aku rasakan terjadi seperti aku tulis dalam suratku waktu itu. Begitulah, Ran.”
Aku membalikkan badan dan memeluknya.
“Aku pikir, kamu dulu gak pernah memikirkan tentang aku lagi dan sudah melupakan aku. Tapi ternyata kamu benar-benar mencintai aku sebesar ini. Aku beneran bahagia sekarang.”
“Ya! Aku sangat mencintaimu, Ran. Aku mencintaimu hingga tidak ingin jauh dari sisimu lagi. Sadah cukup bagiku selama bertahun-tahun berpisah darimu. Aku tidak ingin lagi!”
“Aku juga mencintaimu, Wen. Aku sangat mencintaimu sebesar aku merindukanmu dan mengharapkanmu kembali selama ini. Aku selalu merindukanmu selama bertahun-tahun dan aku tidak mau lagi merasakan kerinduan yang sangat menyiksa karena tidak bisa melihatmu. Jadi, tetaplah berada disisiku, Wen.”
“Iya, Ran. Tentu saja. Seharusnya aku-lah yang mengatakan itu. Tolong tetaplah berada disisiku apapun yang terjadi dan apapun yang akan kita hadapi kedepannya.”
“Iya, Wen.”
Dia memegang bahuku dan dilihatnya aku lekat-lekat.
“Ingatlah dan percayalah, Ran. Didunia ini hanya kamu yang aku cintai.” Katanya dengan tatapan yang sangat serius tanpa ada keraguan sedikitpun.
“Iya, Wendy, aku percaya padamu dan akan selalu aku ingat itu.”
Saat itu, kami seperti akan melakukan ciuman di bibir untuk kedua kalinya tetapi itu tidak terlaksana karena tiba-tiba saja butiran air hujan turun dengan sangat deras dan membasahi semua yang ada didaratan saat itu juga. Aku dan Wendy malah tertawa sambil bermandikan hujan malam ini. Tapi itu tidak berlangsung lama. Wendy langsung menarik tanganku.
“Ayoo kita lari sampai ke mobil!” Serunya.
Kami berdua tertawa heboh sambil berlari menerobos hujan, menuruni jalanan yang menurun itu dan akhirnya sampai di parkiran restoran tadi. Wendy langsung membukakan pintu untukku dan dia berlari kebelakang mobil, membuka bagasi dan menutupnya lagi. Dia duduk di kursi kemudi dengan membawa sebuah handuk yang lumayan lebar. Dia membungkus tubuhku yang sedikit kedingan dan basah karena hujan dengan handuk itu.