Bab 19
Cerita Wendy bagian kedua
Kemalangan dan kesedihan yang terjadi di hidupku tidak sampai di situ saja, ini hanyalah permulaan. Beberapa tahun berlalu, sekarang aku adalah siswa kelas 2 SMA. Setahun yang lalu, aku pindah ke lingkungan sekitar rumah kakakku. Kakak yang sudah menyelesaikan pendidikannya di Amerika dan mulai sibuk mengurus perusahaan, mengajakku tinggal bersamanya tapi aku menolak ajakkannya itu dengan alasan aku tidak ingin sampai Ayah kami mengetahui keberadaanku dan aku tetap ingin menyembunyikan identitasku sebagai anak dari keluarga itu. Intinya, aku tidak ingin terlibat dengan mereka tapi sebuah pengecualian untuk kakakku. Karena kakakku-lah satu-satunya yang aku anggap sebagai keluargaku. Akhirnya, kakak menyuruhku untuk tinggal di sekitar lingkungan rumahnya agar dia bisa terus bersamaku untuk menjagaku. Hari-hariku pun terasa sangat hampa dan disekolah juga terasa biasa saja. Aku tetap sendirian, tidak mempunyai teman dan bahkan aku menjadi sangat pendiam. Ketika diajak berbicara, aku selalu menunjukkan wajah yang menyeramkan tapi tentu saja itu bukan keinginanku. Hanya saja, setelah Ibu meninggal, aku lebih banyak mengurung diri di kamar. Kakakku juga saat itu masih harus bolak balik ke Amerika, jadi aku tidak terbiasa bersosialisasi dengan banyak orang dan berakhir dengan menunjukkan wajah kaku dan menyeramkan saat diajak berbicara. Aku pun secara alami menjauhkan diri untuk melakukan interaksi dengan orang lain, membuat dinding pembatas dan bersikap acuh tak acuh pada semua orang. Lalu suatu hari, aku menyadari bahwa dunia disekitarku yang biasanya ribut kini menjadi tidak bersuara, siang yang cerah menjadi gelap dan panasnya musim panas menjadi sangat dingin. Dan semua kehampaan yang aku rasakan itu bisa teratasi saat aku bersama kakakku. Dia memperlakukkanku dengan penuh kehangatan hingga aku bisa merasakan lagi bahwa dunia menjadi hangat. Aku jadi sangat bergantung padanya dan kakakku pun membiarkanku melakukannya.
Ketika mengalami mimpi buruk yang terus menghantuiku, aku akan pergi menginap dirumah kakakku. Terkadang saat aku kerumahnya, dia sedang tidak ada dan hanya ada asistennya saja yang sesekali mampir kerumah untuk mengambil beberapa dokumen yang dibutuhkan oleh kakakku. Hari ini, aku pun pergi ke rumahnya karena semalam aku mendapatkan mimpi buruk dan berakhir dengan sulit tidur. Aku mengambil kunci rumahnya di dalam kantong hoodie yang aku gunakan. Saat membuka pintu, aku melihat asistennya yang juga berteman dekat dengan kakaku-kak Angga, begitulah aku biasa memanggilnya-dia sedang duduk sambil menggunakan sepatunya. Aku melihat dia membawa sebuah dokumen cukup tebal yang di apit diantara lengan dan pinggangnya.
“Ohh, Wendy! Kamu udah pulang sekolah ya?” Kata kak Angga yang selalu bersikap baik dan ramah padaku.
Kak Angga sudah sangat lama berteman dengan kakakku, dia juga menjadi tangan kanan sekaligus orang kepercayaan kakakku. Bahkan kak Angga juga membantu menyembunyikan identitasku dari keluarga itu, terutama dari Presdir alias Ayahku.
“Iya kak, aku dari rumah terus langsung kesini.” Jawabku.
“Kamu udah makan siang?”
“Belum kak.”
“Mau kakak buatkan sesuatu untukmu?”
“Hhmm gak usah kak. Nanti aku akan masak sendiri kalo gak yaa keluar beli.” Kataku langsung menolak tawarannya. “Kakak juga lagi buru-buru kan? Sebaiknya kakak segera kembali ke kantor.” Lanjutku.
“Iya, kakak memang lagi lumayan buru-buru nihhh. Hehehe, maaf ya! Kakak harus pergi sekarang!”
“Yaudah, kakak pergi sana.” Kataku sambil membukakan pintu untuknya yang sudah selesai memasang sepatu.
“Kakak pikir, Farel bakalan lembur malam ini. Kakak juga bakalan kasih tahu Farel kalo kamu ada disini. Dikulkas ada bahan makanan, kamu bisa masak tapi kalo gak mau, beli aja ya!” Katanya terus mengoceh seperti ibu-ibu rempong. Ya itu memang wajar saja, karena dia seorang yang bekerja sebagai asisten jadi dia sedikit cerewet.
“Jangan lupa kunci pintunya ya! Kalo bosan, kamu bisa main game atau nonton tv. Kamu juga bisa ke ruang kerja Farel buat baca buku.” Katanya diambang pintu.
“Ngomong-ngmong kamu ada PR gak? Kalo ada kamu kerjakan ya! Kalo ada yang gak ngerti kamu bisa kirim pesan ke kakak atau ke Farel…”
“Wahh iya, iya kak! Aku udah bukan anak kecil lagi. Sudahlah! Bukannya kakak harus pergi sekarang!” Kataku sambil mendorongnya keluar.
“Iya, iya, kakak pergi dulu ya.”
“Okay! Hati-hati kak!” Kataku dengan cepat menutup pintu dan menguncinya.
Huufftt!! Benar kan yang aku katakan, dia seperti ibu-ibu yang rempong. Begitulah kak Angga. Aku juga merasa nyaman dekat dengannya. Padahal waktu pertama kali bertemu dan dikenalkan oleh kakakku, aku tidak terlalu mempedulikannya tapi dia selalu mempedulikan aku. Akhirnya, kami bertiga sering menghabiskan waktu bersama dirumah kakak.
Aku melepas sepatu yang aku gunakan, merapikannya di dalam rak dan berjalan menuju keruangan tempat biasa kami berkumpul. Saat memiliki banyak waktu luang seperti sekarang, aku menghabiskannya untuk memasak. Awalnya, semua masakanku terasa tidak karuan dan ada beberapa yang gosong. Kakakku-lah yang pertama kali menjadi korban masakan yang tidak enak itu. Tapi aku terus belajar dan berusaha karena aku juga hidup sendirian sehingga aku harus bisa melakukan pekerjaan rumah termasuk memasak makanan untuk diriku sendiri. Kemudian setelah beberapa kali mencoba, aku berhasil memasak ‘makanan yang terasa normal’. Hingga sekarang aku sering memasak dirumah dan dirumah kakakku ini. Aku berjalan menuju ke kulkas untuk melihat isi didalamnya. Lauk yang aku buat untuk kakakku sudah hampir habis. Jadi, aku memutuskan untuk membuatnya lagi. Setelah selesai, aku memasukkan semua ke dalam kulkas agar nanti kakakku hanya perlu memanaskannya saja. Aku pun duduk di sofa didekat meja makan, sambil menyalakan tv, dan aku memakan makan siang yang baru selesai aku masak. Setelah itu, aku pergi ke ruang kerja kakakku untuk membaca buku hingga malam.
Pukul 09.00 malam, kakak belum juga pulang karena harus lembur padahal besok sudah weekend. Aku memutuskan untuk nonton tv lagi sampai akhinya aku ketiduran di sofa. Ketika aku bangun, hari sudah sangat terang dan aku berada di kamarku yang ada dirumah kakak. Aku pikir kakak-lah yang memindahkanku ke sana tadi malam. Aku turun dari kasur, merapikannya dan membuka pintu kamar untuk keluar. Aku menghampiri kakakku yang sedang membuat kopi. Kulihat sarapan juga sudah siap diatas meja makan.
“Kamu sudah bangun? Ayo kita sarapan.” Kata kakakku sambil berjalan menuju meja makan dan duduk disana.
“Iya, kak.” Kataku sambil duduk dihadapannya. “Kakak tadi malam pulang jam berapa?” Tanyaku sambil memakan roti panggang yang dibuatnya.
“Hmm mungkin jam setengah 11 malam?!” Jawabnya tidak yakin.
“Kakak akhir-akhir ini sering lembur!”
“Ya, karena banyak kerjaan yang harus kakak urus.”
“Hhmm gitu ya.”