DIANTARA SENJA KITA

Febrianti Dwi A
Chapter #21

Bab 20 Cerita Wendy bagian akhir

Bab 20

Cerita Wendy bagian akhir

Ketika aku melihat kebagian dalam, aku melihat beberapa kardus berisi barang-barang kakakku sudah tersusun rapi dilantai rumahnya. Aku terduduk di dekat kardus-kardus itu dan kak Angga pergi ke dalam kamar kakakku untuk mengambil sesuatu. Setelah beberapa saat, dia kembali lagi dan menyodorkan sesuatu untukku. Aku yang tertunduk lesu langsung melihat sebuah benda yang terbungkus kertas kado.

“Kalo kamu berpikir kakak tenang-tenang saja setelah kehilangan teman yang paling berharga, kamu salah besar, Wen!! Kakak juga sangat sedih hingga kakak merasakan sakit di seluruh badan! Tapi kakak tidak mau terus seperti itu, karena kakak yakin kalau Farel akan sangat marah melihat kakak dan kamu yang selalu terpuruk atas kepergiannya!” Katanya memperlihatkan wajah seriusnya itu yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Aku pun mengambil benda yang dia sodorkan padaku itu.

“Kakakmu berniat membeikan itu untukmu saat ulang tahunmu tahun lalu tapi dia tidak jadi memberikannya. Dia bilang ‘Sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk memberikan ini padanya. Lagian aku terlalu malu untuk memberikannya.’ Dia mengatakan itu sambil tersenyum. Aku pikir ini adalah benda berharga yang ditinggalkannya untukmu.” Kata kak Angga menjelaskan.

“Bukalah, kakak akan lanjut bersih-bersih di kamarnya. Kalau ada sesuatu yang kamu perlukan, kamu bisa langsung panggil kakak!” Katanya lagi.

Aku hanya terdiam mematung memandangi benda yang sedang aku pegang ini. Aku duduk termenung di meja makan lama sekali sebelum akhirnya merobek kertas kado itu perlahan-lahan. Setelah semuanya terbuka. Benda itu adalah album. Ya, album yang aku tunjukkan pada Ran sekarang ini. Aku balik satu persatu lembaran album itu. Semua berisi fotoku dari saat aku bertemu dengan kakakku. Lalu memasuki halaman pertengahan, ada fotoku bersama dengan Ibuku. Saat melihat semua foto itu, aku teringat lagi tentang semua kenangan yang aku habiskan bersama Ibu dan kakakku. Aku tersenyum saat mengingatnya. Dan aku sadari bahwa itu pertama kalinya aku bisa tersenyum lagi setelah kepergian kakak. Hingga sampai di halaman terakhir, aku melihat fotoku bersebelahan dengan kakak saat aku pertama kali masuk SMA. Foto itu kami ambil di depan gerbang sekolah. Aku dan dia sedang tersenyum menatap kamera. Aku pun menyadari bahwa disetiap momen bahagiaku selalu ada kakakku yang menemani. Walaupun dia sangat sibuk, dia selalu menyempatkan waktunya untukku. Lalu dibagian bawah foto itu ada sebuah tulisan. Tulisan tangan yang sangat rapi. Tulisan itu sangat aku kenali, itu adalah tulisan kakakku. Saat aku baca, aku menjadi sangat terharu dan perlahan kesedihanku menghilang. Lubang dihati yang membawa udara dingin masuk kedalamnya menjadi sedikit tertutupi. Tulisan itu berisi:

“Momen paling membahagiakan selama hidupku! Mereka berdua adalah hartaku yang paling berharga. Aku harap Wendy selalu bisa merasakan kebahagiaan mulai sekarang dan seterusnya. Aku harap kamu selalu bisa tersenyum seperti disemua foto ini! Hari-harimu pun pasti akan selalu menyenangkan! Ibu, aku menyayangimu. Wendy, aku selalu menyayangimu.”

Aku pun langsung meneteskan air mata dan mengingat perkataan kakak di depan gerbang sekolah waktu itu. Aku terus meneteskan air mata tapi itu bukan karena terasa menyakitkan tapi aku merasa senang dan lega. Dan aku mulai berpikir, walaupun mereka tidak ada disisiku tapi mereka akan selalu ada untukku meski aku juga tidak akan bisa melihat mereka. Mereka berdua hidup didalam hatiku. Jika hatiku terus merasa sakit, maka mereka juga akan merasakan sakit. Jadi, aku tidak boleh terus-terusan bersedih seperti ini dan harus bangkit! Meskipun begitu, ketika aku sangat merindukan mereka, aku tetap merasa sangat sedih. Kemudian aku pun hanya memendam perasaan itu dalam-dalam sambil berkata dalam hati: “Semua akan baik-baik saja kan, Kak, Bu?”

Setelah beberapa bulan berlalu, aku memutuskan untuk pindah rumah dan pindah sekolah ke tempat yang lebih sepi di kota sebelah. Saat itu juga bertepatan aku menjadi siswa kelas 3 SMA. Aku ingin mulai menata hidup baru tanpa terus terbelenggu oleh masa lalu yang menyakitkan itu. Tapi aku tidak akan melupakan setiap momen yang aku habiskan bersama Ibu dan kakakku. Momen itu selalu mengikutiku kemanapun aku pergi dan apapun yang sedang aku lakukan.

Saat aku pindah ke aparteman kecil itu, aku dibantu oleh kak Angga dan dia juga yang mengurus proses pindah sekolahku. Aku merasa sangat berhutang budi padanya yang sudah selalu mengurusku selama ini. Tapi dia mengatakan bahwa aku mirip sekali dengan kakak, jadinya dia tidak bisa meninggalkanku sendirian begitu saja dan aku tidak perlu merasa berhutang budi padanya. Dia malah senang bisa membantuku dan aku bisa mengandalkannya.

Seminggu setelah berada dilingkungan yang baru, aku tinggal bersama dengan kucing kecil yang aku beri nama Leo. Dia sering datang bermain ke apartemenku kemudian aku pun memutuskan untuk memeliharanya. Hari-hariku tidak terasa sepi saat bersama dengannya. Dia selalu betingkah menggemaskan, tapi terkadang bisa sangat menjengkelkan karena membuat ruangan menjadi berantakan. Hari ini, aku memutuskan untuk pergi jalan-jalan bersama Leo. Lalu ketika hari mulai sore aku sampai di tempat ini, di sebuah bangku berwarna putih di pinggir sungai. Pemandangan matahari terbenam yang membius mata, membawa perasaan tenang seiring dengan angin yang berhembus perlahan. Aku pun tersihir untuk duduk bersantai disana sambil menikmati hangatnya matahari terbenam. Kemudian pantulan cahaya keemasan dari air sungai membuat mataku menjadi berat dan akhirnya tertidur sebentar. Aku terbangun ketika melihat Leo sudah tidak ada lagi dipangkuanku dan aku mendengar sebuah suara dari sampingku. Dengan tetap tertunduk, aku sedikit mengintip dari balik poni yang menutupi mataku. Cewek itu sedang tersenyum cerah sambil menggendong Leo. Saat itu, aku pikir pemandangan itu cukup indah untuk terus dilihat. Aku terus memperhatikannya hingga membuat dia tersadar bahwa aku sedang memperhatikannya yang dari tadi sedang asik bermain bersama Leo. Aku pun spontan mengeluarkan pandangan yang menyeramkan padanya saat mata kami bertemu. Dia pun menjadi sedikit takut dan kaget seperti orang lain biasa melihatku. Kemudian dia mengembalikan Leo padaku. Saat dia akan pergi, entah kenapa aku malah mengajaknya untuk duduk di sampingku dan menawarkan untuk tetap bermain bersama Leo. Dia pun merasa sangat senang dan mengeluarkan ekpresi yang sangat menggemaskan. Lalu tanpa sadar, aku juga terus memperhatikan dia yang duduk disampingku. Saat dia tersenyum, aku juga ikut tersenyum. Kemudian saat dia merasa gemas pada Leo, aku jadi senang melihat ekspresi yang dia keluarkan. Aku berpikir saat itu benar-benar terasa menyenangkan. Tiba-tiba saja, dia mengatakan sesuatu yang membuatku tersentak.

“Kamu memang selalu berwajah kaku kayak gini ya? Tapi sebenarnya kamu orang sangat baik.” Katanya padaku.

Saat mendengar itu, jantungku seperti berdentum sekali dengan sangat keras kemudian di ikuti dengan debaran yang lumayan cepat.

“Ini pertama kalinya, ada orang yang mengatakan itu padaku. Entah aku harus senang atau tidak. Yang jelas, sekarang aku merasa nyaman berbicara dengan dia.”

Lihat selengkapnya